Minangkabau merupakan sebuah etnis di Indonesia memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan Matrilineal yaitu sistem yang mengatur hubungan kekerabatan dari garis keturunan ibu. Biasanya sang anak akan mengikuti suku sang ibu, seorang anak akan mendapatkan harta warisan yang sudah turun-temurun dari garis ibu, biasanya yang mendapatkannya adalahanak perempuan. Sedangkan anak laki-laki tidak punya hak untuk memiliikinya, mereka hanya mempunyai hak untuk mengusahakannya dan bisa memiliki harta warisan sesuai usahanya saja, jika meninggal harta tersebut akan di kembalikan ke pihak keluarganya (ibunya atau saudara perempuannya dan kemenakannya).
Ada dua jenis harta warisan (pusaka) dalam Minangkabau:
a. Pusaka Tinggi : warisan turun-temurun dari phak ibu
b. Pusaka Rendah : warisan dari hasil usaha ayah dan ibunya selama terikat sebuah hubungan (perkawinan)
Selain itu, dalam sistem ini satu keluarga tinggal di Rumah Gadang. rumah ini ditempati oleh orang-orang seketurunan atau dinamai saparuik atau satu tali darah dari keturunan Ibu. rumah ini juga berfungsi untuk kegiatan adat dan juga tempat tinggal. sedangkan suami ibu tidak termasuk ke dalam keluaga rumah gadang istrinya, tetapi menjadi anggota keluarga dari rumah gadang tempat ia dilahirkan (ibunya). tidak hanya satu keluarga yang mendiami rumah gadang, bisa berpuluh orang dahulunya yang bisa menempati rumah gadang(tentunya masih dengan keturunan ibu).
Garis keturunan atau sekelompok  masyarakat yang menjadi sistem kekerabatan ini disebut dengan kaum. terdapat beberapa kaum, yaitu:
a. sekaum seketurunan
b. sekaum sehina semalu
c. sekaum sependam seperkuburan
d. sekaum seberat seringan
e. sekaum seharta sepusaka
Harta pusaka kaum ini menjadi kunci alat pemersatu dan memegang teguh prinsipnya. garis yang berkaitan dengan kaum ini adalah jurai, sebuah kaum merupakan sekumpulan jurai dan jumlah tiap jurai tidaklah sama. setiap jurai membuat rumah gadang, tapi rumah gadang utama tetap di pegang oleh kaum. pecahan dari jurai disebut sumande (seibu) dan pihak suami atau sumando tidak termasuk dalam sumande.Â
Dalam perkawinan pada sistem kekerabatan Minangkabau, dilarang untuk menikah sesama kaum hal ini untuk menghindari kerusakan keturunan dan untuk keselamatn hubungan sosial. jika terjadi perkawinan sesama kaum, itu mempengaruhi hakikat terhadap harta pusaka dan sistem kekerabatan matrilineal. ada pula syarat untuk melakukan perkawinan, yaitu:
a. tidak memiliki hubungan darah atau saudara
b. tidak memiliki suku yang sama (kecuali beda datuk)
c. laki-laki siap memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga
d. memiliki material yang cukup untuk keberlangsungan keluarga barunya
Ada pula harta pusaka tinggi tidak bleh dijual hanya boleh digadaikan jika keadaan terdesak dan melalui empat syarat, yaitu mayit tabujua di tangah rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang alun balaki dan mambangkik batang tarandam.
Sekian penjelasan singkat dari saya, semoga membantu.
Sumber :Â
https://media.neliti.com/media/publications/80992-ID-sistem-kekerabatan-dalam-kebudayaan-mina.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H