Mohon tunggu...
Bunga Arista Rahayu
Bunga Arista Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Mercu Buana

NIM: 42321010028_Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak_Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K14_Determinan Korupsi di Negara Berkembang

4 Desember 2022   00:14 Diperbarui: 4 Desember 2022   00:17 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama                                    : Bunga Arista Rahayu

NIM                                       : 42321010028

Jurusan                                 : DKV

Mata Kuliah                        : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Dosen Pengampu            : Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak

Universitas Mercu Buana

Determinants of Corruption in Developing Countries Ghulam Shabbir, Mumtaz Anwar

(Determinan Korupsi di Negara Berkembang)

 

Latar Belakang

Korupsi merupakan penghambat kemajuan umat manusia. Ini bukan fenomena baru, itu setua sejarah manusia itu sendiri. Korupsi menjadi terlihat ketika otoritas didirikan.

Menurut Glynn [1997] "... tidak ada wilayah dan hampir tidak ada negara yang kebal dari korupsi. Seperti kanker, korupsi mempengaruhi hampir semua lapisan masyarakat; seperti yang dinyatakan Amundsen [1999], korupsi "menggerogoti jalinan budaya, politik dan ekonomi dari masyarakat dan menghancurkan fungsi vital organ-organ penting", semua ini dibuktikan dengan penelitian besar-besaran di Prancis, Italia, Jepang, Filipina, Korea Selatan, Meksiko, AS, dll. skandal korupsi. dalam agenda lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Organisasi Perdagangan Dunia, Transparansi Internasional dan Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi. Menurut Bank Dunia, korupsi adalah "satu-satunya hambatan terbesar bagi pembangunan ekonomi dan sosial. pembangunan, mendistorsi peran hukum dan melemahkan basis kelembagaan yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi". Transparency International melihatnya sebagai "... salah satu tantangan terbesar dunia modern. Ini merusak tata kelola yang baik, secara mendasar mendistorsi kebijakan publik, menyebabkan kesalahan alokasi sumber daya, melemahkan sektor swasta dan pembangunan sektor swasta, dan terutama merusak masyarakat. hal yang buruk."

Pada abad ke-20, korupsi mendapat banyak perhatian dalam penelitian akademik dan menjadi tempat pertemuan para peneliti, yang tergabung dalam berbagai disiplin ilmu sosial dan sejarah. Sekelompok peneliti dalam ilmu politik berfokus pada sejumlah kecil topik yang meliputi; bagaimana sistem politik memecahkan masalah korupsi, apakah korupsi mendorong atau menghambat pembangunan ekonomi, dan bagaimana organisasi publik yang mampu mengurangi korupsi dibentuk. Namun, para peneliti ekonomi telah memusatkan perhatian pada masalah korupsi dalam arti yang lebih luas. Mereka mencoba mencari tahu tingkat korupsi di berbagai negara dan penyebab atau faktor penentunya.

Novelty Keterbaharuan Penelitian

Dalam merumuskan CPI, Transparency International mempertimbangkan faktor politik, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi tingkat korupsi di suatu negara dan pada akhirnya melemahkan kinerja negara [Lambsdorff, 2001b]. Pemeringkatan survei CPI selama beberapa tahun juga mengungkapkan bahwa semua posisi terendah dikaitkan dengan negara-negara berkembang. pada tahun 2006 Survei CPI dan hampir semua angka sebelumnya menunjukkan bahwa hampir semua negara berkembang mendapat skor di bawah rata-rata, kecuali Chili, Yordania, dan Mauritius. Mengapa hampir semua negara berkembang memiliki skor terendah (paling korup). data cross-sectional untuk negara campuran (maju dan berkembang). Namun masalah negara berkembang belum dipelajari secara terpisah.

Dalam penelitian ini, kami membagi faktor penentu korupsi menjadi dua kategori; ekonomi dan non ekonomi. Masalah ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, integrasi internasional (globalisasi), tingkat pendidikan, pendapatan rata-rata, dan distribusi pendapatan. Untuk faktor non-ekonomi, kami memasukkan determinan sosial-politik dan agama seperti demokrasi, kebebasan pers, demografi agama, dll. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor ekonomi berkontribusi lebih dari faktor non-ekonomi untuk mengurangi tingkat korupsi di negara berkembang.

Rumusan masalah

  • Apa itu korupsi
  • Bagaimana determinan korupsi di negara-negara berkembang

Kajian Kepustakaan

Korupsi adalah akibat dari lemahnya administrasi negara yang timbul saat sebuah individu atau organisasi punya kekuatan untuk memonopoli barang atau pun jasa, ke bijaksanaan atas membuat keputusan, akuntabilitas yang terbatas atau bahkan tidak ada, serta tingkat pendapatan yang rendah.

Pengertian korupsi menurut Bank Dunia yaitu korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi. Ada banyak studi bukti yang mencoba untuk mencari tahu hubungan antara korupsi dan ekonomi dan faktor non ekonomi. Dalam kepustakaan ditemukan bahwa variabel signifikan dalam satu regresi tetapi menjadi tidak signifikan saat beberapa variabel yang lainnya digabungkan ke dalamnya. Jika diamati dalam satu periode, korupsi dapat menyebabkan variabel lain dan kemudian pada periode kedua disebabkan oleh variabel lainnya.

Stufi yang dilakukan oleh Johnson, Kaufmann, Zoido-Lobaton, Bonaglia, Fisman, dan Gatti menemukan bahwa hubungan yang terjadi antara korupsi dan juga ukuran ekonomi tidak resmi. Namun, beberapa penelitian menemukan hal sebaliknya seperti yang ditemukan oleh Treisman, Ali, dan Isse. Mereka bertiga menemukan bahwa ada dampak yang positif dari negara intervensi, hal itu berarti intervensi dapat mengurangi tingkat korupsi. Intervensi adalah sebuah campur tangan dari suatu negara ke negara lainnya, campur tangan tersebut bisa dalam bidang ekonomi, militer, politik, kesehatah, atau pun pemerintahan.

Rerangka Pemikiran, Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara yang masih perlu diuji kebenarannya lagi. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis pendekatan negatif antara korupsi dan juga pendapatan didukung oleh sejumlah peneliti-peneliti besar. Tetapi beberapa penelitian pun membuktikan bahwa adanya hubungan yang positif diantara variabel tersebut. Hubungan positif antara korupsi dan distribusi pendapatan didukung oleh temuan dari Paldam, Amanullah, dan Eatzaz. Korupsi adalah hasil dari lemahnya administrasi negara yang terjadi ketika seseorang atau kelompok memiliki kekuatan monopoli atas barang atau jasa, keleluasaan dalam mengambil keputusan, tanggung jawab terbatas atau tidak ada, dan tingkat pendapatan rendah [Klitgaard, 1998]. Definisi Bank Dunia tentang korupsi sering dikutip dalam literatur ekonomi.

Metode Sampling

Hampir semua penelitian ini menggunakan data cross sectional untuk kemudian keduanya dikembangkan juga sebagai negara berkembang, tak ada yang memusatkan bagian dunia berkembang secara khusus.

Dalam penelitian ini menggunakan data cross sectional untuk analisis komparatif dengan sampel 41 (empat puluh satu) negara berkembang. Variabel dependen yang digunakan yaitu objektif. Pengukuran korupsi ini diasaskan pada persepsi dari kelompok sasaran. Data korupsi (Corruption Perceived Index) dibangun oleh transparency international yang memberi skor kepada 163 negara untuk tahun 2006, yang dimana kami menggunakan CPI untuk menggunakan 41 negara berkembang. Indeks ini merupakan "poll of polls", menyisir dari hasil survei dan polling yang dilakukan berbagai independen institusi.

Institusi yang menyediakan Corruption Perceived Index adalah: Columbia University, Economist Intelligence Unit, Freedom House, Information International, International Institute for Management Development, Merchant International Group, Political and Economic Risk Consultancy, United Nations Economic Commission for Africa, World Economic Forum dan World Markets Research Centre.

 Variabel, dan Pengukurannya

Faktor penentu korupsi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu determinan ekonomi dan determinan non ekonomi. Determinan ekonomi melingkupi kebebasan ekonomi, globalisasi, tingkat pendidikan, pendapatan rata-rata (PDB per kapita) dan juga distribusi pendapatan.

Di dalam determinan non ekonomi, dimasukkan determinan sosial-politik dan agama berupa demokrasi, kebebasan pers dan bagian penduduk yang berfiliasi dengan agama.

Untuk perkiraan, berikut persamaannya:

 

dokpri
dokpri

Model persamaan ekonometrika

Menurut transparensy International CPI 2006, Islandia, Finlandia Baru dan Selandia Baru merupakan negara yang dianggap paling tidak korup karena skor CPI mereka 1/163. Kemudian kabupaten yang paling tidak korup yaitu:

  • Haiti (163/163)
  • Guinea (160/163)
  • Irak (160/163)
  • Myanmar (160/163)

Negara yang punya tingkat demokrasi yang tinggi, tingkat kebebasan ekonomi tinggi, kebebasan pers, dan integrasi ekonomi adalah negara yang paling tidak korup. Berikut hubungan dari korupsi dengan segala faktor ekonomi (kebebasan ekonomi, pendapatan rata-rata, globalisasi, tingkat pendidikan dan distribusi pendapatan dalam diagram berikut:

dokpri
dokpri

Hasil Penelitan

Selama penilaian, diterapkan Uji Heteroskedastisitas Putih untuk memeriksa Heteroskedastisitas masalah yang dapat mungkin muncul karena data cross sectional. Dalam beberapa kasus, ditemukan signifikan F-Statistic yang memperlihatkan adanya masalah Heteroskedatisitas, untuk menghilangkan masalah tersebut, menggunakan Standar Konsisten Heteroskedatisitas Putih dan Newey-West HAC Standart Errors and Covariance untuk menghilangkan masalah. Dalam tes diagnostik lainnya digunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test untuk memeriksa spesifikasi model dan serial autokorelasi. Nilai F-stat menunjukkan tidak ada masalah.

Di dalam model non ekonomi, diperkirakan dengan 4 persamaan yaitu untuk faktor non ekonomi, kebebasan pers, demokrasi dan agama yang pengaruhi tingkat persepsi korupsi. Semua hasil persamaan tersebut menunjukkan bahwa sosio-politik dan norma agama sangat lemah di negara berkembang serta tidak mampu pengaruhi tingkat korupsi. Kebebasan pers telah mendalami perilaku korup yang terkutuk secara sosial. Maka peningkatan pers kebebasan bisa mengurangi tingkat korupsi. Tujuan empiris ini didukung oleh temuan dari Lederman dan Brunetti-Weder.

Interprestasi Hasil

Setelah menggabungkan determinan ekonomi dan non ekonomi, hasilnya hampir sama dengan dua model yang sebelumnya. Kontribusi faktor ekonomi lebih banyak dibanding dengan faktor non ekonomi dalam mengurangi tingkat korupsi pada negara berkembang.

Simpulan dan Saran

Studi ini mengambil kesimpulan bahwa dalam mengurangi tingkat korupsi di negara berkembang, faktor ekonomi lebih penting. Berbagai nilai sosial-budaya tak terpengaruh oleh agama. Norma demokrasi juga sangat lemah, sehingga faktor agama dan norma demokrasi kurang berpengatuh dalam mengurangi tindak korupsi di negara berkembang. Penentu ekonomi mempunyai hubungan negatif dengan tingkat korupsi di negara berkembang.

Atas dasar penelitian ini, pemerintah disarankan untuk fokus pada faktor penentu ekonomi dari korupsi, terutama kebijakan kebebasan ekonomi untuk mengintrol tingkat korupsi. Kemudian kebijakan globalisasi harus didukung, karena hal tersebut memberi andil yang relevan kepada penurunan tingakt kotupsi. Kebijakan pers liberalisasi harus lebih didukung untuk mengurangi tingkat korupsi yang dirasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun