Politisi harus dinamis, tak stagnan dalam level peningkatan kualitas diri. Perlu mengembangkan kapasitas secara intensif. Tidak boleh mengganti kulit menjadi tukang adu domba masyarakat, jadilah cahaya yang menerangi masyarakat.Â
Usaha nyata yang dapat dilakukan juga selain menjalankan fungsi sebagai politisi, yaitu mengaktualisasikan etika politik. Jauhkan diri dari sikap politisi yang bergerak serampangan, brutal dalam komunikasi politiknya.
Ketika semua politisi tau etika politik, tentu dunia politik aman. Tanpa ada lagi pertentangan, hilanglah praktek-praktek diskriminasi dan perlakuan tidak adil antara sesama masyarakat.Â
Tentu kita optimis bila kesadaran politik dibangun diatas etika politik, maka perbaikan akan dirasakan hasilnya. Rute politik menjadi terang, jauh dari kegelapan politik yang penuh konspirasi jahat. Politik itu harus berangkat dari proses pencerdasan, seorang politisi harus berlaku adil dari dirinya.
Kemudian, ditularkan keadilan itu di tengah-tengah masyarakat. Tanpa terasa peradaban politik akan mengalami pemulihan, masyarakat makin meningkat kesadaran politiknya.Â
Tidak lagi ribut saling menyalahkan, klaim kebenaran akan mereka tinggalkan. Beralih ke ruang-ruang dialektika politik yang lebih bermanfaat.Â
Politik itu ada nilainya, bukan tanpa nilai. Moralitas, etika, keadilan dan kebenaran umum inilah yang menjadi kemewahan politik. Jangan dikerdilkan atau ditinggalkan.
Politisi memang tidak harus mengkultuskan dirinya juga. Mereka harus pandai beradaptasi, mendengar jeritan dan keluhan masyarakat lalu diperjuangkan.Â
Politisi yang baik adalah pendengar yang baik, serta pekerja bagi kepentingan masyarakat. Apalagi yang telah menjadi legislator atau wakil rakyat, mereka ini babu, ia pelayan bagi masyarakat. Bukan bosnya masyarakat, walaupun fenomena pelayan publik jarang diperlihatkan para wakil rakyat. Â