Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kurangi Basa-basi Politik, BPJS Kesehatan Memberatkan

15 Mei 2020   13:31 Diperbarui: 15 Mei 2020   16:29 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepres yang diteken Presiden Joko Widodo, Selasa (5/5/2020) tentu menyakiti hati rakyat. Karena hal itu sudah tentu memberatkan. Kenapa Presiden setengah itu? Di musim COVID-19 masih saja mempersulit rakyatnya sendiri.

Dalam Pasal 34 pada Perpres dijelaskan soal kenaikan iuran dilakukan untuk Kelas I dan Kelas II Mandiri, di mulai Juli 2020. Berikut ini rinciannya, untuk Kelas I dari Rp. 80.000 naik menjadi Rp. 150.000, untuk Kelas II dari Rp. 51.000 meningkat menjadi Rp. 100.000. kemudian, Kelas III dari Rp. 25.000 dinaikkan menjadi Rp. 35.000, (berlaku tahun 2021). Situasi ini tidak mudah dihadapi rakyat Indonesia.

Negara diharapkan memberi pelayanan yang prima. Pendidikan gratis berkualitas, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, ternyata hanya menjadi mimpi-mimpi manis rakyat Indonesia. Kondisi riilnya terbalik.

Rakyat diperas melalui produk kebijakan pemerintah. Sarana pendidikan misalkan, dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT) kurang memadai, tapi rakyat tetap diminta pungutan. Entah dengan istilah uang komite atau Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Esensinya rakyat belum diberikan kebijakan yang gratis. Padahal sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di pasar atau tempat-tempat umum perkotaan, rakyat tetap membayar parker, retribusi dan bea lainnya. Semua penarikan itu kebanyakannya yang legal datang dari pemerintah. Anehnya, fasilitas kebijakan juga diminta pungutan.

Kita hidup di Negara yang serba dibayar, tidak gratis. Menyedihkan hidup kita sebagai rakyat Indonesia. Contoh lain, seperti penanganan penyebaran COVID-19 melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bansos atau istilah lainnya, tetap saja itu uang rakyat. Sayangnya, masih sering ''disunat'' oknum aparat pemerintah dengan alasan biaya administrasi dan macam-macam lainnya.

Di saat rakyat hidup dengan segala pungutan, oknum aparat pemerintah memanfaatkan ruang-ruang tersebut untuk merampok. Praktek mencari keuntungan melalui korupsi masih dilakukan secara terselubung. Luar biasa, seperti adanya pembunuhan tersistematis dilakukan untuk rakyat sendiri. Rakyat, terutama kaum pekerja (buruh) dianggap seolah-olah mesin pencari uang, didesain sedemikian rupa untuk diperas.

Atas nama Negara dan perundang-undangan, semua dilakukan, lantas rakyat menjadi objek dari perlakuan curang tersebut. Diskriminasi masih saja ada. Pekerja pertambangan misalkan, atau di perusahaan-perusahaan milik Tenaga Kerja Asing (TKA), rakyat lokal dihargai dengan upah dibawah standar. Sementara pekerja Asing diberikan gaji yang besar, melimpah ruah, dan seperti lebih diistimewakan.

Lalu pemerintah kita sedang berbuat apa?, jangan diam. Rakyat membutuhkan ketegasan dan pembelaan. Kepada siapa lagi mereka akan mengadu, kalau bukan pada pemerintah Republik Indonesia?

Jangan dibiarkan situasi ketimpangan itu berlanjut. Bila pemerintah benar-benar berpihak dan cinta terhadap rakyatnya. Segeralah carikan solusi, tingkatkan kesejahteraan rakyat. Biar kita tidak menjadi pembantu di rumah sendiri.  

Pernahkah terlintas dalam benak elit pemerintah kita, ada rakyat Indonesia yang makan satu kali saja dalam sehari. Padahal, Ahli Gizi Agatha S.Gz, mengatakan frekuensi makan ideal orang dewasa dalam satu hari adalah lima kali dalam sehari. Itu dilakukan sebagian rakyat kita bukan karena alasan penghematan, melainkan karena kebutuhan anggaran (uang) mereka yang pas-pasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun