Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ujian Demokrasi dan Petaka Pilkada

10 Juli 2020   06:28 Diperbarui: 13 Juli 2020   18:18 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dari rahim, demokrasi itu harus dilindungi dan dipelihara. Rohnya yang menyentuh tentang kolektifitas, gotong royong perlu dihidupkan. Demokrasi bukanlah jalan sunyia. Itu sebabnya, perlu dihidupkan dengan percakapan-percakapan yang bermutu, menggairahkan akal sehat kita. 

Tak ada wacana atau praktek demokrasi yang sepi dari protes, perbedaan pendapat, saling interupsi serta 'keributan'. Ya, demokrasi identik dengan 'pesta' keramaian. Tapi tetap berkualitas, tidak menghalangi atau mengurangi esensinya. Ramai tapi santun, tumbuh dengan rukun dan toleransinya.

Jangan memelihara pandangan yang anti terhadap perbedaan pikiran, hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip demokrasi.

Dinamika demokrasi itu mengakomodasi perbedaan, pro dan kontra itu menjadi keistimewaan demokrasi. Seperti yang demikian merupakan dinamika, keniscayaan dalam berdemokrasi.

Dalam pemikiran demokrasi tidak melanggengkan kemapanan pikiran tertentu, melainkan mengakomodir kemajemukan pendapat. Melalu alur musyawarah mufakat perbedaan itu difilter, lalu diikat dalam sebuah pandangan bulat persatuan dan konsensus.

Sekali lagi demokrasi bukanlah jalan sunyi. Demokrasi nyaris mati premature bila segala urusan publik, terutama tentang memilih pemimpin telah melalui by-skenario. Segelintir orang tertentu yang telah mengetahui dan menyetel kemenangan, akhirnya kemauan publik dipaksakan untuk dirubah sesuai kemauan segelintir orang tersebut.

Risikonya rekayasa, pemaksanaan kehendak dan praktek menghalalkan segala cara dilakukan demi memuaskan birahi politik. Bagi masyarakat yang berakal sehat, tentu akan melawan cara-cara yang anti demokrasi semacam itu.

Spirit kebersamaan dan persaudaraan demokrasi harus dikokohkan. Kita bangun, lantas menghidupkannya dalam tiap rutinitas berdemokrasi dengan melakukan tindakan edukasi-literasi. Bila para aktivis mahasiswa, pegiat demokrasi dan para ahli berdiam diri, pasra melihat aksi para bandit perusak demokrasi dengan memamerkan uang dalam tiap Pilkada, berarti sama saja kita ikut membunuh demokrasi.

Sama halnya kaum kreatif minority ini menjadi bagian daripada pengrusakan demokrasi. Artinya apa?, rasionalitas itu tak boleh dibunuh, kita harus meluruskan dan melawan kesewenang-wenangan atas nama apapun.

Praktik memelihara oligarki kekuasaan dan politik dinasti juga merupakan model penyiksaan demokrasi. Demokrasi menjadi "mati muda" kalau nafas oligarki, geng politik serta politik keluarga masih dibiarkan menghirup udara demokrasi dengan cara mereka.

Musuh bersama masyarakat demokrasi sebetulnya adalah praktek transaksi jual beli, kapitalisasi dan politik dagang sapi, bukan malah ikut-ikutan menghidupkannya. Menjadi jongos, follower dari para pemodal pengendali demokrasi merupakan penghianatan terhadap demokrasi itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun