Melainkan, pada masyarakat kelas atas khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan dan mendapatkan pendidikan setara sarjana pun  juga banyak yang terpapar hoax dan ikut serta menyebarkannya. Pernyataan tersebut didukung oleh survey LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di 2019 yang menemukan bahwa lebih dari 50 persen masyarakat yang tinggal di perkotaan dan berpendidikan tinggi terpapar konten hoax dan ikut serta menjadi orang yang menyebarkannya di Pemilu 2019 (Nadzir, Seftiani, & Permana 2019).
Pemahaman politik masyarakat Indonesia yang rendah ini jika dikaitkan dengan teori Fungsional maka terlihat bahwa terjadi disfungsi pada lembaga politik dalam menerapkan kontrol sosial kepada anggota masyarakat khususnya edukasi terkait etika dalam mengemukakan pendapat dimuka umum.Â
Pendidikan politik dan sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat Indonesia lebih banyak memberikan informasi pengetahuan terkait tahapan dan prosedur pelaksanaan pemilu, serta kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi.Â
Sedangkan sosialisasi pengetahuan terkait pemberantasan penyebaran berita hoax dan hate speech tidak banyak diberikan. Sehingga dalam hal ini partai politik hanya menjalankan fungsi kampanye publik dan tidak menjalankan fungsinya dalam memberikan kontrol serta edukasi kepada masyarakat.
Menurut teori Fungsional yang dibawakan oleh Emile Durkheim mengatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kesatuan sistem dimana di dalamnya terdapat bagian -- bagian yang saling berkesinambungan atau memiliki hubungan timbal balik satu dengan yang lain. Bagian-bagian dari sistem tersebut memiliki fungsi masing -- masing yang harus dijalankan agar tercapainya equilibrium atau keseimbangan di dalam suatu sistem.Â
Maka berdasarkan teori fungsinal dapat disimpulkan bahwa terdapat disfungsi pada lembaga politik atau terdapat kegagalan lembaga politik dalam menjalankan fungsinya terkait pemberian pendidikan politik kepada masyarakat, khususnya pendidikan tentang cara menyampaikan pendapat di muka umum serta menjalankan demokrasi yang baik dan benar di media sosial.
Kemudian berdasarkan penjelasan teori fungsional, bahwa apabila terdapat bagian atau elemen di dalam suatu sistem yang mengalami disfungsi (tidak menjalankan fungsinya dengan baik) maka akan menyebabkan kerusakan pada keseluruhan sistem.Â
Dalam hal ini, disfungsi yang disebabkan oleh lembaga politik mengakibatkan kerusakan yaitu terjadinya polarisasi dan konflik antar kelompok masyarakat yang dapat mengarah kepada terjadinya disintegrasi bangsa.
Sehingga pada akhirnya disfungsi lembaga politik dalam memberikan pemahaman politik kepada masyarakat berdampak pada banyaknya penyebaran berita hoax dan hate speech di Indonesia yang dapat memecahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, peran yang dapat dilakukan oleh pemuda untuk meminimalisir atau menangkal penyebaran berita hoax dan hatespeech (ujaran kebencian) menjelang pemilu yang akan datang yaitu dengan cara mensosialisasikan aturan hukum yang berlaku di Indonesia terkait penyebaran hoax dan ujaran kebencian.Â
Negara indonesia mengatur hukum ujaran kebencian dalam UU ITE dan KUHP pasal 310 ayat 1 yang menyatakan bahwa "(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."