politik yang mereka sampaikan. Terlebih disaat Pilkada Serentak 2024 ini. Sebelum semua terkonfirmasi benar, maka propaganda politikus jangan ditelan. Keraguan wajib ditumbuhkan. Kita tetap menjaga kewarasan (sanity).Â
TIDAK sediki orang abai dan tertipu dengan mulut manis para politikus oligarki dalam kampanye. Harus sisakan pikiran ragu-ragu (skeptis) terhadap janji, retorikaBegitu juga sikap masyarakat yang kita berharap tidak boleh melupakan kegilaan (insanity) para politikus penipu. Segala kebohongan sistematis yang disampaikan politikus harus ada sanksi moralnya dari masyarakat. Cara membalas mereka yaitu dengan tidak memilih politikus tersebut.
Ya, masyarakat perlu menjaga ingatan kolektifnya. Dalam Pilkada Serentak 2024, kita juga menyadari bahwasanya tidak sedikit antek dan bonek oligarki diperintah untuk bertarung sebagai kontestan politik. Mereka yang diasuh oligarki. Rata-rata adalah pengusaha bermental rakus. Gaya berpolitiknya dengn mengandalkan uang (kekayaan). Mereka tentu memiliki agenda besar merusak negeri.Â
Untuk warga Maluku Utara, jangan mau memilih antek oligarki. Waspada dan tandai paket calon Gubernur Maluku Utara yang menjadi antek oligarki. Suka pamer kekayaan, kendaraan mewah, bermain politik uang, dan seterusnya yang materialistik. Mereka mengabaikan gagasan, visi misi. Karena kelak, kita semua akan menyesal jika memilih antek oligarki.
Telah banyak fakta ditemukan, mereka merusak masa depan generasi dengan eksploitasi sumber daya alam secara brutal. Atas nama investasi hajat hidup masyarakat dirampas. Pertambangan akan menjadi target mereka, perut bumi dikuras, lalu masyarakat pribumi diberikan kesempatan atau jatah bekerja hanya sebagai pekerja kasar. Sungguh tidak sebanding. Sementara alam kita dirusak.
Dimana para politikus menjanjikan sesuatu, namun mereka yang mengingkarinya sendiri. Ada yang bersikap baik disaat momentum politik, mereka bermental penipu. Pandai melakukan kamuflase. Ketika menang mereka membodohi masyarakat, mengeluarkan kebijakan yang tidak menopang ekonomi masyarakat. Malah pro pada investor asing.
Kalau kita pelajari pola dan modus kampanye yang dilakukan politisi beserta tim pemenangnya ketika Pemilu (Pilkada) masih sama. Mereka berkutat pada janji manis, atau juga berpura-pura baik. Mereka tak ragu berlagak seperti malaikat atau orang-orang suci yang dermawan.
Cukuplah pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi guru yang menggugah kesadaran kita. Cukup sudah masyarakat dibohongi. Mari menuntun kewarasan kita agar melawan segala praktek pembodohan sistematis yang dilakukan politisi.
Tak ada yang bisa menyelamatkan dan melakukan perlawanan sebaik masyarakat saat ini yang punya kedaulatan. Cara melawannya sederhana, ketika pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, yaitu 27 November 2024 masyarakat tidak memilih pemimpin yang berpura-pura. Mereka yang munafik, tidak layak dipilih.
Apalagi pengusaha yang tidak punya basic kepemimpinan lalu masuk dalam kancah politik. Mereka layak dijauhi. Jangan memilih calon pemimpin yang demikian, karena di mata mereka masyarakat menjadi alat komoditas. Tak lebih dari itu. Sehingga harga diri masyarakat dibelinya.
Mereka tak menghormati dan tak menghargai dignity, martabat masyarakat. Bagi mereka yang penting menang dalam kompetisi demokrasi. Membeli suara masyarakat dan berpura-pura baik adalah hal yang harus dilakukannya sehingga masyarakat tergugah dan memilihnya. Ini tidak benar, dan perlu dibongkar ke publik.
Bahwa calon Kepala Daerah seperti ini hanya akan merugikan masyarakat. Mereka berani dan tidak punya perasaan dalam mengeksploitasi masyarakat demi hasrat politiknya. Akal sehat kita harus dapat dikendalikan dan kita pandu agar tidak ditipu politisi bajingan.
Sesuatu yang bisa kita andalkan dalam Pilkada Serentak 2024 kali ini adalah akal sehat atau kewarasan. Bentengi diri dan keluarga, jangan mau dibeli. Tolak politik uang yang menyengsarakan diri kita kelak. Ayo berfikir jauh ke depan, jangan mau dianggap sumbu pendek.
Kelak ketika kita abai pada peristiwa politik hari ini, lalu memilih calon pemimpin yang memberi uang, membiasakan politik uang, maka anak cucu kita kelak akan menghadapi masalah serius. Mereka pasti kesulitan menjadi kontestan politik ketika tak punya banyak uang. Dampak buruknya lagi, masyarakat nantinya terbiasa dengan politik uang.
Pandangannya materialistik. Bagi kaum pemodal (kapitalis), mereka lebih enjoy dan bisa kapan saja terjun ke politik dengan mengandalkan uang. Mereka dipilih bukan karena kecerdasan, dan rekam jejak memimpin melainkan karena banyak uang. Suara masyarakat dibelinya.
Kemudian, kebijakannya saat memimpin malah tidak pro pada masyarakat. Pemimpin ini akan cenderung bersahabat dan berpihak kepada para pemodal. Mereka lebih menghormati investor ketimbang masyarakatnya sendiri. Tentu menyedihkan jika itu terjadi.
Dengan begitu peringatan dini (early warning) perlu diberlakukan. Kalau bukan sekarang kapan lagi?. Tak ada kata lain, selain perlawanan itu dimulai sekarang. Pilih mereka yang benar-benar disiapkan atau digodok sebagai pemimpin, bukan pemimpin karbitan dan gadungan.
Masyarakat jangan sampai memilih mereka yang nebeng proses. Atau mereka yang sekadar mengandalkan elektabilitas karena mampu membayar Lembaga Survei. Begitu juga dengan pentingnya masyarakat menjaga jarak dengan calon pemimpin yang berpura-pura dermawan.
Sama seperti mereka yang mengkapitalisasi kesedihan. Membangun opini, mendramatisir situasi duka yang dialami agar masyarakat bersimpati. Waspada masyarakat jangan sampai tertipu. Ada cara-cara politik busuk yang seolah-olah menempatkan dirinya paling terdzalimi. Sikap menipu, tidak jujur tak layak menjadi pemimpin publik.
Ada calon pemimpin yang menempatkan dan memelihara mentalitas korban (victim mentality). Ini jebakan dan pembodohan yang dalam kerangka edukasi politik sangat tidak layak dilakukan. Bahkan ia berani berlagak seperti korban (playing victim), bermaksud membius masyarakat supaya kasihan dan memilihnya. Menjadikan panggung politik untuk bersandiwara. Pendekatan rekayasa digunakan.
Model politik pura-pura yang bertujuan meraup atau memetik manfaat simpati masyarakat datang kepada dirinya. Politik tipu-tipu dan picik. Cara yang demikian tidak patut dilakukan seorang pemimpin. Cikal bakal penipuan seperti ini akan berkembang menjadi penipuan baru yang akan dilakukannya ketika memimpin masyarakat kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H