Kebanyakan yang mengambil jalan itu ialah para calon pemimpin demagong. Yang tidak ambil pusing dengan kepentingan rakyat yang bersifat jangka panjang. Model pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya semata. Setelah mendapatkan kekuasaan yang, sang pemimpin demagog ini menutup mata atas derita-derita rakyat.
Mengatasi kekhawatiran publik agar tidak terlahir pemimpin demagong, maka mekanisme demokrasi harus diawasi sejak tahapan Pemilu. Lembaga atau Institusi yang diberi kewenangan mengawasi jalannya Pemilu agar bekerja secara baik dan benar. Tidak berkompromi dengan cara pendekatan-pendekatan melawan hukum.
Ketika kesadaran penegakan hukum ditunjukkan secara serius, serta sungguh-sungguh, maka dipastikan demokrasi akan melahirkan pemimpin yang bermutu. Meraka yang demagong akan tersingkir. Suara rakyat tidak mampu lagi dieksploitasi. Solusinya hanya demikian, yakni meningkatkan pengawasan. Memberi sanksi kepada siapa saja pelaku suap dalam Pemilu.
Yang menyalagi aturan diproses hukum, tanpa ampun. Edukasi demokrasi ditingkatkan. Kampanye perang terhadap politik uang digencarkan. Karena sudah bisa kita deteksi, untuk Pemilu 2024 hanya 2 isu besar yang akan ramai dimainkan. Pertama, politik identitas, dan kedua, politik uang. Yang lain akan menjadi varian atau isu turunan saja.
Dinamika demokrasi idealnya ditarik ke luar dari sekedar kompetisi. Parahnya lagi jika dikunci dalam segmen kompetisi politik transaksional. Rakyat dibuat menjadi pragmatis. Rumus politik untuk melayani publik, dikaburkan. Malah yang ditumbuh kembangkan politik jual beli suara. Ini yang membahayakan. Oleh karena itu, demokrasi wajib diselamatkan.
Jangan dibiarkan demokrasi memelihara kebiasaan politik uang. Jika demokrasi tetap diseret pada lumpur praktek politik uang, yakinlah pemimpin demagog akan tumbuh subur. Pemimpin demagog lebih bersifat licik.Â
Trik jahat dan narasi kebencian tak segan diproduksi demi meraih cita-cita politiknya. Rawannya lagi, bila pemimpin model ini memimpin kita semua. Bersiaplah kita mati berlahan. Kemiskinan yang menganga tetap saja tidak mengusik nuraninya untuk dicarikan solusi.
Muncul dalam benaknya hanyalah kenyamanan, pesta pora, dan kesejahteraan diri sendiri. Itu artinya, berbagai antisipasi perlu dibangun. Rakyat perlu dibentengi agar tidak menjadi korban, tidak dimangsa pemimpin demagog. Karena kalau didiamkan demokrasi menjadi rumah yang nyaman bagi pemimpin jahat. Pemimpin demagog tidak memikirkan keadilan dijalankan. Hukum berpihak pada kelompoknya, dianggap hal biasa. Bukan tabu.
Kalau rakyat punya kesadaran, dan mau keluar dari ancama-ancaman tersebut maka jangan pilih pemimpin politik yang dalam praktek berpolitik dengan membagi uang. Membeli suara atau hak politik rakyat. Pendekatan jual beli suara, sudah pasti ada skandalnya. Kompromi, konspirasi, bargaining politik dibangun.
Ada efek buruknya. Tidak tulus. Yang membeli suara rakyat pasti berfikir bahwa mereka tak punya ikatan emosional lagi, tak punya beban untuk bekerja pada rakyar. Begitu pun yang menggadaikan suaranya, jangan bermimpi untuk memupuk hubungan jangka panjang dengan politisi yang membeli suaranya tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H