posth truth nilai lebih tersebut mulai terkikis. Dimana masyarakat yang merdeka, pemilik sah kedaulatan, mulai diabaikan. Bukan oleh kaum kolonial, dengan sistem imperalisme fisik. Melainkan, proses pembodohan tersistematis yang dilakukan wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Membaca posisi masyarakat dengan segala keunggulannya, kini di era demokrasiGejalak munculnya ledakan protes terhadap Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja adalah salah satu contohnya. Dari berjuta-juta protes masyarakat terhadap produk kebijakan wakil rakyat lainnya. Marwa demokrasi rasanya mulai tereduksi. Menyedihkan, tak mungkin demokrasi direkonseptualisasi. Bukan disitu problem urgennya.
Melainkan pada tataran praktis. Kebijakan dan praktek-praktek konkrit yang perlu dikoreksi. Targetnya perbaikan tentunya. Marwah masyarakat yang terhormat seperti mulai dibuat cedera. Dinamika tersebut dapat dilirik juga dalam percakapan komunikasi politik yang terjadi di tubuh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Manado. Sekarang lembaga terhormat DPRD Manado sedang dalam ujian.
Bagaimana tidak fungsi DPRD untuk mengatur anggaran (budgeting), fungsi legslasi (membuat undang-undang) dan pengawasan (kontrol), sekencang apapun bencana yang melanda, tetap harus dijalankan. Dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2020 menjadi sorotan. Ada yang yang patut dicurigai disana. Perlu digali.
Terpantau ada beberapa Anggota DPRD Manado secara subyektif menyampaikan tidak mau lagi membahas APBD-P 2020. Surat penolakan membahas secara kelembagaan belum ada. Entah apa kekhawatiran mereka?. Ini sebetulnya cedera, kalau penolakan membahas APBD-P benar dilakukan. Citra yang terbaca DPRD Manado seperti memperlihatkan antipatinya terhadap kepentingan masyarakat.Â
Harusnya, perdebatan sekuat apapun gontok-gontokan terjadi pembahasan APBD-P 2020 tetaplah berjalan. Terserah pemangkasan anggaran, refocusing, dan diberikannya pembobotan atau masukan terhadap draf APBD-P 2020 itu hal biasa. Seyogyanya yang ditempuh wakil rakyat yaitu melakukan pembahasan APBD-P Manado 2020.
Bukan menolak untuk dibahas. Sebuah kekhilafan, kelalaian yang rupanya disengaja. Itu berarti DPRD Manado sengaja membuat pembangunan di Manado terkatung-katung. Sengaja dipending, apalagi distop sementara dengan alasan menghindari politisasi anggaran, merupakan kekeliruan yang fatal. Dalam logika implementasi tugas DPRD, cara seperti ini baru pertama dilakukan di DPRD Manado. Kita belum mengetahui jelas apa referensi mereka yang valid dan rasional. Â
Dewan yang merupakan representasi rakyat tak boleh bertikai kepentingan sesama politisi, lalu mengorbankan masyarakat. Imbasnya tidak main-main, jika APBD-P 2020 ditolak untuk dibahas, sebagian atau seutuhnya dengan alasan macam-macam. Yang menderita masyarakat, mereka majikannya Anggota DPRD Manado. Terakhir mencuat alasan, ternyata sebagian Anggota DPRD Manado mencium adanya dugaan dana siluman yang disisipkan dalam Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P Manado 2020. Sepertinya ada kecurigaan berlebihan.
Ada sebagiannya lagi mempersoalkan proyek. Katanya, demi alasan situasi Covid-19, bencana non-alam, maka proyek yang tidak penting dipangkas atau dialokasikan ke pembangunan masyarakat. Jika para wakil rakyat itu professional, dan benar-benar bekerja untuk masyarakat, mereka akan menawarkan solusi. Â Jangan meributkan sesuatu yang tanpa disodorkannya solusi. Sampai saat ini, dari pemberitaan media massa, belum ada solusi konkrit yang disampaikan wakil rakyat untuk urusan tersebut.
Ketika ada proyek yang diduga menguntungkan Wali Kota Manado karena ditahun politik, ayo secara gentleman menawarkan opsi lain untuk program kesejahteraan masyarakat Manado. Jangan seperti memamerkan kebodohan, dengan memprotes, lalu tidak menawarkan alternatif solusi. Kurang tepat rasanya, memprotes proyek kerakyatan dilaksanakan, lantas membabi-buta menyalahkan eksekutif. Jauhkan sikap wakil rakyat dari sikap yang tendensius.
Aroma politisasi anggaran yang dikhawatirkan wakil rakyat sepertinya berlebihan. Harusnya DPRD Manado memperlihatkan cara berfikir positif, sebab kalian orang-orang teladan. Anggaran baru diajukan, belum juga dipakai, sebagian wakil rakyat sudah mulai buruk sangka. Silahkan, wakil rakyat menjalankan fungsi pengawasan. Tidak perlu seperti orang fobia terhadap program kemasyarakatan.
Alasan penghematan cukup rasional. Tapi jangan tanpa menawarkan solusi. Terlebih yang begitu menjadi soal serius bagi segelintir wakil rakyat di Manado adalah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Wali Kota Manado, Dr. GS Vicky Lumentut sudah menunaikan dan mengugurkan tugasnya secara administratif. Semua yang dilakukannya sesuai mekanisme. Sekarang, pola ada ditangan lembaga DPRD Manado.
Ketika merasa keberatan, berikan alasan penolakan tertulis. Agar publik tahu, bahwa ternyata wakil rakyat kita menolak dan menjegal program pemerintah Kota Manado yang bertujuan baik untuk masyarakat. Tragisnya lagi, di media sosial mulai mencuat, sejumlah oknum kontraktor yang rasa-rasanya begitu ngotot agar proyek yang dicanangkan dalam APBD-P Manado Tahun 2020 dibatalkan. Jangan ada pembahasan.
Begitu aneh ya, jadinya didramatisir. Ternyata dan ternyata, usut diusut, mereka ada maunya. Teridentifikasi, diduga kuat sejumlah kontraktor inilah yang sebelumnya menjadi pemenang proyek tender di Kota Manado. Setelah merasa tidak berpeluang lagi menang proyek, maka mereka diduga kuat memprovokasi publik untuk ikut menolak APBD-P 2020. Begitu licik, dan memalukan.
Sinyalemen ini bukan tanpa alasan. Begitu jelas bahkan, silahkan dikroscek nanti. Kontraktor-kontraktor besar ini sebelumnya selalu menggarap proyek besar di pemerintah Kota Manado. Saat ini malah menjadi oposisi jadi-jadian. Sikap yang sangat tendensius, untuk kepentingan pribadi mereka ternyata. Setelah merasa terancam tidak lagi mendapatkan proyek, mereka mulai menyisir item proyek di Kota Manado untuk dihambat.
Lembaga DPRD Manado dalam pembahasan APBD-P 2020 diduga dikenalikan tangan ajaib. Tangan ajaib itu bisa berupa kelompok berkepentingan dalam Pilwako Manado. Mereka bisa berwujud kontraktor, para pemilik modal. Kemudian, drama, simpati dan perhatian pura-pura diciptakan. Mereka mencari-cari cela, menuding di tubuh draf rancangan APBD-P 2020 itu ada sesuatu yang tidak beres. Dinilai mencurigakan, dalil politik yang naf.
 Sebab, tarik-menarik kepentingan sealot apapun, bila semua argument itu berumuara pada kepentingan masyarakat pasti akan berhenti pada satu titik. Menyikapi saling 'balas pantun' Anggota DPRD dan TAPD, saya optimis aka nada solusi yang tepat untuk warga Manado. Kita berfikir positif, semua energi pertarungan argument yang ditunjukkan wakil rakyat Manado ini juga untuk konstituen mereka. Kiranya Tuhan Yang Mahasa kuasa membimbing mereka. Memberikan kebijaksanaan.
Apalagi waktu pembahasan APBD-P, dimana-mana ada skedulnya, ada deadline. Ada batas waktu tertentu, jika belum juga mencapai kesimpulan, maka boleh jadi ditake over melalui aturan-aturan lainnya. Eksekutif merupakan Kuasa Pengguna Anggaran, DPRD bertugas mengawasi, membuat roda pemerintahan dengan sistemnya berjalan adil, dan mereka berperan untuk blance of power.
Ketika APBD- 2020 tidak akan dibahas, maka disitulah DPRD Manado secara kelembagaan menunjukkan ketidakmampuannya. Kegagalan berdemokrasi yang mereka tunjukkan secara sengaja. Masyarakat Manado akan tahu, mencatat ini sebagai preseden buruk dalam tugas mulia wakil rakyat yang diabaikan. Tentu ini menjadi patahan sejarah yang buruk. Sepanjang sejarah di DPRD Manado, belum ada rasanya praktek seperti ini dilakukan.
Manakala DPRD Manado periode ini memutuskan tidak mau membahas Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P Manado 2020. Berarti mereka siap menerima konsekuensinya, dimarahi masyarakat. Masyarakat sudah pasti kecewa berat. Karena bagaimana pun masyarakat memilih wakil rakyatnya untuk datang membahas APBD maupun APBD-. Bukan melewatkan itu, apalagi menolaknya. Jika benar-benar DPRD Manado secara kelembagaan menolak membahas APBD-P 2020, sama artinya mereka memecahkan mitos.
Menolak membahas APBD-P 2020 bukanlah solusi. Kalau wakil rakyat berfikir demi kemajuan kolektif, dan untuk kepentingan masyarakat Manado, mereka harus menawarkan solusi. Lakukan analisis kritis, mencari semua program yang dianggapnya belum jelas untuk diperjelas. Bagi yang dicurigai, ada temuan dana tak bertuan yang diselundupkan, silahkan coret. Bukan malah menolak dibahas. Karena kalau menolak membahas sama nilainya, DPRD Manado menolak proses demokrasi. Mereka seperti monster yang anti demokrasi, anti diskusi, anti dialog dan anti percakapan.
Publik tentu menunggu surat resmi pimpinan DPRD Kota Manado. Pernyataan verbal bukan menjadi acuan resmi dalam pengambilan kebijakan, namun harus didukung dengan surat resmi. Semoga wakil rakyat tidak termakan hasutan para kontraktor yang menjadi barisan sakit hati. Para kontraktor yang setelah mendapatkan banyak proyek, yang kini balik menghajar pemerintah Kota Manado. Seperti orang-orang yang tak punya rasa terima kasih sama sekali.
Harus diletakkan di dalam kepala dan lubuk hati yang suci. Bahwa tanggung jawab wakil rakyat ialah menjalankan tugas fungsinya, bekerja untuk rakyat. Kita doakan agar mereka terhindar dari sikap orang-orang hianat. Mereka jauh dari sikap munafik dan lupa akan hak-haknya sebagai pemegang mandat masyarakat untuk diwakili di lembaga terhormat DPRD Manado. Akhirnya seperti orang mandul. Tak mampu berbuat apa-apa.
Tentunya ini bukan cerminan dari deadlocknya negosiasi dan bagi-bagi kue APBD antara eksekutif dan legislatif. Bukan tentang politik anggaran yang dikendalikan sepihak. Tahun politik kali ini kita berharap makin kondusif persaingannya. Walau semua kemungkinan bisa juga terjadi. Beragam varian kepentingan yang berkeliaran, tapi jangan menyalahkan dan memberi vonis. Semua gejolak ini agar sukar dideteksi, tapi indikasi blokader APBD-P 2020 begitu terlihat.
Dibedakan dan dipisahkan antara kompetisi Pilwako Manado 2020. Dengan kepentingan masyarakat Manado yang disusun dalam APBD-P 2020. Jangan gagal paham. Kamar atau lapaknya berbeda, seteru kepentingan di Pilwako Manado silahkan jalan sesuai alurnya. Beda halnya dengan bekerja mengabdi untuk masyarakat Manado yang harus ditunjukkan Anggota DPRD Kota Manado. Sekali lagi, tidak etis digabungkan. Menjadi tumpang-tindih. Tak profesional pertarungan udara dibawa-bawa ke darat, atau pertarungan laut tarik ke udara, dan seterusnya.
Kantor DPRD Manado yang beralamat di Kecamatan Tikala ini rupanya menyimpan sejumlah misteri. Tanda tanya mencuat. Seperti magnet yang menarik perhatian publik. Kenapa APBD-P 2020 menjadi masalah begitu heboh saat Pilwako 2020?. Tahun-tahun sebelumnya tidak begini. Apakah ada relasi kuat antara kemenangan salah satu kandidat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Manado dengan diketuknya APBD-P Manado?.Â
Perlu telaah mendalam untuk kepentingan transparansi publik. Lembaga DPRD Manado harus mempertanggung jawabkan ini ke masyarakat Manado. Seperti 'Gurita Tikala', peristiwa politik ini akan dikenang sepanjang massa. Kita berharap ada dialog yang serius antara Pemkot Manado dan DPRD Manado.
Konstalasi yang tengah terjadi di internal DPRD Manado ini membuat teringat apa yang disampaikan Leo-Zu, seorang filsuf dari Tiongkok yang menyampaikan dia yang tahu, tidak berbicara. Dia yang berbicara, tidak tahu. Tentu semua kita tak menghendaki agenda pembangunan masyarakat terbengkalai. Wakil rakyat teruslah merakyat. Seperti ajakan Iwan Pals, dalam penggalan lirik lagu yang dinyanyikannya bahwa jangan ragu jangan takut karang menghadang, bicaralah yang lantang jangan hanya diam. Bicaralah untuk hal-hal yang benar, demi rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H