Mohon tunggu...
Bung Adi Siregar
Bung Adi Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - BAS

Founder BAS Pustaka Copywriter Independen Pecinta Film Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kutang

25 November 2016   09:38 Diperbarui: 25 November 2016   09:58 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Seputar Kudus

Kutang, imajinasinya jangan ke mana-mana dulu. Sementara waktu, asosiasikan dulu sebagai cipta karsa umat manusia. Lewat artikel ini aku ingin kita diskusi soal produk kebudayaan manusia yang bernama kutang.  Aku berkesimpulan kutang merupakan salah satu cipta karsa manusia yang amat penting. Mulai dari kebutuhan pribadi hingga perang, si kutang pun terbabit.

Silahkan Anda bayangkan  sendiri sebelum kutang diciptakan. Stop! Membayangkannya jangan kemana-mana he…he….

Konon kutang diciptakan pertama kali oleh bangsa Romawi. Fungsinya sebagai pembungkus ketika perempuan Romawi melakukan olah raga. Memasuki masa modern, kutang diproduksi oleh  enterpreuner asal Prancis. Fungsinya sebagai penahan dada. Di banyak Negara Eropa kutang berarti benda yang diciptakan untuk menahan dada.

Di nusantara  kutang awalnya difungsikan untuk menutupi organ vital perempuan. Hikayat kutang di bumi nusantara dapat diketahui melalui novel pangeran Diponegara karya Remy Sylado. Perempuan nusantara baru mengenal kutang setelah kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara. Don Lopez yang mewajibkan perempuan nusantara memakai kutang. Perempuan yang turut dalam pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan banyak yang bertelanjang dada. Oleh Lopez  memberikan sebuah kain kepada perempuan untuk menutup dadanya. Ia mengatakan tutup bagian paling berharga  itu.

Pakaian dalam yang berfungsi menahan dada itu mulai menjadi kebiasaan di Eropa. Apalagi perempuan mulai memiliki aktivitas di luar rumah. Sejak perempuan Eropa terbiasa menggunakan kutang, banyak enterpreuner melihat ini sebagai peluang bisnis. Sejak itulah kapitalisme menggerayangi organ tubuh perempuan paling privat. Akhirnya, kapitalisme berhasil menguasai tubuh perempuan. Memperkosa hak-hak perempuan dalam berbusana.

Kapitalis produsen kutang sempat protes kepada Pemerintah Amerika yang melarang perempuan menggunakan kutang. Kebijakan itu diberlakukan pada tahun 1917 oleh Ketua Dewan Industri Perang Amerika Bernard Baruch. Alasannya, logam yang digunakan untuk memproduksi penahan dada itu akan digunakan sebagai peralatan perang.

Kapitalisme menemukan momentumnya menjajah organ privat perempuan ketika bintang Hollywood Madonna mengenakan kostum bra yang meruncing di bagian dada pada  1990.

Cengkraman kapitalisme atas tubuh perempuan semakin menggurita ketika strategi penjualannya menggunakan cara-cara manipulatif. Sebuah produsen  perlengkapan perempuan itu menggunakan kalimat-kalimat candu. Diksi bersihir.  Banyak perempuan yang ketagihan dan terbius.

"Lift up your personality!" demikian campaign sebuah produsen kutang. Entah apa hubungannya memakai kutang dengan personality. Tak pakai kutang sekali pun aku gak yakin personility seseorang akan lebih baik. Atau jangan-jangan kutang produksinya bisa memperbaiki personality. Entahlah. Coba aja sendiri. Siapa tau personality Anda membaik. Nanti kalo personality Anda lebih baik kasih tau aku ya. Aku mau memperbaiki personality #eh

Akhirnya, ada juga yang gerah dengan tindak tanduk kapitalisme ini. Ada juga yang waras. Pada 1963, Betty Friedan menggugatnya. Di tahun 1970 Germaine Greer mengatakan “Bra adalah sebuah ciptaan yang menggelikan.”

Dan gerakan paling ekstrem dalam melawan kapitalisme atas produk dalam perempuan ini mengkampanyekan No Bra Everyday. Bagi mereka yang menolak kapitalisasi ini, berpandangan kaum kapitalis telah mengacak-ngacak organ tubuh perempuan yang paling privat.

Ketika pertama sekali diciptakan, kutang hanya berfungsi sebagai pembungkus atau penahan dada. Setelah kapitalisme masuk, fungsi terlampaui. Kemanfaatan bukan lagi orientasi. Persepsi menjadi segalanya.

Beginilah kapitalisme bekerja. Kapitalisme banyak wajah. Kadang sangat ramah dan menghibur. Lain waktu sangat religius. Dan seringkali amat menakutkan, tak manusiawi. Seperti yang diatrasikan di konflik abadi di bumi penghasil minyak.

Terangin-angin ke telinga jika Pilkada Jakarta juga wajah lain  kapitalisme. Entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun