Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Petik Hikmah dari Sajadah Panjang

8 Agustus 2023   09:47 Diperbarui: 8 Agustus 2023   14:08 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sujud dalam doa (Dok. Blog vidio.com)

Jangan seperti dalam cerita film "Sajadah Panjang". Ruas hidup yang rasanya sebagian besar dihabiskan dalam perjalanan rekonsiliasi. Di tengah tepian dan ruas jalan kehidupan yang jauh dari bahagia dan damai. Hati yang bergejolak. Keberadaan fisik dan pikiran yang terkuras, tak menyatu. 

Yang dicari adalah kedamaian, kesejahteraan. Kebersamaan, ketenangan. Namun, yang didapat hanyalah problem. Resistensi atau yang kerap kita temui dalam literatur-literatur sosial sebagai disparitas. Sajadah Panjang menyajikan cerita pilu. Memberi edukasi tentang bagaimana mengatur hidup yang baik.

Tentang pentingnya menyelaraskan hati, pikiran, dan tindakan. Kita mesti mengerti bahwa yang ideal dalam pikiran kita, tidak berarti ideal menurut orang lain. Ideal tapi jika tidak realistis mudah mendatangkan musibah. Dampak itu bisa bermuara pula dari ketidakistiqomahan, dan sikap mendua.

Membuat kita tidak damai. Jauh dari suka cita. Jauh dari kondisi hidup yang tenang. Menjauhkan kita dari cita-cita tentang rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Membawa kehidupan kita pada ketidakberaturan. Berantakan semua visi besar dan obsesi yang kita rangkai, kita susun rapi.

Sajadah Panjang memberi kita impresi, tentang rasa. Sikap untuk tidak egois, arogan. Dan cara mengontrol emosi, menempatkan diri, dan mengasah kepekaan terhadap orang-orang yang kita cintai. Kebanyakan kita yang hidupnya dihabiskan di jalan, kurang mengerti dan kurang mengimplementasikan itu.

Kita menganggap rasa cinta dan ketenangan hanyalah hal kecil. Itu semua penjara. Hal-hal tersebut membuat kita seperti cengeng, anak ingisan, lalu tidak mandiri. Padahal pemikiran ini tidak tepat. Rasanya film Sajadah Panjang menampar kita.

Mempermalukan kita, menyajukan kritik reflektif yang tajam tentang hidup yang mendua. Yang membuat waktu kita terbuang sia-sia. Kita makin jauh dari yang namanya kenyamanan dan kedamaian. Inilah story telling yang patut kita ikuti. Peting pelajaran, ambil hikmah.

Film yang ceritanya menyentuh hati. Banyak pesan moral yang didapat. Anggaplah catatan ini sebagai ikhiar untuk ''membedah'' film tersebut. Kita mengambil intisarinya. Hidup bukan sekedar tentang kita. Melainkan tentang orang lain. Tentang keluarga. Tentang orang-orang yang kita cintai.

Tidak semudah keras kepala kita. Hidup ini tidak bisa seolah-olah disimpulkan akan berjalan abadi. Kita hanya transit di dunia. Kehidupan duniawi hanya terminal. Kita hanya melintas, parkir sementara lalu jalan lagi menuju keabadian. Terlalu banyak kita membuang waktu.

Berwarnanya kenangan, kebersamaan, dan waktu berkualitas kita abaikan. Padahal waktu akan terus berotasi, kita akan ditinggalkan. Lantas, apakah kita akan kembali hidup merekonsiliasi kesalahan dimasa-masa yang telah lewat?. Tidak. Mungkin memutar ingatan untuk mengenang kita bisa.

Tapi, kembali pada kehidupan yang telawati terlewati tidak mungkin terjadi. Film ini membuat sikap bebal kita menjadi lenyap. Sebagai manusia yang punya nurani, ada cinta dan kasih sayang pasti terbawa suasana film Sajadah Panjang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun