Artinya terdapat rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Â Diperkirakan pada tahun 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai titik terendah sebasar 44%. Sementara angka usia produktif mencapai 70 persen dan non produktif 30 persen.
Berdasarkan proyeksi Indonesia akan memasuki bonus demografi antara tahun 2020 sampai dengan 2035. Dan puncak bonus demografi ini diprediksi tahun 2030. Â
Artinya tahun itu usia produktif jumlahnya akan jauh lebih besar dari kelompok penduduk tidak produktif. Kelompok usia produktif ini akan menjadi sumber daya yang bisa menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional.Â
Bonus demografi menjadi multiplier effect yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selain penggerak utama ekonomi atau sebagai engine of growth, bonus demografi bisa membentuk kelas menengah yang kuat. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sebuah negara sangat dipengaruhi oleh kelas menengah. Saat ini negara sebagai  best practice pengelolaan bonus demografi adalah China dan Korea Selatan.
Sebaliknya bonus demografi ini bisa berubah menjadi bencana jika tidak dikelola dengan tepat. Sudah banyak contoh negara yang gagal mengelola populasi hingga menjadi petaka demografi. Brazil dan Afrika Selatan, dua negara yang gagal dalam memanfaatkan momentum bonus demografi.Â
Bonus demografi yang seharusnya menjadi berkah malah berubah jadi petaka. Bonus demografi yang tidak terkelola akan menimbulkan persoalan serius pada kehidupan sosial, ekonomi, keamanan dan ujungnya bisa mengakibatkan krisis politik.
Di sinilah letak titik temu antara generasi milenial dan bonus demografi. Generasi milenial akan menjadi penopang utama dalam memasuki era bonus demografi. Jelas sudah letak strategis generasi milenial dalam menangkap peluang kebangkitan Indonesia sebagai negara 5 besar kekuatan dunia. Menjadikan generasi milenial sebagai engine of growth perekonomian nasional. Bukan sebaliknya sebagai faktor penghambat utama dalam perkembangan ekonomi Indonesia.
Sebagai engine of growth perekonomian Indonesia, tentu akan meningkatkan taraf ekonomi generasi milenial. Peluang terbentuknya kelas menengah baru sangat besar. Atau generasi milenial ini berpeluang menambah komposisi kelas menengah di Indonesia. Sebuah negara yang sedang tumbuh sangat membutuhkan lahirnya kelas menengah baru.Â
Berdasarkan hitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah menghabiskan uang sekitar Rp. 2,28 juta per bulan. Berbeda dengan BPS, Asia Development Bank memberikan patokan pengeluaran orang yang masuk kategori kelas menengah yakni memiliki  pengeluaran sekitar US$ 2 hingga US$ 20 per hari.
Asia Development Bank membagi lagi kelompok kelas menengah ini ke dalam beberapa kategori. Pertama, lower-middle class yang memiliki pengeluaran US$ 2 sampai US$ 4. Kedua, middle-middle class dengan pengeluaran US$ 4 sampai US$ 10. Ketiga, Upper-middle class memiliki pengeluaran US$ 10 sampai US$ 20.
 Oleh karena itu sangat signifikan peranan kelas menengah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selain pekerja yang  produktif, kelas menengah ini mampu membuka lapangan pekerjaan baru. Mereka juga memiliki sejumlah dana untuk kepentingan konsumtif dan investasi.Â