Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hormati KPU, Quick Count Jangan Buat Gaduh

13 Desember 2020   23:11 Diperbarui: 14 Desember 2020   08:05 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang elok rasanya, para kandidat Kepala Daerah iku-ikutan membangun opini pemenangan. Semestinya menerangkan ke pendukungnya bahwa yang disampaikan Lembaga Survey tidak wajib ditanggapi berlebihan. Publik harus diajarkan memberi menempatkan KPU pada porsinya. Janganlah sebelum KPU menetapkan keputusan, para kandidat Kepala Daerah mendahului itu. Kalianlah figur yang dijadikan teladan bagi para pendukung.

Selain itu, ragam proyek politik yang disiapkan biasanya ditukar-gulingkan dengan kepentingan pemenang. Dari pihak atau kandidat yang dalam kalkulasi politik dan paparan QC merasa peluang menangnya kecil. Sehingga memudahkan dibangunnya konspirasi. Yang ujung-ujungnya melahirkan kompromi kepentingan, koalisi dadakan, menjadikan kandidat tertentu sebagai musuh bersama. Termasuk cara-cara seperti ini akan membahayakan demokrasi.

Demi kepentingan pribadi dan kelompok, demokrasi dirusak. Atas nama birahi kekuasaan para politisi melakukan barter kepentingan yang sangat kurang ajar. Sampai-sampai KPU belum memberikan keputusan finalpun, mereka mulai saling memberi ucapan. Ikut memperkuat opini bahwa salah satu kandidat Kepala Daerah sudah memenangkan kompetisi Pilkada. Padahal QC punya margin of error, dan sering kali salah dengan hitungan manual KPU.

Ketika Lembaga Survey sekedar sebagai pembanding, ini tak jadi soal. Keliru jika Lembaga Survey menjadi alat legitimasi membangun opini, ini bakal merusak pola pikir publik. Akan membahayakan, marilah kita menahan diri menunggu Pleno yang tengah berlangsung di KPU. Saling klaim menang dihentikan dulu. Perang opini sesama tim dihentikan sejenak, sembari menunggu hasil resmi dari KPU agar demokrasi kita tidak gaduh.

Kondusifnya demokrasi perlu dijaga betul. Terlebih diujung perjuangan para kandidat Kepala Daerah. Jangan menyulut emosi pendukung dengan statemen yang kurang mendidik, jangan sampaikan diksi yang membuat para simpatisan tersulut emosinya. Bangun narasi yang sejuk. Tidak perlu over dalam merespon hasil QC. Sebab, kondisi dan sikap para calon Kepala Daerah akan menjadi perhatian publik. Sebaiknya jangan dulu kasak-kusuk, tertibkan pendukung agar mengawal semua tahapan Pleno di KPU secara berjenjang.

Demokrasi akhirnya menjadi seperti orang bahlul (bodoh). Dimana mesin demokrasi yang diharapkan mencerdaskan masyarakat, membuat pintar konstituen malah melahirkan ''demokrasi bahlul''. Begitu mengecewakan, mencemaskan masyarakat. Dengan lahirnya demokrasi bahlul melahirkan kesimpulan bahwa sistem demokrasi kita sedang tidak sehat. Sedang sakit kronis mental pelaksana demokrasi kita. Kompleksitas masalah itu ditandai dengan praktek politik uang. Hingga rekayasa dan pendekatan intervensi lainnya yang dilakukan terhadap pemilih.

Ingatlah, demokrasi mesti mendamaikan masyarakat. Bukan malah membuat gaduh. Percuma semua regulasi dan teori, seperti runtuh, ketika praktek demokrasi masih saja melahirkan petaka.

Pertengkaran, permusuhan, konflik dan kriminalitas dianggap hal lumrah dalam praktek demokrasi, itu sama saja kita sepakat mengatakan bahwa demokrasi masih gagal. Masih ketinggalan, belum mampu menjalankan tugas-tugas mulianya sebagai alat membawa masyarakat pada cita-cita idealnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun