Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penolakan UU CK, Covid-19, dan Kepentingan Kemanusiaan

9 Oktober 2020   18:32 Diperbarui: 11 Oktober 2020   09:01 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buktinya demo dengan melibatkan kerumunan massa. Pihak penegak hukum pun seperti melakukan pembiaran. Unjuk rasa yang digambarkan sebagai ledakan demokrasi ini terjadi serentak, Kamis 8 Oktober 2020. Dengan spirit kolektif membela kepentingan kemanusiaan, rakyat yang direpresentasikan mahasiswa, kaum buruh dan kelompok termarginal rama-ramai turun jalan menyampaikan aspirasinya.

Mereka menolak omnibus law yang dinilai mencederai kepentingan publik. UU CP dicurigai menjadi pintu masuk bagi pekerja asing dan investor asing dalam melakukan agresi kepentingannya di Indonesia. Kalau kita cermati disatu sisi, ternyata penerapan disiplin COVID-19 masih longgar. Kadar kemampuannya lebih dibawah level dibanding perjuangan kepentingan kolektif seperti digambarkan dalam demo massa menolak UU CK di Indonesia. 

Setidaknya resistensi publik ini menjadi peta jalan untuk kita lebih merdeka dari cerita-cerita menyeramkan tentang bahaya COVID-19. Kekhawatiran untuk berkumpul melakukan diskusi, berbaur dalam kerumunan. Cukup lama kita terseret, dan seolah tersesat dalam skema ketakutan untuk bersosial. Rakyat disodorkan larangan berdekatan fisik, harus berjarak (social distancing), sehingga masyarakat menjadi anti-sosial. Dilarang berkerumun seperti tahun-tahun sebelum COVID-19. Aksi massa menolak UU CK menandakan kita mulai merdeka dari larangan berkerumun.

Seperti yang tercapture, ini beberapa tuntutan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang disampaikan dalam unjuk rasa belum lama ini. Diantaranya, UMK bersyarat dan UMSK dihapus. Buruh menolak keras kesepakatan tersebut. Berikut, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Dengan rincian, 19 bulan dibayar pengsuaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Selanjutnya, PKWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup. Kemudian, Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Waktu kerja tetap eksploitatif. Buruh menolak jam kerja yang eksploitatif. Setelahnya buruh menolak hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. Setelahnya, karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang. Inilah yang menjadi substansi penolakan buruh terhadap UU CK.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun