Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Positioning Politik, Skema Pemilu 2024

21 November 2021   21:09 Diperbarui: 24 Desember 2022   18:30 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi politik bermuka dua (Dok. Dictio.id)


TENTU
membicarakan politik tak lepas dari kepentingan Partai politik (parpol) dan kepentingan pribadi. Dua hal ini memiliki kaitan erat. Jelang 2024 sebagai Tahun Politik (Pemilu), move parpol mulai kelihatan. Longgar dan mulai banyak maunya.

Trik membangun citra melalui rekonstruksi politik dilakukan parpol. Sebelumnya di tahun Pemilu 2019, parpol mendukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin kini terkuras energinya. Seperti kehabisan tenaga, mulai apatis. engurus dirinya masing-masing. Tidak total mendukung Jokowi-KH Ma'ruf.

Tentu alasannya, koalisi yang dibangun hanyalah 5 tahunan. Kontrak politik atau konsensus yang mereka bangun bersama Jokowi-KH Ma'ruf sebentar lagi selesai. Untuk agenda politik 2024, diadendum lagi.

Berarti harus ada kesepakatan, komitmen politik baru yang perlu dikonsolidasikan. Dari potret koalisi tersebut, menjelaskan ke publik bahwa yang namanya koalisi parpol untuk kepentingan politik tidak permanen. Semua parpol berkepentingan menang.

Busyet bicara kebersamaan. Seolah-olah keakraban yang dibangun koalisi parpol 2019, yang mendukung Jokowi-KH Ma'ruf tak mengakar sama sekali. Koalisi Indonesia Maju, akan tamat. Mengakhiri ceritanya. Para elit parpol belum mempunyai kesadaran bersama, saat ini.

Tentu jelang 2024, sejumlah elit parpol mulai menghitung-hitung kekuatannya. Mengakumulasi apa yang mereka dapat selama berada dalam koalisi pemenang (Jokowi-KH Ma'ruf). Biasalah, yang nama politik harus ada bargaining. Harus ada konsesi politik dan kompensasi, itu biasa.

Di tahun 2014, periode Jokowi-Jusuf Kalla, kita mengenal juga istilah Koalisi Indonesia Kerja. Koalisi ini juga memberi pelajaran ke publik. Walau begitu, bagi saya modal koalisi yang dibangun Jokowi masih kuat.

Presiden punya jalinan keakraban yang kuat dengan Ketum NasDem, Surya Palo. Juga Ketum Partai Golkar Airlangga, begitupula Jokowi adalah kader PDI Perjuangan. Peluang untuk parpol seperti PAN, PPP, Partai Hanura, PKB, dan Partai Gerindra juga begitu terbuka.

Ikatan emosional Ketum parpol dengan Jokowi tak perlu diragukan lagi. Semua elit parpol pasti menunggu iqamah. Sejauh ini memang masih ada waktu mereka membangun komunikasi politik. Merencanakan koalisi, membuat skenario di atas skenario. Tak mengapa.

Tapi ada waktunya, semua akan tertib. Solid dan berkumpul pada satu titik untuk berjuang bersama. Entahlah, yang menjadi Imam atau pemimpin politiknya adalah Pak Jokowi, ataukah masih Megawati, SBY, JK, dan LBP.

Koalisi pecah, itulah realitasnya. Percaturan politik kita di tanah air, begitu memiriskan. Dimana etika politik tentang mengawal kesepakatan hingga akhir kepengurusan tidak dijalankan dengan baik. Ada parpol koalisi yang mulai bermanuver.

Mendekati bakal calon Presiden RI yang nyata-nyata berbeda haluan politik dengan koalisi yang sedang dijalaninya sekarang. Ada elit politik yang masuk di dalam sistem (Menteri) malah membiarkan kadernya menghajar pemerintah. Politik standar gandang, tidak elok.

Hal itu membuat publik makin tidak teredukasi. Ya, karena ulah elit politik dan elit parpol yang seperti demikian. Tidak menghormati komitmen. Bagaimana memimpin rakyat kalau karakternya seperti itu. Perlu rekonstruksi lagi paradigma berfikir elit.

Tentu tradisi politik dalam konteks konkritnya perlu dibenahi. Sekarang, seumpama kapal yang hendak berlabuh, menuju pelabuhan, kepemimpinan Jokowi-KH Ma'ruf mulai ditinggalkan. Terlihat jelas dari sikap sejumlah elit parpol.

Hasilnya, ada kelompok oposan dan kelompok yang senang mencari-cari salahnya pemerintah saat ini menghajar. Mereka malah membiarkan saja. Tidak ada yang mau membela. Jika ada, itu hanya mereka politisi yang tau etika saja. Selebihnya maunya vested interest.

Politik cari aman dan cari utung yang dilakoni. Sungguh tidak mendidik publik. Memukul lawan sendiri, mulapak komitmen dan membangun komitmen baru tanpa malu merupakan cara berpolitik yang jauh dari tuntutan etika politik. Jangan menjadi politisi yang lupa ingatan.

Politisi yang menggadaikan reputasinya demi meraih kekuasaan. Koalisi Indonesia Maju harus benar-benar dikawal hingga akhir. Jangan ada penghianatan di tengah jalan. Presiden Jokowi harus mengevaluasi ketidakpatuhan warga Koalisi yang berwatak inkonsisten.

Segerakan reshuffle bagi parpol yang mulai balik badan. Buat kader parpol yang berada di Kabinet, mestinya parpol tersebut bertanggung jawab mengawal pemerintahan hingga tuntas. Bukan melompat sebelum "Kapal Koalisi" bersandar di pelabuhan.

Sekarang realitanya, para pimpinan parpol mulai gerak cepat. Takut kehilangan momentum. Mungkin faktor hubungan pertemanan Ketum PDI Perjuangan yang regang dengan Ketum NasDem berpengaruh pada postur Koalisi Indonesia Maju.

Begitu pula fariabel politik lain yang melahirkan polarisasi politik di tengah koalisi. Sehingga secara internal kerukunan, soliditas dan kondusifitas koalisi mulai terganggu. Situasi ini ditambah lagi dengan diinfiltrasinya kepentingan parpol oposisi. Yang mulai bicara bargaining politik tahun 2024.

Mungkin karena desakan bahwa di dalam politik praktis selalu ada opportunity cost. Hal itulah yang membuat para elit parpol pusing tuju keliling, mencari modal. Mengamankan cadangan anggaran dan mencermati siapa kandidat Presiden yang diajukan para pemodal (cukong).

Positioning politik itu yang menjadi kalkulasi elit parpol. Mereka berharap struktur parpol kuat dan dapat menyanggah kekuatan politik (elektoral). Lantas harapannya modal itu dapat menyumbangkan nilai lebih terhadap suara Legislatif (Parlemen). Ketika makin kuat positioning politik parpol, otomatis semakin mahal pula nilai tawarnya secara politik. Begitupun sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun