Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buzzer, Kemakmuran Jadi Dagelan Politik

21 November 2024   12:40 Diperbarui: 21 November 2024   17:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Amas (Sumber: Dokumen pribadi)

Demi simpati masyarakat, para politisi bersaing untuk menciptakan gimik. Rebutan membuat kemasan atau pencitraan yang unik dan mudah diingat masyarakat. Persaingannya bukan pada ranah yang esensial. Padahal seharusnya yang disajikan ke jantung kebutuhan masyarakat yaitu tema peningkatan kesejahteraan, penegakan hukum tanpa tebang pilih, pemerintahan yang anti KKN, kemanusiaan, dan keadilan.

Dampak sistemik dari masyarakat yang dicekoki informasi hoax, membuat masyarakat lebih mempercayai media sosial ketimbang realitas sosial. Inilah masyarakat post-truth. Mereka menjadi korban dari praktek framing media massa. Tak heran akibat dari kebrutalan para buzzer para tokoh yang dihormati masyarakat menjadi rusak reputasi dan kredibilitasnya.     

Kalau kita insert dalam kehidupan masyarakat Maluku Utara yang dikenal menjunjung tinggi ''adat se atorang'' yang bersumber dari Al-qur'an dan Sunnah Rasulullah. Kita warga pribumi Maluku Utara memahami bahwa adat se atorang adalah hukum ilahi yang harus diterapkan manusia. Kita meyakini manusia dibatasi oleh sejumlah aturan agar terjadi keselarasan dan keseimbangan hubungan antar sesama.

Masyarakat Maluku Utara tidak boleh tercerabut dari adat se atorang. Di sini kita diajarkan tentang bagaimana manusia Maluku Utara menjaga hubungan antara manusia, sang pencipta, dan alam semesta. Tidak boleh hidup dalam praktek diskriminasi. Itu sebabnya, toleransi bagi orang-orang Maluku Utara bukan bab yang baru. Kita sudah tuntas sejak dalam kandungan.  

Para leluhur kita, mereka yang kita banggakan telah mengajarkan tentang Syariat, Tarekat, Makrifat, dan Hakikat yang menjadi empat tingkatan spiritual dalam Islam. Generasi Maluku Utara yang mengenali sejarah tidak buta membaca masa lalu akan memahami betapa pentingnya identitas budaya itu dijaga. Jangan mau dirongrong, didongkel, dan diruntuhkan dari kebesaran identitas budaya kita.

Arus modernitas yang berkiblat pada pemikiran dan gaya hidup Barat juga sedang mekar-mekarnya di Maluku Utara, terlebih bercokol masuk dalam kancah Pemilihan Gubernur Maluku Utara tahun 2024. Sebagai anak muda yang waras kita tentu menolak menjadi budak dan tumbal modernitas. Dimana mereka hanya mengandalkan uang untuk menghancurkan identitas budaya masyarakat lokal.

Ini menjadi agenda para penjajah gaya baru. Sayang terhadap daerah kita yang kaya dan dikenal luas karena kekayaan sejarah masa lalunya. Ketika masyarakat terpengaruh dan memilih pemimpin boneka oligarki (kapitalis), maka kita akan terima akibatnya dikutuk sejarah. Akan datang bencana. Masyarakat perlu mengenal calon pemimpinnya lebih dalam, jangan memilih yang menggunakan politik uang.

Optimis bahwa yang kita pilih adalah pemimpin daerah, yang mampu memimpin semua masyarakat Maluku Utara. Bukan memilih pimpinan Perusahaan. Bukan memilih siapa yang banyak uang. Pilih yang benar-benar pemimpin yang rekam jejaknya jelas. Ketika masyarakat salah memilih, yang akan lahir yaitu pemimpin traumatik, pemimpin bermental rentenir yang mau untungnya saja. Itulah pemimpin gadungan, yang sok tau dan berupa-pura menjadi dermawan saat Pilkada. Model pemimpin seperti ini akan melipat gandakan kekayaannya.

Karena bagi mereka uang, kekayaan, dan memonopoli harta benda adalah segalanya. Mereka tidak memusingkan diri dengan isu-isu strategis menyelamatkan masyarakat Maluku Utara dari kemiskinan ekstrim. Mereka nantinya lebih menghormati investor asing ketimbang masyarakatnya sendiri. Ketika tampil dalam pidato, kampanye politik membujuk masyarakat tak jarang mereka menjual janji. Mereka menciptakan ilusi kesuksesan. Membuat harapan-harapan palsu.

Begitu fulgar mereka menjadikan kemiskinan masyarakat sebagai alat retorika politik semata. Kesulitan yang dialami masyarakat hanya dimanfaatkan untuk menguntungkan mereka dalam hal meningkatkan citra dan elektabilitas. Ketika selesai berkuasa politisi seperti ini akan mengalami apa yang disebut lame duck (bebek lumpuh), yaitu politikus yang segera pergi (outgoing politician) ia kaget, tak mau menerima kenyataan.

Politisi seperti itu sangat mudah mengalami post power syndrome. Karena terlalu gila, dan kecanduan kekuasaan. Akhirnya ketika siklus kekuasaannya berakhir, tak lagi berada di tangannya ia linglung, seperti tidak menerima fakta yang terjadi. Untuk Maluku Utara sendiri, kita secara kolektif bertugas untuk membebaskan daerah ini dari pemimpin rakus bermental kapitalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun