Masing-masing kita yang ngakunya 'umat' tidak tuntas dengan dirinya sendiri. Masih saling curiga dan buruk sangka. Jadinya makin jauh cita-cita keumatan itu direalisasikan. Harus saling iklas juga untuk melahirkan kepemimpinan yang benar-benar kita percaya mampu memperjuangkan kepentingan umat. Menjadi mediator, pemberi solusi dan bersama umat jika masih ada umat yang kesulitan secara ekonomi, seperti penggalan kisah Sayyidina Umar bin Khattab yang siap dan rela kelaparan jika rakyatnya masih ada yang lapar. Makan belakangan, disaat rakyatnya sedang berpesta makan dan tidak kelaparan lagi. Begitulah yang kita rindukan.
Minimal tak sampau total seperti Umar, mendekatinya juga sudah cukup di era modern saat ini. Mirisnya yang ada begitu samar-samar kita melihatnya pemimpin idaman seperti itu hari ini ada di Kota Manado. Dan harus tuntas dalam pikiran kita bahwa yang lebih mudah adalah kita menyatu karena dorongan gagasan besar persatuan. Tidak atas dorongan kepentingan sesaat, apalagi hanya ajakan-ajakan figur yang sebetulnya adalah figura saja. Walau pun saat ini masih ada figur umat di Kota Manado masih dapat diteladani ucapan dan perubatannya.
Meski begitu tetap gagasan menjadi elemen penting untuk menyatukan kita. Karena ketokohan seseorang itu karena kuatnya gagasan yang diperjuangkannya, bukan omong-kosong semata. Betapa tak ada nilainya lagi bila seorang yang mengaku tokoh tapi tampil tanpa ada ide atau gagasan yang menyatukan. Gagasanlah yang menjadi titik temu, jembatan pemersatu umat. Sehingga suatu kelak, bisa saja umat kehilangan tokoh karena tak Allah menjemput, kita masih diwariskan gagasan tokoh yang luhur dan agung. Rohnya tidak akan hilang, masih bisa kita amalkan dari generasi ke generasi.
 Saking urgennya politik keumatan, para Nabi dan Rasul telah mengajarkan kita dalam sejarah yang kita baca. Bahwa bagaimana pun kuatnya perubahan dari akar rumput kalau tidak ditopang perubahan dari level kekuasaan, maka akan rapuh. Tidak berjalan dengan baik. Itu sebabnya, politik keumatan menjadi kata kuncinya. Umat harus mengambil ruang kekuasaan untuk mengabdikan diri, berbuat bagi banyak orang dan mewujudkan, mempelopori perubahan yang maju. Hanya dengan itu kepemimpinan menjadi bermanfaat.   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H