Sesuatu yang bisa kita andalkan dalam Pilkada Serentak 2024 kali ini adalah akal sehat atau kewarasan. Bentengi diri dan keluarga, jangan mau dibeli. Tolak politik uang yang menyengsarakan diri kita kelak. Ayo berfikir jauh ke depan, jangan mau dianggap sumbu pendek.
Kelak ketika kita abai pada peristiwa politik hari ini, lalu memilih calon pemimpin yang memberi uang, membiasakan politik uang, maka anak cucu kita kelak akan menghadapi masalah serius. Mereka pasti kesulitan menjadi kontestan politik ketika tak punya banyak uang. Dampak buruknya lagi, masyarakat nantinya terbiasa dengan politik uang.
Pandangannya materialistik. Bagi kaum pemodal (kapitalis), mereka lebih enjoy dan bisa kapan saja terjun ke politik dengan mengandalkan uang. Mereka dipilih bukan karena kecerdasan, dan rekam jejak memimpin melainkan karena banyak uang. Suara masyarakat dibelinya.
Kemudian, kebijakannya saat memimpin malah tidak pro pada masyarakat. Pemimpin ini akan cenderung bersahabat dan berpihak kepada para pemodal. Mereka lebih menghormati investor ketimbang masyarakatnya sendiri. Tentu menyedihkan jika itu terjadi.
Dengan begitu peringatan dini (early warning) perlu diberlakukan. Kalau bukan sekarang kapan lagi?. Tak ada kata lain, selain perlawanan itu dimulai sekarang. Pilih mereka yang benar-benar disiapkan atau digodok sebagai pemimpin, bukan pemimpin karbitan dan gadungan.
Masyarakat jangan sampai memilih mereka yang nebeng proses. Atau mereka yang sekadar mengandalkan elektabilitas karena mampu membayar Lembaga Survei. Begitu juga dengan pentingnya masyarakat menjaga jarak dengan calon pemimpin yang berpura-pura dermawan.
Sama seperti mereka yang mengkapitalisasi kesedihan. Membangun opini, mendramatisir situasi duka yang dialami agar masyarakat bersimpati. Waspada masyarakat jangan sampai tertipu. Ada cara-cara politik busuk yang seolah-olah menempatkan dirinya paling terdzalimi. Sikap menipu, tidak jujur tak layak menjadi pemimpin publik.
Ada calon pemimpin yang menempatkan dan memelihara mentalitas korban (victim mentality). Ini jebakan dan pembodohan yang dalam kerangka edukasi politik sangat tidak layak dilakukan. Bahkan ia berani berlagak seperti korban (playing victim), bermaksud membius masyarakat supaya kasihan dan memilihnya. Menjadikan panggung politik untuk bersandiwara. Pendekatan rekayasa digunakan.
Model politik pura-pura yang bertujuan meraup atau memetik manfaat simpati masyarakat datang kepada dirinya. Politik tipu-tipu dan picik. Cara yang demikian tidak patut dilakukan seorang pemimpin. Cikal bakal penipuan seperti ini akan berkembang menjadi penipuan baru yang akan dilakukannya ketika memimpin masyarakat kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H