Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menginterupsi Kematian Partai Politik

12 Januari 2020   18:09 Diperbarui: 13 Januari 2020   14:38 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, merawat parpol (Dokpri)

Tak perlu menggali kuburannya. Kematian partai politik (Parpol) lambat laun mulai terlihat, nampak. Indikasinya mudah terbaca, sejak dari friksi internal. Pengingkaran terhadap pranata, regulasi dan tradisi parpol dilakukan.

Praktek berdemokrasi dijadikan dekorasi, seperti proses ritual dan ceremony belaka. Pemilihan Ketua Umum Parpol, yang diributkan bukan soal narasi besar memajukan parpol. Melainkan rebutan posisi struktural.

Pertikaian kepentingan yang kelihatan bersifat jangka pendek. Faksionalisasi dan benturan kepentingan yang kelihatan dipermukaan. Keributan, heboh dan konsumerisme transaksional yang dipamerkan ke publik. Agenda Musyawarah Nasional parpol, misalnya begitu memakan anggaran puluhan bahkan ratusan miliar.

Pesta pora demokrasi, pertikaian kepentingan yang terblowup ke media massa. Ditengah hiruk pikuk itu, ada suasana kering dan kekosongan gagasan pencerahan. Tergambar kesunyian visi konstruktif, ketokohan para pimpinan parpol hanya menjadi elemen pelengkap, bukan yang prioritas.

Yang primer dalam menjawab kebutuhan parpol malah seteru gerbong. Dan pendekatan yang digunakan ialah memajukan pemimpin yanglebih besar modalnya (kapital), ketimbang besar ide.

Walau kekurangan pikiran bermutu, jika punya resource anggaran, maka dialah yang akan menjadi Ketua Umum Parpol. Praktek pragmatisme di pasar politik dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja, begitu ironis.

Padahal, itu tabu. Mencederai demokrasi kita yang penuh dengan proses keadilan, kebersamaan, persatuan dan nilai moralitas. Terdeteksi pula bahwa hulu dari segala bencana politik dan pengrusakan demokrasi adalah bermuara dari dalam pratai politik itu sendiri.

Kebiasaan transaksional itu akhirnya diadopsi, menjadi hal lumrah dalam praktek politik yang lebih luas, ke masyarakat disaat Pemilu. Itu sebabnya, pentingnya mengelola partai politik secara profesional dilakukan. Guna menginterupsi kematian parpol.

Jangan membuat parpol tampil seperti tanpa ideologi. Sedangkan platform partai itu penting. Disana terdapat orientasi, prinsip sekaligus grand narasi yang akan dibumikan parpol. 

Dalam pemikiran politik memang kita menemui keberagaman cara tukar kepentingan dilakukan, konflik, dan kekuasaan digadaikan. Juga menjadi saling kompromi kepentingan.

Dialektika politik harus terorganisir, bukan menjadi liar tanpa arah. Ingat, politik mengejar target kesejahteraan, membawa keadilan dan meningkatan peradaban bermasyarakat. 

Tidak lagi berkutat sebatas pada logika barter kepentingan sesaat. Cara menjaga marwah parpol, tentu mengharuskan elit parpol bergegas maju berfikir keras dan bertindak besar demi kemajuan.

Jangan ikut diam tergerus tradisi politik modernisme dan pragmatisme politik. Mengelola partai politik, tak seperti mengelola perusahaan prinadi atau memperpanjang dinasti kerajaan. Parpol memerlukan kaderisasi, karena ia sebagai saran publik. Maka dengan itu diperlukan kritik publik.

Jangan menjerumuskan parpol pada rung anti kritik, dan terbawa arus sehingga menjadi kesepian terhadap lalu lintas pertukaran visi yang tajam. Ada kritik, bertanda parpol itu sehat. Dinamika dan konflik gagasan yang bermutu dalam demokrasi adalah cara terbaik menghidupkan parpol.

Selain itu, parpol juga sebagai wadah merekrut kader-kader terbaik bangsa, diperlukan pemimpinnya yang berfikir inklusif. Yang beragam datangnya, baik dari kelompok nasionalis, agamawan religius, budayawan, intelektual, bisnisman, maupun ekstrimis radikal, menjadi potensi parpol. 

Semua dari mereka adalah asset parpol. Mereka harus tertip dan rapi berada dalam naungan ideologi parpol. Itulah indahnya keberagaman, parpol juga berperan menjadi miniatur Negara.

Karena itu, segala kepentingan strategis menjadi perlu dibahas secara berkualitas. Seperti itu juga, parpol menjadi perpanjangan tangan di eksekutif dan di legislatif harus merawat komunikasi politik dengan kader-kadernya.

Mereka yang diusung bertarung di puncak pimpinan eksekutif, biasanya akan ''sujud menyembah'' parpol yang merekomendasi mereka. Kekuatan ini tersebut perlu dikelola demi kemaslahatan banyak orang.

Kaki tangan parpol, mata telinga dan mulut parpol tentu ada. Banyak, bahkan beragamdalam pembagian tugasnya. Ketika parpol gagal dikelola, yang ada hanyalah lahirlah ritme yang bersifat anti demokrasi. 

Oligarki dan politik dinasti bermunculan jadi alternatif. Sulit dibendung dominasinya. Dan hal itu akan menjadi penyakit menular, berbahaya dalam tubuh demokrasi kita.

Seperti kanker ganas, menjangkiti, berjejaring dan bibit-bibitnya direproduksi, mematikan. Akhirnya parpol yang merupakan sarana publik, direduksi fungsinya menjadi hak milik privat.

Oligarki itu racun parpol, yang harus dibabat habis. Bukan sekedar direkayasa, diganti wajahnya, tapi diberantas. Perlu penanganan spesial, yakni dikarantina, menjinakkan, dan perlakuan seperti menggugah kesadaran para pengagum politik dinasti untuk bertobat.

Berhenti menggunakan pendekatan kompetisi destruktif atau konfrontasi kepentingan, mari lakukan perbaikan parpol.

Harusnya metode yang dipakai yaitu lebih persuasif, edukatif. Saling merangkul, lalu buatlah rumusan cara kerja kolaboratif membesarkan parpol. Karena semua kita punya plus-minusnya. Kalau niat membesarkan partai, kedepankan konsolidasi sinergis, tanpa diskriminasi.

Tidak hanya itu, tema-tema revitalisasi dan recovery parpol menjadi penting dalam tiap agenda Musyawarah Nasional parpol. Jangan saling menegasikan, bagaimana pun cara itu yang melahirkanpertarungan dan konflik berkepanjangan.

Disparitas yang akan kita tuai, bukan kesuksesan berdemokrasi. Perbaikan tatanan politik yang didapat malah disintegrasi. Konsekuensinya, parpol yang besar lambat laun tereliminir menjadi kecil dan hilang kekuatannya. 

Keutuhan, kekompakan parpol yang menjadi kebanggan para kader berubah sekedar kenangan.

Frame Menyelamatkan Parpol

Ada pelaku sejarah dalam sebuah parpol. Ada aktor intelektual (intelectual dader), ideolog, eksekutor, ada martil. Terdapat pula dinamisator atau negosiator atau diplomat ulung, ada tukang ''provokator'', seperti itulah kemewahan kader parpol. 

Mereka yang pandai mengelola isu dan bermain agitasi propaganda, pun ada. Seluruh kemajemukan, keunikan itulah yang menjadi sumber daya parpol. Sehingga harus dikelola dengan baik dan benar.

Ada yang berperan sebagai bumper, menangkis segala tuduhan. Ekspresi sentimen, kecurigaan dan serangan menjatuhkan terhadap agenda parpol yang dijalankan, tentu perlu figur yang menangkal. 

Tak hanya itu, di internal parpol juga ada kader yang mahir menjadi ''peselancar'', tukang buat onar yang mendapatkan berkah politik bila terjadi konflik internal.

Seperti pedati. Perjalanan parpol harus dipastikan berada dalam kompas yang sesuai arah, salut terpaut. Tidak misorientsi, dan berputar pada masalah saja. 

Pastikan bahwa arah pergerakan parpol diikuti seluruh kader, dan mengalami kemajuan. Hindari politik pecah-belah di internal parpol. Seperti bidak dalam permainan catur, para kader parpol melakukan manuver, dikorbankan dan lain-lain. 

Tugas mobilisasi gagasan karena diperintah, mereka pun sering rela melakukan perjuangan tertentu tanpa diperintah. Tugas representatif juga kadang perlu. Sebagai trik dalam menghidupkan dan melibatkan para kader untuk sebuah kemenangan.

Di lain pihak, menyelamatkan parpol memang harus membangkitkan kesadaran kolektif. Motornya adalah melahirkan musuh bersama, diantaranya. Sekaligus mengeratkan komunikasi politik internal melalui pertemuan-pertemuan berkala. 

Rapikan kekuatan dengan membuat kanal berupa forum-forum diskusi tematik, agar kader-kader parpol punya pemahaman yang seragam tentang idelogisasi parpol, tidak kosong pikirannya.

Mereka tumbuh dengan pikiran berkualitas. Diasah, mengerti arah dan ideologi partai politik. Mereka juga akan berkembangmelestarikan kaderisasi, mempertontonkan sikap dewasa, demokratis dalam merawat regenerasi. 

Mengajak dan mengajarkan kader parpol untuk patuh, menghargai proses, sehingga kelak tidak menjadi kader parpol yang instan. Pentingnya para kader parpol yang punya pengalaman diberi ruang berekspresi, berkarya dan bersaing untuk urusan konstruktif. 

Parpol akan besar dan kuat, bilakader-kadernya dibuatkan jejaring. Sebagai sarana saling transfer pengetahuan, pelatihan berjenjang di internal parpol harus terus digelorakan, dikerjakan programnya bukan sekedar rutinitas dan upaya menggugurkan kewajiban programatik. 

Namun, lebih dari itu adalah usaha sadar untuk melahirkan kader-kader terbaik parpolyang dipersiapkan kedepan agar dapat memimpin Negara Indonesia tercinta.

Kerangka berikut dalam menyelamatkan parpol ialah memberi ruang yang proporsional kepada para kader di tingkat distribusi struktural kepengurusan. 

Berikan pekerjaan atau suatu tugas kepada yang ahlinya. Dalam konteks pembagian job description harus dimaksimalkan betul. Supaya para pengurus parpol masing-masing mengetahui kerjanya.

Pendelegasian wewenang, distribusi tugas sesuai dengan spesifikasi keilmuan dan keahlian kader, perlu diperhatikan. Karena dengan begitu, memotivasi mereka para kader parpol ini menjadi inovatif. 

Mereka akan menunjukkan kreativitas dan kompetensinya. Para kader potensial jangan ''di kandang''. Sebab memenjarakan mereka dan mengisolasi kualitas mereka merupakan ancaman bagi parpol.

Sekalipun berbeda haluan politik di Musyawarah Nasional, kader potensial harusnya diberdayakan. Kecakapan dan kemampuan pemimpin parpol perlu lihai membaca situasi ini, jangan terjebak dengan konflik kepentingan, lalu merugikan kemajuan parpol. Untuk kepentingan kolektif, maka pimpinan parpol perlu sekali lagi menggunakan pendekatan politik akomodatif. 

Dalam amatan saya, memang sejauh ini masih sangat minim, politik akomodasi kepentingan ini dilakukan elit parpol. Biasanya, yang rival dalam tarung kepentingan, akan berada diluar struktur kepengurusan, meski mereka kader andalan.

Cara seperti itu sebetulnyamerugikan parpol. Sudah saatnya paradigma kepemimpinan parpol dirubah. Jangan habiskan energi dengan perang kepentingan. 

Sebaiknya, kompromi, saling memaafkan, memaklumi dan politik akomodasi diambil sebagai jalan kearifan berpolitik. Sebab dengan begitu, membuat kekuatan parpol tertentu makin kokoh. 

Sulit dipecah-belah kepentingan eksternal. Intervensi terhadap kekuatan internal tak mampu dilakukan agen asing. Para elitnya akan ditandai sebagai politisi yang dewasa, dihormati tentunya atas sikap semacam itu.

Selesaikan segala percakapan yang berpotensi merusak keutuhan dengan komunikasi politik. Politik perlu tabayyun, janganikut birahi dan emosional politik, kemudian saling beradu kekuatan, sampai akhirnya kepentingan parpol diabaikan. 

Ketika perbaikan itu dilakukan bertahap, yakinlah perubahan dan kejayaan akan dirasakan parpol tersebut.

Potensi perpecahan parpol dikelola menjadi kekuatan yang makin mempersolid para pengurus parpol dan simpatisannya secara umum. Jadi politisi, tak boleh kaku berkomunikasi. 

Tak boleh juga takut atas gertakan, atau pula terbang dengan pujian-pujian yang menjebak. Metode menginterupsi kematian parpol adalah bersegeralah untuk bersatu. Lepas atribut ego sentris dan simbol geng politik, bersandar pada implementasi visi besar parpol secara massif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun