Tidak lagi berkutat sebatas pada logika barter kepentingan sesaat. Cara menjaga marwah parpol, tentu mengharuskan elit parpol bergegas maju berfikir keras dan bertindak besar demi kemajuan.
Jangan ikut diam tergerus tradisi politik modernisme dan pragmatisme politik. Mengelola partai politik, tak seperti mengelola perusahaan prinadi atau memperpanjang dinasti kerajaan. Parpol memerlukan kaderisasi, karena ia sebagai saran publik. Maka dengan itu diperlukan kritik publik.
Jangan menjerumuskan parpol pada rung anti kritik, dan terbawa arus sehingga menjadi kesepian terhadap lalu lintas pertukaran visi yang tajam. Ada kritik, bertanda parpol itu sehat. Dinamika dan konflik gagasan yang bermutu dalam demokrasi adalah cara terbaik menghidupkan parpol.
Selain itu, parpol juga sebagai wadah merekrut kader-kader terbaik bangsa, diperlukan pemimpinnya yang berfikir inklusif. Yang beragam datangnya, baik dari kelompok nasionalis, agamawan religius, budayawan, intelektual, bisnisman, maupun ekstrimis radikal, menjadi potensi parpol.Â
Semua dari mereka adalah asset parpol. Mereka harus tertip dan rapi berada dalam naungan ideologi parpol. Itulah indahnya keberagaman, parpol juga berperan menjadi miniatur Negara.
Karena itu, segala kepentingan strategis menjadi perlu dibahas secara berkualitas. Seperti itu juga, parpol menjadi perpanjangan tangan di eksekutif dan di legislatif harus merawat komunikasi politik dengan kader-kadernya.
Mereka yang diusung bertarung di puncak pimpinan eksekutif, biasanya akan ''sujud menyembah'' parpol yang merekomendasi mereka. Kekuatan ini tersebut perlu dikelola demi kemaslahatan banyak orang.
Kaki tangan parpol, mata telinga dan mulut parpol tentu ada. Banyak, bahkan beragamdalam pembagian tugasnya. Ketika parpol gagal dikelola, yang ada hanyalah lahirlah ritme yang bersifat anti demokrasi.Â
Oligarki dan politik dinasti bermunculan jadi alternatif. Sulit dibendung dominasinya. Dan hal itu akan menjadi penyakit menular, berbahaya dalam tubuh demokrasi kita.
Seperti kanker ganas, menjangkiti, berjejaring dan bibit-bibitnya direproduksi, mematikan. Akhirnya parpol yang merupakan sarana publik, direduksi fungsinya menjadi hak milik privat.
Oligarki itu racun parpol, yang harus dibabat habis. Bukan sekedar direkayasa, diganti wajahnya, tapi diberantas. Perlu penanganan spesial, yakni dikarantina, menjinakkan, dan perlakuan seperti menggugah kesadaran para pengagum politik dinasti untuk bertobat.