Permusuhan, saling fitnah, pelarangan dibangunnya rumah ibadah dan pembubaran ibadah agama tertentu tak akan lagi kita temui. Pemikiran tentang tiap agama mengajarkan hal-hal inklusif perlu kiranya dihidupkan, jangan dinafikkan atau disimpan itu. Islamophobia dan kristenophobia termasuk kampanye menyesatkan. Propaganda yang membuat kita saling bermusuhan antara pemeluk agama.
Berarti penting kita membangun kesadaran agar membentengi arus pemikiran itu. Karena bila kekhawatiran yang berlebihan itu menjadi bibit produktif yang dicangkokkah ke pikiran masyarakat kita, yakinlah masyarakat Indonesia dengan mudah dibenturkan. Salah satu tantangan pemerintahan Jokowi di periode keduanya ini diantaranya adalah menghentikan phobia tersebut.
Kalau ditanya satu persatu soal pemahaman kemajemukan dan pengakuan atas perbedaan, kita pasti mengaku semua paling mengagumi atau berada didepan membela keberagaman. Itu telah tuntas sebetulnya.Â
Yang menjadi tugas kita adalah menumbuhkan kesadaran beragama. Karena jangan-jangan kriminalitas, kerusuhan dan konflik sosial yang terjadi disebabkan kita kurang taat menjalankan perintah-perintah agama?. Layak kiranya kita periksa kecurigaan atas itu.
Berdirilah menjadi generasi yang mencerahkan pikiran kita masing-masing. Sebelum menjadi lilin yang membakar dirinya guna menerangi lingkungan sekitar, kita perlu penyucikan pikiran sendiri.Â
Bertanya pada diri sendiri bahwa kita telah rela terhadap adanya keberagaman atau belum? Kalau merasa sudah rela, berarti tidak perlu mempolemikkan perbedaan keyakinan beragama tiap-tiap diantara kita. Tidak ada lagi Islamophobia atau Kristenophobia.
Mari kita kembali menuju area wisata beragama. Menjernihkan pikrian, mencerahkan ingatan dan menjadi pemberi kabar kebaikan. Kalau Niccolo Machiavelli dalam buku Diskursus menyuarakan tentang kebebasan 'bila Negara dalam bahaya, warga Negara yang baik harus berbakti atas nama moralitas tertinggi'.Â
Bermula dari ia membandingkan kebajikan masyarakat pagan (paganisme) perihal kewarganegaraan dengan standar pribadi dan religius Kristiani.
Setidaknya kita warga Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat merestorasi kesadaran melalui ketaatan beragama pula. Intisari yang luar biasa, perlu diambil dari buku Machiavelli itu.Â
Dari taat beragama kita pasti lebih disiplin, takut korupsi, takut maker, takut berdusta, takut menyalahgunakan kekuasaan, takut berhutang, takut mengobral janji yang tak mampu ditepati dan seterusnya.
Merujuk pada pendapat Emha Ainun Najib, seorang seniman dan budayawan Indonesia bahwa agama itu diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri, dan menata alam, menata sejarah, kebudayaan, sampai politik. Melalui pemahaman itu, maka kalau kita istiqomah menjadi pemeluk agama tentu segala urusan keduniaan tersebut menjadi lancar diwujudkan. Tanpa ada lagi permasalahan berarti.