Mohon tunggu...
Bunga SyntyaClau
Bunga SyntyaClau Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Bersukacitalah dalam Segala Hal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Pemuda dalam Melakukan Pemberantasan Hoax dan Hate Speech Menjelang Pemilu

9 Desember 2021   22:25 Diperbarui: 9 Desember 2021   22:28 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Bunga Syntya Claudya

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi)

Penyebaran berita hoax dan hate speech (ujaran kebencian) di berbagai media sosial semakin meningkat khususnya pada saat menjelang pemilu. Dalam KBBI disebutkan bahwa arti hoax adalah berita bohong atau dapat diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. 

Sedangkan hatespeech atau ujaran kebencian merupakan tindakan menyebarkan rasa kebencian dan permusuhan yang bersifat SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Penyebaran berita hoax dan hatepeech (ujaran kebencian) dilakukan oleh salah satu atau masing -- masing pihak untuk menjatuhkan pihak lawan. Padahal hal ini merupakan wujud dari persaingan yang tidak sehat serta bersifat mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.

Berkaca pada pemilu di tahun -- tahun sebelumnya yang kerap dibumbui oleh penyebaran berita hoax dan hate speech (ujaran kebencian) di berbagai media sosial. Pemilu tahun 2019 juga turut terindikasi oleh banyaknya berita hoax dan hate speech (ujaran kebencian). 

Hal ini sesuai dengan anggapan Pakar pidana Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Eddy O. S. Hiariej SH MH yang mengatakan bahwa berita bohong (hoax), fitnah, dan hate speech menjelang pemilu 2019 semakin marak dilakukan.

Padahal, penyebaran berita hoax dan hate speech (ujaran kebencian) yang terus dilakukan di media sosial khususnya menjelang pemilu dapat menggoyang tatanan sosial-politik yang ada. Sehingga menciptakan kondisi politik yang kacau dimana masyarakat akan terpolarisasi ke dalam dua kubu dan menimbulkan konflik antar kelompok masyarakat yang dapat mengarah kepada terjadinya disintegrasi bangsa.

Penyebab mudahnya penyebaran berita hoax dan hate speech (ujaran kebencian) pada berbagai media sosial di Indonesia tidak lain dan tidak bukan yaitu disebabkan oleh rendahnya literasi digital masyarakat terhadap berita yang ada di berbagai media sosial khususnya Whatsapp. 

Rendahnya tingkat literasi terhadap berita yang muncul di sosial media paling banyak terjadi pada generasi Baby Boomers atau generasi tua. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kominfo tahun 2018 disebutkan bahwa generasi tua berumur 45 tahun ke atas rata-rata memili pengetahuan literasi digital yang rendah sehingga banyak berpotensi menyebarkan berita hoax. 

Selain generasi Baby Boomers atau generasi tua, hasil survey yang dilakukan oleh kominfo tahun 2018 tersebut juga menyebutkan bahwa kalangan ibu-ibu turut banyak berperan dalam penyebaran berita hoax, dengan mengshare informasi yang didapatkan ke teman/publik melalui media sosial tanpa membaca dengan tuntas dan mencermati apakah informasi itu benar atau salah (Kominfo, 2018).

Rendahnya literasi digital juga diperparah dengan kurangnya pemahaman politik oleh masyarakat Indonesia sehingga penyebaran hoax dan hate speech semakin sulit dikendalikan. Pemahaman politik yang dimaksud ialah terkait isu -- isu politik yang terjadi di Indonesia. Ketidaktahuan dan keterbatasan pemahaman politik di Indonesia tidak hanya mengerucut pada masyarakat kelas bawah dan berpendidikan rendah. 

Melainkan, pada masyarakat kelas atas khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan dan mendapatkan pendidikan setara sarjana pun  juga banyak yang terpapar hoax dan ikut serta menyebarkannya. Pernyataan tersebut didukung oleh survey LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di 2019 yang menemukan bahwa lebih dari 50 persen masyarakat yang tinggal di perkotaan dan berpendidikan tinggi terpapar konten hoax dan ikut serta menjadi orang yang menyebarkannya di Pemilu 2019 (Nadzir, Seftiani, & Permana 2019).

Pemahaman politik masyarakat Indonesia yang rendah ini jika dikaitkan dengan teori Fungsional maka terlihat bahwa terjadi disfungsi pada lembaga politik dalam menerapkan kontrol sosial kepada anggota masyarakat khususnya edukasi terkait etika dalam mengemukakan pendapat dimuka umum. 

Pendidikan politik dan sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat Indonesia lebih banyak memberikan informasi pengetahuan terkait tahapan dan prosedur pelaksanaan pemilu, serta kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi. 

Sedangkan sosialisasi pengetahuan terkait pemberantasan penyebaran berita hoax dan hate speech tidak banyak diberikan. Sehingga dalam hal ini partai politik hanya menjalankan fungsi kampanye publik dan tidak menjalankan fungsinya dalam memberikan kontrol serta edukasi kepada masyarakat.

Menurut teori Fungsional yang dibawakan oleh Emile Durkheim mengatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kesatuan sistem dimana di dalamnya terdapat bagian -- bagian yang saling berkesinambungan atau memiliki hubungan timbal balik satu dengan yang lain. Bagian-bagian dari sistem tersebut memiliki fungsi masing -- masing yang harus dijalankan agar tercapainya equilibrium atau keseimbangan di dalam suatu sistem. 

Maka berdasarkan teori fungsinal dapat disimpulkan bahwa terdapat disfungsi pada lembaga politik atau terdapat kegagalan lembaga politik dalam menjalankan fungsinya terkait pemberian pendidikan politik kepada masyarakat, khususnya pendidikan tentang cara menyampaikan pendapat di muka umum serta menjalankan demokrasi yang baik dan benar di media sosial.

Kemudian berdasarkan penjelasan teori fungsional, bahwa apabila terdapat bagian atau elemen di dalam suatu sistem yang mengalami disfungsi (tidak menjalankan fungsinya dengan baik) maka akan menyebabkan kerusakan pada keseluruhan sistem. 

Dalam hal ini, disfungsi yang disebabkan oleh lembaga politik mengakibatkan kerusakan yaitu terjadinya polarisasi dan konflik antar kelompok masyarakat yang dapat mengarah kepada terjadinya disintegrasi bangsa.

Sehingga pada akhirnya disfungsi lembaga politik dalam memberikan pemahaman politik kepada masyarakat berdampak pada banyaknya penyebaran berita hoax dan hate speech di Indonesia yang dapat memecahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh karena itu, peran yang dapat dilakukan oleh pemuda untuk meminimalisir atau menangkal penyebaran berita hoax dan hatespeech (ujaran kebencian) menjelang pemilu yang akan datang yaitu dengan cara mensosialisasikan aturan hukum yang berlaku di Indonesia terkait penyebaran hoax dan ujaran kebencian. 

Negara indonesia mengatur hukum ujaran kebencian dalam UU ITE dan KUHP pasal 310 ayat 1 yang menyatakan bahwa "(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Maka dalam hal ini, generasi muda perlu mensosialisasikan terkait aturan hukum di sosial media sebagai upaya membantu pemerintah dalam meminimalisir penyebaran hoax dan hate speech menjelang Pemilu dan Pilkada mendatang. 

Selain itu, generasi muda juga dapat melakukan pemberantasan hoax dengan cara mencerdaskan masyarakat melalui lingkup terkecil yaitu dimulai dari keluarga. Pemberantasan hoax yang dilakukan melalui keluarga yaitu dengan mengingatkan keluarga untuk selalu memverifikasi kembali berita yang telah diterima dari media sosial, khususnya WA Grup. 

Terakhir, pemuda merupakan agent of change yang dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Generasi muda dapat menyebabkan kampanye berupa penyiaran konten-konten positif serta informasi yang mendidik agar dapat melawan hoax dan hate speech di media sosial. Hal ini dapat diterpakan dengan menuangkan ide dalam bentuk tulisan di berbagai platform, termasuk media sosial.

Daftar Pustaka 

Buku

George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2014. Teori Sosiologi (Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai

Perkembangan Muthakhir Teori Sosial Postmodern). (Bantul : Kreasi Wacana).

Heryanto, G. G. (2018). Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa Media di Panggung Politik.

(Yogyakarta: IRCiSoD).

Johnson, Doyle Paul, 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama).

Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia).

Jurnal

Devega, Evita. 2017. Mahasiswa Garda Terdepan Hadang Konten Negatif di Media Sosial.

KEMENTRIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA. Link : https://kominfo.go.id/content/detail/10841/mahasiswa-garda-terdepan-hadang-konten-negatif-di-media-sosial/0/sorotan_media (diakses pada tanggal 9 Desember 2021).

Fajriyah, Pratiwi. 2019. Virtual Democracy: Study on Political Communication of Hate speech

and Hoax in Presidential Election 2019 Through Social Media. (Surabaya : Universitas Airlangga).

Meuko, Nurlis E. 2018. Penyebaran Hoax Sangat Bahaya, Pelakunya Harus Segera Ditangkap.

BeritaSatu.com. Link : https://www.beritasatu.com/nasional/511741/penyebaran-hoax-sangat-bahaya-pelakunya-harus-segera-ditangkap (diakses pada tanggal 8 Desember 2021).

Mufrikhah, Solkhah dan uhammad Mahsun. 2019. Serangan Hoax Terhadap KPU Pada Pemilu

Serentak 2019: Studi di Jawa Tengah. (Jawa Tengah : KOMISI PEMILIHAN UMUM JAWA TENGAH).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun