Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemimpin Pikun, Buta Sejarah

5 Oktober 2024   19:01 Diperbarui: 22 November 2024   13:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berani masyarakat memilih pemimpin rapuh dan ahistoris, maka ancamannya kearifan lokal dijadikan jualan. Budaya peninggalan leluhur tidak dipusingkan lagi. Karena ia rapuh, pemimpin seperti ini akan membawa kerawanan konflik sosial. Warga akan dipimpin sosok pemimpin yang kehilangan identitas pribumi (lokalitas).

Pemimpin yang buta sejarah akan menganggap para pendahulu gagal meninggalkan legacy. Ia enggan menghargai jasa-jasa leluhur. Kecenderungannya menjemput hal-hal baru (modern), lalu mengabaikan sejarah. Yang paling bengisnya, ia apatis terhadap sejarah.

Masyarakat jangan menganggap remeh edukasi dan literasi politik yang dilakukan. Hal itu penting agar masyarakat tidak disesatkan para politisi dengan mengarang cerita. Mengakali masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang mereka usung.

Ketika masyarakat sudah terliterasi secara baik dan benara. Tau melakukan pendalaman, menggali siapa sosok pemimpin ideal yang layak mereka pilih. Maka peluang lahirnya pemimpin dungu, pemimpin pikun, atau pemimpin buta sejarah, akan terhindari. Masyarakat terbebas dari praktek salah pilih.

Kita perlu menjawab ragam tantangan yang membuat demokrasi stagnan bahkan mengalami degradasi. Meski tidak semudah membalikkan telapak tangan, masyarakat harus terus-menerus diingatkan agar mengerti. Tidak asal memilih calon pemimpin. Sesi cermat dalam memilih pemimpin ini sangat penting.

Bagaimana tidak, di tangan pemimpinlah perubahan ke arah progres, atau kemunduran akan terjadi. Tanggung jawab kolektif masyarakat untuk memilih sosok yang mempunyai karakter kepemimpinan, punya modalitas memimpin menjadi hal prioritas. Tidak boleh mengabaikan hal ini.

Sebagai konstituen, masyarakat perlu teliti memilih. Agar tidak memilih pemimpin daerah yang ahistoris. Yang ingatan pendek dan mengabaikan kearifan lokal. Para pemimpin sempalan, gadungan, dan karbitan yang mengandalkan uang untuk membayar masyarakat agar mereka dipilih, perlu menjadi perhatian untuk tidak dipilih masyarakat. Berhentilah masyarakat menentukan pilihan secara serampangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun