panggung politik. Ada baik buruknya. Untuk Pilkada Serentak 2024 kita tergerak untuk menggali, membincangkan kondisi politik di Indonesia. Ini sebagai trigger demi menambah wawasan, mengembangkan literasi demokrasi, dan menjadi self reminder agar kita rakyat tidak terjerumus pada lubang keburukan yang sama.Â
Duplikasi dan pola plagiasi kerap terjadi diSeperti dinamika politik selalu berkelindan. Maka faktor kesiapan politisi perlu menjadi perhatian serius kita. Hal itu dapat kita simak dalam pentas politik akhir-akhir ini yang dikuasai oligarki, para maling dan mafia. Rakyat harus waspada atas kondisi ini. Pentas politik saat ini serupa pasar gelap yang sukar terkontrol.
Harapan kita harus lahir arus pemikiran populisme. Yang muaranya pada pelindungan hak-hak rakyat sipil. Bukan pada rute perpolitikan yang kompromistis, lalu mengutamakan para maling, dan menindas rakyat kecil. Mereka para penguasa panggung politik terlihat lebih mengutamakan kepentingannya. Bersikap barbar, kemudian kita harus berdiam diri?.
Rasanya, kita harus melawan. Kerakusan yang dipertontonkan segelintir politisi wajib diblokade, kita lawan. Mereka mesra dengan penguasa (status quo). Berhasrat merawat kekuasaannya. Memagarinya, kemudian mebabat giliran politisi lain di luar circle-nya untuk berkuasa. Begitu menyedihkan bukan.
Politik baik memang ada di Indonesia ini. Tapi, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Selalu dijadikan babu oleh para elit politik dan pemilik modal (cukong). Padahal, semua rakyat Indonesia memiliki kesempatan yang sama. Kenyataannya, hanya sebagian saja rakyat yang dapat perlakuan istimewa dan karpet merah dalam partai politik.Â
Jujur saja penguasaan panggung politik kita masih kental dikendalikan penguasa rakus. Dan pimpinan partai politik korup, serta kelompok kapitalis progresif. Bermental drakula. Dimana ketiganya memiliki keinginan mendominasi. menaklukkan, memangsa, mengeksploitasi rakyat agar tetap berada di atas tahta atau menjadi pengatur. Tiga kekuatan inilah yang menguasai Indonesia.
Sudah pasti. Untuk menguasai natural resources di seluruh Indonesia, ketiga kekuatan di atas berobsesi menang dalam tiap kontestasi Pilkada Serentak 2024. Terlebih di daerah-daerah yang memiliki potensi pertambangan emas, pertambangan nikel, batu bara, tembaga, timah, dan lain sebagainya akan dikuasai. Rakyat mau buat apa kalau begitu?.
Jalannya adalah rakyat harus melawan. Caranya, memilih calon Kepala Daerah yang tidak ada kontaminasi dengan ketiga kekuatan tersebut. Sudah cukup rakyat dibodohi dan ditindas. Harus berani mengambil sikap, sekarang waktunya yakni 27 November 2024. Hukum mereka di TPS dengan tidak memilih kandidat Kepala Daerah yang diasuh para pemodal bengis. Panggung politik kita dikuasi maling.
Mereka sudah pasti dilahirkan atas konspirasi jahat. Yang tujuannya memiskinkan dan membuat rakyat menderita. Ciri pendekatan dari para boneka kandidat Kepala Daerah yang bersekongkol dengan ketiga kekuatan tersebut ialah menggunakan politik uang sebagai jalan untuk merebut hati rakyat. Mereka berani membanjiri rakyat dengan bantuan materi, politik transaksional, bahkan penyelenggara Pemilu juga akan dibius.
Kelompok jahat ini harus diberantas dari republik Indonesia. Rakyat tak boleh lagi dikerangkeng. Dalam konteks kerangkeng kepentingan, diikat kaki rakyat, ditutup mulutnya dengan cara sogok. Pola seperti ini kita sudah faham. Harus dilawan. Rakyat tak boleh lagi berkompromi dengan mereka. Sekali lagi rakyat memilih Kepala Daerah yang merupakan antek para begundal itu, maka hancurlah masa depan anak cucu kita. Yakinlah penderitaan rakyat akan terus diperpanjang. Tanah milih rakyat akan digadaikan pada para investor asing. Â
Kapitalisme yang serakah akan terus mencengkeram dan mencekik leher kita semua. Bagunlah kesadaran kolektif, beranilah untuk melawan segala kesewenang-wenangan. Tidak boleh lagi berdiam diri dalam menghadapi situasi pelik seperti ini. Lihat saja dalam situasi politik yang last minute, hadir bakal calon Kepala Daerah yang membuat rakyat terkejut. Mereka yang hanya direstui elite partai politik.
Dalam pemikiran mereka, yang paling utama adalah restu pimpinan partai politik dan para pemodal agar mereka dapat memenangkan kompetisi. Restu rakyat belakangan. Karena mereka mengerti bahwa rakyat gampang dibodohi. Cukup diberi uang, diberi paket bantuan, maka pilihan rakyat akan diarahkan kepada mereka para binaan dan boneka kaum penjajah gaya baru ini.
Sampai pada hal teknis, cara bicara, tema atau visi, dan isu yang diangkat kandidat boneka ketiga kekuatan ini telah disetting. Pendekatan ke rakyat digunakan penuh dengan kamuflase. Tidak ada yang bisa dipegang rakyat. Kerja mereka setelah menang bertarung di Pilkada Serentak 2024 yakni mengabdi pada big bos mereka.Â
Mereka akhirnya menjadi budak pemodal. Begitu menjijikan. Berbagai kenyataan yang menyayat hati itu harusnya segera direspon rakyat secara serius. Lalu ambil langka tidak memilih mereka. Disogok apapun itu tolak, dan pilih kandidat Kepala Daerah yang tidak menjadi agen atau binaan para mafia tersebut.
Rakyat sejatinya sudah punya keberanian. Jangan ditunda-tunda lagi, perlawanan itu diambil saat hari H pencoblosan di bilik suara, dan jangan memilih mereka yang bermental merusak. Rakyat harus mengasah akal sehat dan nurani untuk tidak terjebak dengan pilihannya sendiri. Pilih pemimpin yang tulus membangun untuk rakyat.
Pemimpin yang tidak menjadikan rakyat sebagai alas kaki. Pemimpin yang marah dan berani melawan kaum pemodal yang memperbudak rakyat. Bukan pemimpin yang diam, menuruti apa yang diharapkan atau diperintahkan para cukong pemilik modal yang rakus itu. Kedaulatan rakyat semestinya dimanfaatkan secara baik oleh rakyat. Jangan disia-siakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H