Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Biarkan Oposisi Berkembang

20 November 2024   10:27 Diperbarui: 20 November 2024   14:17 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kehadiran oposisi (Foto: Islami.co)

Berbagai penyimpangan kerap kita temukan dalam praktek berdemokrasi di Indonesia. Fakta kelainan demokrasi atau penyimpangan (deviasi) yaitu adanya pemaksaan pandangan tentang ditiadakannya oposisi. Sungguh sebuah kerancuan yang kontradiktif dengan semangat demokrasi. Kenapa?, karena terjadi kerancuan dan anomali. Di satu sisi kita kerap membanggakan demokrasi, tapi bertindak anti demokrasi.

Oposisi hadir untuk mengontrol pemerintah. Dari oposisi, maka lahirlah balance of power. Tak hanya itu, oposisi mengukuhkan dan menjadi simbol dari sebetul-betulnya demokrasi di terapkan. Karena oposisi itu ''kemerdekaan'', kebebasan, dan kemajemukan. Demokrasi tanpa keberagaman, perbedaan, kebebasan pasti tak bernilai apa-apa.

Di era Presiden Prabowo Subianto, tentu oposisi diperlukan. Terutama kekuatan oposisi datang dari Parlemen (DPR RI dan DPD RI). Begitu pula dengan udara segar oposisi dari rakyat. Semua itu tidak boleh dikekang. Kita berharap tidak ada lagi peristiwa kriminalisasi pada rakyat yang sedang mengekspresikan kebebaran berpendapat, memprotes kebijakan yang merugikan mereka.

Spirit berdemokrasi harus dipahami secara menyeluruh. Dari posisi tersebut pemerintah dapat dinilai taat dan konsisten mengimplementasi nilai-niai demokrasi. Semua komponen rakyat harus mengevaluasi keberadaannya dalam merespon perbedaan pikiran. Begitu pula dengan perbedaan sikap politik, tidak boleh atas nama perbedaan ada rakyat yang dikriminalisasi.

Kesehatan demokrasi perlu dijaga. Cara menjaganya yakni melalui memuliakan, tidak tersinggung dengan kritik dan perbedaan pandangan. Yakinlah, dengan kedewasaan sikap kenegarawanan seperti itu maka demokrasi kita semakin berkembang maju. Semakin berkualitas, pemerintah akan mendapatkan simpati dan dukungan luas dari rakyatnya.

Lalu manfaat lain yang lebih dirasakan nantinya oleh rakyat adalah terdistribusinya kesejahteraan yang merata. Pemimpin juga tidak boleh mempertahankan mental pendendam. Itu salah satu penyakit kronis membahayakan pembangunan jika pemimpin kita masih terpenjara penyakit dendam. Buang jauh sakit hati yang ditemukan disaat kampanye.

Manakala seorang pemimpin terpilih, ia harus berfikir beberapa level di atas rakyatnya. Dari segi pengelolaan emosi, kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, kecerdasan ganda, dan pemimpin harus memiliki kecerdasan majemuk. Semua modal itu bukan sekadar dijadikan alat pencitraan. Termasuk integritas, kearifan pemimpin perlu diletakkan beberapa oktaf di atas rakyat.

Jangan sekali-kali pemimpin negara melarang adanya oposisi. Sebab larangan tersebut sama artinya sang pemimpin mau secara berlahan mematikan demokrasi. Biarkan bahkan diberi support agar oposisi tetap tumbuh dengan kritik tajamnya. Kita semua perlu clear memahami bahwa kritik beda dengan fitnah, kebencian, dan caci maki terhadap individu tertentu.

Beri ruang kepada oposisi agar terdidik, dan profesional memberikan kritik-kritiknya. Arahkan oposisi bisa tumbuh pada tempatnya, bukan dibungkam atau dimatikan. Dengan kekuatan oposisi kancah politik serta perjalanan pemerintah lebih bernuansa. Ya, lebih demokratis. Rumusnya seperti itu, bila oposisi mati, berarti demokrasi juga mati.

Tidak pantas kita berfikir pincang, picik, atau standar ganda. Dimana dalam situasi tertentu, pada posisi yang berbeda kita begitu mendorong oposisi tumbuh, namun dalam posisi yang berbeda lagi, kita malah antipati terhadap oposisi. Itu namanya tidak adil. Berfikirlah jangka panjang, jangan berfikir dua tiga langkah.

Berfikir jauh kedepan (think far ahead). Negara akan terus ada, meski manusia-manusianya berlahan satu persatu ''punah'' meninggalkan dunia, lalu diganti dengan manusia-manusia yang lain. Ingat legacy, trust, dan kehidupan sejarah mendatang. Kalau mau nama kita jelek, anak cucu kita malu mendengar cerita buruk tetang kita karena gagal merawat demokrasi, silahkan berbuat sesukanya.

Tetapi, ketika kita masih punya nurani dan menjaga reputasi, berarti kita bersahabat, ikut memberi support terhadap tumbuhnya gerakan oposisi. Jangan sampai stamina pemimpin di Negara ini terkuras, lalu habis hanya karena mengurus dengan menekan oposisi. Ada hal penting lain yang perlu diurusi selain untuk ''meneror'' atau ''memarahi'' suara kaum oposisi.

Dengan cara membungkam oposisi juga secara langsung pemimpin, atau kita semua terlibat dalam polariasi demokrasi. Itu sangat tidak baik. Mari kita singkirkan bersama-sama cara pandang siapapun di republik ini yang senang, hobby mendiskriminasi sesama rakyat. Itu lebih baik, daripada kita terlibat dalam derasnya arus saling mendiskriminasi.

Kehadiran kelompok oposisi bisa juga menjadi motivasi bagi koalisi pemerintah dalam bekerja lebih giat lagi. Oposisi hanyalah alarm yang mengingatkan pemerintah ketika lalai, dan berbuat sesuai di luar koridor peraturan. Selama yang dilakukan pemerintah sudah baik, suara oposisi pasti perlah-lahan hilang tanpa harus diberantas atau diberangus. 

Secara simplifikatif membantai oposisi sama artinya meruntuhkan demokrasi. Untuk itu perlu kita luruskan, dan bahkan memangkas cara pandang yang keliru tentang opsisi. Yang kemudian memunculkan kesimpulan, hingga lahirnya upaya mematikan oposisi. Meniadakan oposisi adalah sebuah perspektif yang tidak singkron dengan demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun