Dari ketiga lingkup relasi diatas, manusia memiliki 2 relasi yang paling mendasar (penting) atau fundamental. Yang pertama adalah adalah I - It, dalam relasi yang kedua ini hal-hal yang lainnya diperlakukan sebagai objek oleh manusia, yaitu kebalikan dari relasi yang kedua yaitu I - Thou. Relasi atau hubungan I-Thou yaitu jika manusia memiliki relasi ini maka ia dapat menjadi pribadi yang utuh serta dapat menemukan jati dirinya dan tujuan dalam hidupnya. Relasi I-Thou dapat dilihat dalam hubungan sesama manusia, maupun hubungan antara manusia dengan alam dan makhluk spiritual (spiritual beings). Relasi I-Thou yang dapat terlihat paling jelas bagi Buber yaitu di dalam hubungan pernikahan, karena sebagai pasangan suami istri mereka menunjukkan rasa kasih kepada pasangannya.
Hubungan I-It dengan I-Thou
Namun, menurut Buber sendiri manusia juga memerlukan hubungan I-It, karena relasi tersebut tidak selamanya jahat jika manusia dapat memanfaatkan hubungan tersebut dengan benar, seperti tidak memanipulasi atau memperalat hubungan atau relasi tersebut. Ia pernah mengatakan "and in all seriousness of truth, listen: without It a human being cannot live. But whoever lives only with that is not human." Yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah "dan dengan segala keseriusan kebenaran, dengar: tanpanya manusia tidak bisa hidup. Tapi siapa pun yang hidup hanya dengan itu bukanlah manusia."
Dalam perspektif Buber, tanggung jawab kita sebagai sesama manusia adalah saling bertanggung jawab jika saling bertemu. Karena, sebuah objek atau pihak lain yang kita temui menginginkan respon dan juga perhatian dari kita. Buber menuliskan manusia sebagai "anak kecil" yang ingin dipegang, dibantu, serta membutuhkan perhatian, sentuhan, dan respon dari kita. Arti dari Buber menerangkan seseorang sebagai "anak kecil" yaitu bahwa Buber ingin manusia menyadari bahwa seluruh umat manusia juga menginginkan sebuah relasi atau hubungan atau perjumpaan yang baik. Karena itu kita memiliki tanggung jawab sebagai sesama manusia bahwa kita bisa membuat setiap orang atau pihak lain menjadi "dewasa".
Manusia yang lebih cenderung memperlakukan sesamanya manusia sebagai sebuah benda bukan manusia bisa saja terjadi dengan cara menjelaskan relasi manusia oleh Buber. Salah satu hal yang dapat mengubah hidup manusia agar memperlakukan manusia sebagai manusia, bukan sebagai benda adalah manusia sadar bahwa hidupnya berada di keabadian bersama dengan Sang Pencipta.Â
Kesimpulan / Penutup
Manusia memiliki kuasa untuk menaklukan benda-benda yang ada di sekitarnya, karena benda yang berada di sekitarnya tidak bisa bergerak untuk pertahankan keberadaannya di hadapan para manusia. Berbeda dengan relasi manusia dengan manusia yang lainnya, manusia tidak memiliki kekuasaan penuh terhadap manusia yang lainnya karena manusia memiliki kekuatan untuk berelasi sehingga manusia bisa melawan manusia yang lain saat diperlakukan tidak adil. Relasi terkuat manusia adalah pertemuan manusia dengan Penciptanya yaitu Tuhan atau Allah. Bagi Buber manusia dan Allah memiliki sifat relasi yang sama seperti hubungan manusia dengan manusia lainnya yaitu spontan, yang berarti terjadi begitu saja tanpa ada persiapan atau rencana sebelum terjadinya relasi tersebut. Berbeda dengan hubungan manusia dengan benda yang masih bisa dipersiapkan atau direncanakan, seperti "apa tindakan yang akan dilakukan terhadap benda tersebut". Martin Buber yang merupakan seorang panentheisme percaya bahwa Allah dapat ditemui dimana pun, kapan pun, dan dalam bentuk apa pun, seperti hewan, tumbuh -tumbuhan, dan benda- benda lain di sekitar, namun  bukan berarti seorang penganut panentheisme memandang bahwa Allah sama dengan segala hal atau sesuatu.
Sumber :
https://journal.unpar.ac.id/index.php/melintas/article/view/1448/1390
https://feelsafat.com/2022/02/martin-buber.html