Dalam APBN, penerimaan negara banyak disumbang oleh pajak, khususnya pajak penghasilan (PPh). Presentase pajak kurang lebih 70% dari total keseluruhan penerimaan negara. Makanya tidak heran ketika banyak iklan mengenai pembayaran pajak diedarkan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Hal ini ditujukan agar penerimaan dari sektor pajak dapat memenuhi target. Dengan besarnya target yang hendak dicapai DJP dalam memenuhi penerimaan pajak sesuai kebutuhan APBN, perlu insentif baru dalam usaha peningkatan penerimaan pajak tersebut. Salah satunya yang akan dibahas lebih lanjut adalah mengenai zakat atau sumbangan keagamaan.
Apakah dengan berzakat atau menyumbang sebanyak-banyaknya dapat mengurangi pajak terutang? Apakah zakat atau sumbangan tersebut bebas diberikan kepada siapa saja?
Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2010, zakat atau sumbangan keagamaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Artinya, ketika penghasilan bruto berkurang, pajak terutang yang ditanggung wajib pajak pun ikut berkurang–walaupun biasanya sangat sedikit pengaruhnya. Sayangnya, DJP sudah lebih dulu mengantisipasi pertanyaan pertama, maksimal zakat atau sumbangan keagamaan yang dapat dikurangkan adalah 2,5% dari penghasilan bruto (income tax deductible). Padahal di Malaysia zakat adalah tax deductible. Artinya, zakat adalah kredit pajak yang dapat mengurangi langsung besarnya pajak terutang. Ditambah berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2000, di Indonesia zakat yang boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak hanyalah zakat penghasilan, sedangkan di Malaysia diperbolehkan mengreditkan seuruh jenis zakat dan kewajiban agama.[1] Selanjutnya, untuk mengantisipasi pertanyaan yang kedua, PER-33/PJ/2011mengatur lebih lanjut bahwa zakat atau sumbangan keagamaan hanya dapat mengurangi penghasilan bruto ketika dibayarkan kepada salah satu dari badan-badan atau lembaga-lembaga yang telah disahkan pemerintah[2], sebagai berikut:
Badan Amil Zakat Nasional
LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
LAZ Dompet Dhuafa Republika
LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
LAZ Yayasan Amanah Takaful
LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil
LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
LAZ Baituzzakah Pertamina
LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
LAZ Baitul Maal Hidayatullah
LAZIS Muhammadiyah
LAZ Persatuan Islam
LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
Setelah melakukan pembayaran zakat atau sumbangan keagamaan jangan lupa untuk meminta bukti pembayaran dari badan atau lembaga bersangkutan untuk dilampirkan sebagai bukti dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Sebagai informasi, pada dasarnya pembayaran zakat atau sumbangan ini tidak mengarah pada agama apapun. Karena di dalam formulir SPT, baik itu 1770, 1770S, maupun 1770SS, tidak sama sekali tercantum agama si wajib pajak. Dengan kata lain, wajib pajak–apapun agama si wajib pajak–dapat memanfaatkan kelonggaran pajak yang satu ini, asal memiliki bukti pembayaran zakat atau sumbangan keagamaan. Jangankan untuk memanfaatkan kelonggaran peraturan yang satu ini, bahkan lebih dari 52% wajib pajak tidak tahu bahwa zakat atau sumbangan keagamaan adalah pengurang penghasilan kena pajak.[3]
Bagaimana bisa zakat atau sumbangan keagamaan menjadi insentif peningkatan penerimaan pajak ketika malah menjadi kredit pajak?
Sebagai contoh, asumsikan terdapat 10 orang wajib pajak yang belum membayar zakat atau kewajiban agama dan 10 orang yang belum membayar pajak. Setiap orang berpenghasilan Rp100juta dan belum menikah juga tanpa tanggungan.[4]
Dapat disimpulkan, kredit pajak dari zakat atau sumbangan keagamaan dapat menjadi pendongkrak penerimaan pajak dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin melalui penyaluran zakat atau sumbangan keagamaan.
[1] http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124379-SK%20011%2008%20Waj%20k%20-%20Kajian%20Penerapan-Analisis.pdf
[2] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4eeac0c0228c2/djp-tetapkan-20-lembaga-penerima-zakat
[3] http://www.lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/04-ali.pdf
[4] http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124379-SK%20011%2008%20Waj%20k%20-%20Kajian%20Penerapan-Analisis.pdf halaman 31
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H