Soal agama menjadi hal yang sensitif, jika ditarik-tarik dalam politik Bung Graal. Berhentilah menyalakan sentimen politik yang kotor. Ada seperti menunjuk hidung Komisioner KPU dan Bawaslu Maluku Utara yang selama ini intens melakukan sosialisasi "Stop Politik SARA", mereka dianggap gagal. Kesadaran masyarakat dan elit politik lokal menonjolkan sentimen agama seperti yang anda sebutkan.
Bagi saya, fenomena politik uang yang menjadi bahaya laten bagi demokrasi kita di Maluku Utara. Kita dituntut mencari solusi atas dekadensi moral tersebut. Begitu pula variabel politik primordial yang masih tumbuh dan terpelihara. Lihat atas implikasi politik uang sesama keluarga saling menghujat dan tidak lagi saling mengunjungi. Bahaya politik uang sangat luar biasa di Maluku Utara, ini yang perlu dibereskan. Bukan politik agama, masyarakat Maluku Utara sudah tuntas dalam soal yang satu ini.
Kalau menggunakan nalar politik, maka perspektif yang disampaikan Bung Graal tersebut merupakan manuver politik. Publik Maluku Utara wajib curiga atas pernyataan Bung Graal. Ini prakondisi, modus operasi politik, dan cara-cara berpolitik yang tak etis dilakukan. Seorang wakil rakyat seharusnya lebih sejuk memberikan edukasi. Memperkuat kerukunan masyarakat, bukan meruntuhkan. Ia malah sengaja membangun kesan bahwa para pasangan calon Gubernur Maluku Utara, masyarakat, dan semua komponen yang terlibat semakin jauh dari nilai demokrasi berkualitas.
Begitupun masyarakatnya masih sibuk dengan sesuatu yang tidak produktif. Perilaku masyarakat pemilih dikonotasikan hanya berkutat pada praktek politik yang destruktif, tidak baik dan cenderung melahirkan polarisasi sosial. Ini sangat tidak bijak. Selaku Senator asal Maluku Utara Bung Graal harus lebih arif, tidak mendiskreditkan sesama politisi, apalagi masyarakat.
Bagi saya, Bung Graal terlalu mendramatisir dinamika demokrasi di Maluku Utara. Padahal di sisi lain, masih ada percakapan narasi yang dibangun para aktivis mahasiswa, pegiat sosial, para akademisi, politisi, dan termasuk kandidat Gubernur bersama Wakil Gubernurnya masing-masing. Edukasi politik masih dilakukan. Dan tidak ada yang melakukan kampanye menyebar sentimen agama tertentu, dan politik identitas yang ditonjolkan seperti yang dituduhkan Bung Graal.
Saya mengajak Bung Graal sebagai politisi muda sesama anak daerah yang mencintai Maluku Utara untuk merefleksikan lagi pandangannya. Apa yang disampaikan di Malut Post tersebut sarat dengan muatan politik. Seakan-akan menempatkan bahwa Maluku Utara yang mayoritas Muslim, pemilihnya memainkan politik identitas dan memainkan tema-tema agama untuk mendukung kandidat yang beragama Muslim (Islam). Ini sesat pikir yang kronis.
Faktanya, baik dari masyarakat tokoh pemuda, para aktivis mahasiswa, hingga tokoh politik punya kecenderungan berbeda-beda dan terdistribusi di empat calon Gubernur dan wakil Gubernur Maluku Utara. Isu yang diproduksi Bung Graal ini sudah usang. Sesuatu yang klasik dan tidak laku lagi di Maluku Utara. Sangat tidak relevan dengan masyarakat kita hari-hari ini. Mari kita melakukan kanalisasi terhadap gelombang politik yang merusak sendi-sendi persatuan. Memurnikan keruhnya isu miring yang berpotensi semakin tak terkendali eskalasi politik di Pilkada Serentak 2024.
Pernyataan Bung Graal sangat rentan mengundang sentimen negatif, juga resisten. Logika yang dibangun masih mis-realitas, out konteks, membawa dampak yang riskan. Bahkan mendatangkan kontradiksi dan konflik. Pasti ada anggapan yang muncul bahwa Bung Graal sedang menuduh kelompok agama tertentu yang memainkan isu ini. Sejauh yang saya ketahui, malah politisi maupun masyarakat Maluku Utara pemikiran, serta sikapnya telah melampaui apa yang dikhawatirkan Bung Graal.
Yakinlah rekayasa isu-isu sektarian yang disentil Bung Greel berpotensi mengganggu stabilitas politik. Mari kita bicara gagasan konstruktif dan hal-hal yang bersifat programatik. Jangan tumbuh-suburkan cara pandang dikotomis seperti itu. Karena lebih mendatangkan mudharat ketimbang manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Kubu tertentu yang mengeksploitasi isu agama untuk kepentingan mendongkrak elektoral, menurut saya kurang strategis.
Begitu membahayakan perspektifnya Bung Graal dalam membangunkan kesadaran kritis masyarakat Maluku Utara. Tetapi sebagai sesama anak muda Maluku Utara, saya menghormati cara setiap orang dalam memotret realitas politik. Bila motivasinya melahirkan literasi politik murni untuk membuat masyarakat tercerahkan, bukan berharap mendapatkan simpati, dan mencari sensasi, maka saya satu frekuensi dengan anda. Tak boleh kita bermain standar ganda. Itu bukan politisi negarawan namanya.
Sungguh tidak berbanding lurus dengan fakta. Dimana ada sebagian politisi pemeluk agama tertentu menjadi ketua tim pemenang, pendukung kandidat pasangan Gubernur dari latar belakang agama yang berbeda. Dan hal ini sebetulnya telah tuntas. Tidak perlu lagi diperdebatkan. Jangan fenomena kecil di media sosial kemudian digeneralisir dalam dunia nyata. Seperti dipaksakan. Ada apa?.