SUDAH menjadi keniscayaan bagi kader pergerakan, aktivis organisasi cipayung plus bahwa niat berbakti atau berkhidmat untuk rakyat merupakan panggilan jiwanya. Mereka yang diasah, diasuh, melewati penggemblengan yang panjang untuk menjadi pemimpin publik, membuahkan hasil.
Tak main-main, untuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dalam ucapan sekaligus ekspektasi Panglima besar Jenderal Sudirman di mana HMI bukan sekedar himpunan mahasiswa Islam, melainnya disebut Harapan Masyarakat Indonesia (HMI). Produktifitas pengkaderannya masif dilakukan hingga kini.
Begitu juga organisasi ekstra kampus seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Yang tentu telah melahirkan banyak pemikir, penggerak, dan pemimpin bangsa. Baik HMI, GMNI, hingga Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang lahir, 17 April 1960, punya kontribusi besar untuk Indonesia.
Terbukti pengabdian para Alumni dari tiga organisasi kemahasiswaan ini tumbuh kembang di penjuru Nusantara, bahkan Dunia. Di hampir semua dimensi, mereka ada, tumbuh, mewarnai roda pembangunan. HMI yang sebentar lagi merayakan milad atau Ulang Tahun adalah organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia.
Lahirnya HMI, 5 Fubruari 1947. Akan berusia 76 Tahun, dalam hitungan 4 hari lagi. Sementara GMNI yang lahir 23 Maret 1954 dikenal dengan slogan pejuang pejuang, pemikir pejuang. Lalu HMI dengan taglinenya Yakin Usaha Sampai (Yakusa). Keduanya tumbuh kuat dalam perkaderan.
Gerakannya mengakar, menjalar. Baik di birokrasi, politik, pendidikan (akademisi), penyelenggara Pemilu, pengusaha, konsultan, dan ruang-ruang pengabdian lainnya. Sama seperti PMII. Organisasi yang dikenal mengusung motto dzikir, fikir, amal shalih ini basis Ormasnya ialah NU atau Nahdlatul Ulama.
Kalau HMI kental dan cukup kuat akar sejarahnya bertalian dengan Masyumi, sebagai Ormas. PMI identik dengan kaum Marhaen, perjuangan hak-hak rakyat jelata ''wong cilik''. PMII lebih pada segmen Islam tradisional, para Ulama dan Kyai menjadi role model, rumah mereka untuk menghidupkan akal.
Bukan pada bab historis, dan cerita kekayaan yang menjadi modal, lalu sekedar menjadi kebangaan mereka semata. Lebih dari itu, adalah tulisan ini membahas terkait peluang alumni HMI, GMNI, dan PMII untuk menjadi Presiden Republik Indonesia dalam Pemilu 2024. Inilah era keemasan bagi aktivis.
Figur yang tampil, diantaranya Anies Rasyid Baswedan (HMI), Ganjar Pranowo (GMNI), dan Muhaimin Iskandar (PMII). Yang mana dari ketiga tokoh ini menghiasi media massa, pembicaraan publik, dan juga hasil polling serta survei politik yang dirilis. Mereka bukan kader jadi-jadian. Tapi telah diasah, disiapkan.
Diasuh sejak ikut training organisasi masing-masing (HMI, GMNI, dan PMII) untuk menjadi pemimpin bangsa. Sehingga itulah, cacian, fitnah yang dilayangkan, bahkan ujaran kebencian yang diserang ke mereka, dihadapinya dengan tenang, penuh senyuman. Tak mudah patah, rapuh, atau layu. Semangat mereka telah ditempa.
Bukan kader organisasi cipayung plus namanya kalau meninggalkan medan perjuangan. Takut atas gertakan, tekanan, terpengaruh lalu ikut saat dibujuk rayu demi sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri. Watak kaum pergerakan (aktivis) ialah terdidik mencari tantangan dan peluang.