Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi progresif

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemimpin Cerminan Rakyat

30 September 2024   07:32 Diperbarui: 3 Oktober 2024   07:00 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Rakyat jangan salah pilih (Dokpri)

KALAU yang dilahirkan dari proses demokrasi adalah pemimpin rakus, berarti rakyat perlu refleksi. Perlu ada evaluasi. Pemimpin korup, juga begitu berarti rakyat telah salah memilih. Ada kelalaian berjamaah. Bahkan, kalau mau jujur manifestasi dari pilihan rakyat adalah gambaran mini dari perilaku rakyat itu sendiri. Pemimpin bermental rusak yang dipilih, berarti kesalahannya ada pada rakyat.

Boleh jadi rakyat memilih pemimpin rakus, karena yang dipilih memberi rakyat uang. Politik balas budi yang bodoh. Logikanya demikian, ketika rakyat doyan memilih pemimpin rakus itu cerminan dari karakter rakyat sendiri.

Dalam momentum Pilkada Serentak 2024 ini, rakyat perlu refleksi. Jangan sampai salah memilih lagi. Karena akan menyesal karena pilihan yang salah tersebut.

Seperti demikianlah. Bagaimanapun keadaan rakyat, maka begitulah keadaan pemimpin yang dipilih. Baik dalam konteks tingkat kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Kecenderungan itu menjadi penanda kebiasaan keseharian rakyat. Produk pilihan kepemimpinan yang dihasilkan tak jauh dari lingkup tersebut.

Hal itu menjadi kontradiktif dimana rakyat selalu berharap ada pemimpin yang adil, dan mampu mengambil keputusan, kebijakannya berdasarkan porsi yang tepat. Pemimpin adil yang berfungsi menegakkan, meluruskan, dan memperbaiki segala kerusakan yang terjadi.

Rakyat malas, maka pemimpin yang mereka pilih juga malas. Rakyat yang terbiasa curang, maka pemimpin yang mereka pilih juga adalah pemimpin yang memiliki kebiasaan curang dan culas.

Memang benang merahnya tak bisa dipisahkan. Rakyat yang bisa cari aman, tidak adil juga seperti itu pemimpin yang mereka lahirkan merupakan pemimpin yang cari aman, serta yang tidak adil.

Di dalam gorong-gorong waktu yang kerap dimanipulasi para politisi pemburu kekuasaan, ada saja khianat. Keburukan dan kebaikan tak mampu dibedakannya.

Alhasil, saat momentum politik mereka tampil dengan janji-janji politik yang diperbaharui. Padahal janjinya, dalam lima atau sepuluh tahun belakang belum mampu ditunaikan seluruhnya.

Inilah challenge (tantangan) kita semua sebagai rakyat. Jangan cepat lupa, jangan cepat memaafkan kesalahan politisi. Jangan menggunakan ingatan pendek untuk menghadapi politisi licik. Jika kita tahu mereka belum mampu membayar, memenuhi janji-janji di tahun sebelumnya, tapi kita masih saja memilih mereka itu tandanya kita rela dan mau dibohongi, mau dibodohi. Lalu, politisi semakin lupa diri.

Mereka semakin ganas menipu rakyat. Menginjak-injak harga diri rakyat. Tunjukkan diri kita, bahwa kita bermartabat, orang-orang yang berintegritas, dan dapat dipercaya. Kemudian, materilkan itu dalam pilihan kita.

Pilih pemimpin seperti yang kita harapkan secara ideal. Yang berintegritas, dapat dipercaya, konsisten, punya martabat. Malu dan sudah pasti merugi kita bila memilih pemimpin rakus, korup, ingkar janji, atau yang suka membeda-bedakan rakyatnya sendiri.

Cermin rakyat yang rukun, saling hormat-menghormati, toleran, solider, tidak korupsi, konsisten, dan penuh gotong royong harus terpotret pada pilihan politik.

Tak boleh karena Pilkada Serentak 2024 kita menggadaikan kehormatan, harga diri, nama baik, dan prinsip hidup yang selama ini kita pertahankan. Jangan karena uang, dijanjikan jabatan, lalu semua kemewahan hidup kita sebagai manusia merdeka dan mulia kita runtuhkan. Politik tukar tambah itu menurunkan level kemanusiaan kita.

Uang dan jabatan bukanlah keyakinan yang patut diperjuangkan. Semua itu tidak kita bawa mati. Jangan sampai kita berhalakan itu semua. Sehingga aneh karena hal tersebut membuat kita berjuang mati-mati dan mengorbankan harga diri. Mau bertikai dengan sesama.

Kita tak boleh menjadi sesembahan mereka para politisi bajingan pemburu jabatan. Bagi kita rakyat kecil nama baik lebih penting dari segalanya. Tidak ada nilai tukar apapun di dunia ini yang sebanding dengan harga diri kita.

Berhentilah bermesraan atau mempertahankan cara berpolitik lama yang menganggap uang sebagai segalanya. Kesampingkan, buang jauh-jauh mindset itu.

Rakyat harus berpikir maju empat sampai lima langkah. Perlu kenali sepak terjang calon Kepala Daerah, membaca visi misi mereka. Pandangan politik, program kerakyatan apa yang diperjuangkan ketika terpilih sebagai Kepala Daerah. Pendekatan ini lebih menguntungkan rakyat.

Putuskan hubungan toksik dengan politisi yang terbiasa membeli suara (vote buying) rakyat, menempatkan rakyat seperti sampah murahan. Mereka yang menempatkan rakyat sebagai alat tak layak dihormati. Itulah politisi busuk. Bahkan sangat wajar bila rakyat melawan mereka, musuhi mereka dengan tidak memilih politisi karbitan, politisi brengsek yang seperti demikian. Tanamkan dalam sanubari kita, bahwa pemimpin yang kita hasilkan dari proses demokrasi adalah cermin dari rakyat.

Melalui momentum politiklah semua dapat kita koreksi dan evaluasi. Dari kesalahan kita sebelumnya, harus kita mengambil hikmahnya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Rakyat punya kemandirian menentukan sikap, memilih figur pemimpin yang berdasarkan harapan dirinya masing-masing. Wajah pemimpin ideal yang dikehendaki. Juga terbuka terhadap pemikiran baru. Silahkan cermati apa plus minus calon Kepala Daerah.

Puncaknya adalah tanggal 27 November 2024, sebagai waktu yang tepat dalam memutuskan pilihan politik. Di bilik suara rakyat akan memilih, berdoa sebelum mencoblos agar jiwa-jiwa kita dibebaskan dari iblis. Dijauhkan dari memilih calon Kepala Daerah pembawa mudharat. 

Sampaikan, ingatkan kepada sanak saudara jangan mau dicap salah karena berkontribusi memilih Kepala Daerah pembawa petaka. Tukang korupsi, pemburu proyek, dan hanya memperkaya diri, keluarga, serta kroni-kroninya. Nauzubillahi min zalik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun