(Kanca, ayo kanca ngayahi karyaning praja; Kene-kene-kene-kene gugur gunung tandang gawe; Sayuk-sayuk rukun bebarengan ro kancane; Lila lan legawa kanggo mulyaning negara; Siji, loro, telu, papat, maju papat-papat; Diulang-ulungake mesthi enggal rampunge; Holopis kuntul baris 3x).
Jika diterjemahkan bebas (Teman, mari melakukan tugas negara; Kemarilah, melakukan kerja bersama-sama; Hidup rukun bersama teman; Lapang dada dan ikhlas demi kemuliaan negara; Satu dua tiga empat maju berempat; Lakukan secara estafet agar pekerjaan cepat selesai; Seperti burung kuntul yang terbang bersama).
Lagu tersebut menginspirasi penulis ketika pertama kali diberi amanah menjadi kepala sekolah di sebuah sekolah dasar yang terhimpit bangunan-bangunan besar di Kota Semarang, yakni SDN Kembangsari 01. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan merupakan hal pertama yang penulis lakukan dalam beberapa minggu.Â
Tentu menggunakan metode pengamatan dan wawancara dengan penuh kekeluargaan. Hasilnya sungguh luar biasa, kelemahan-kelemahan yang mengendap beberapa tahun seakan menjadi hal yang biasa sehingga hal tersebut menjadi kambing hitam manakala ingin mengusung perubahan.
Beberapa kelemahan di antaranya, dalam dua tahun terakhir tidak ada siswa dan guru yang berprestasi baik akademik maupun nonakademik, guru-guru tidak naik pangkat, kesempatan guru untuk melakukan pengembangan diri sangat minim, kurangnya peran serta masyarakat dan komite sekolah, kurangnya pemanfaatan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah, serta kurangnya pengembangan potensi siswa dalam bidang akademik dan nonakademik.
Beberapa kekuatan di antaranya, guru-guru memiliki dedikasi dan semangat mengajar yang tinggi, siswa terlihat sopan dan santun dalam berbicara, adanya dukungan dari Dinas Pendidikan, serta bantuan pengembangan sumber daya dari Nasmoco yang menjadi SDN Kembangsari 01 Semarang menjadi sekolah binaan Nasmoco.
Jika dicermati secara mendalam, penyebab utama dari persoalan tersebut adalah kurangnya pemberdayaan potensi stakeholders di sekolah, kurangnya instensitas komunikasi yang dibangun sekolah lantaran mengesampingkan konsep tri  pusat pendidikan yang dikonstruksi Ki Hajar Dewantara tentang perlunya harmonisasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Berdasar kondisi tersebut, perlu dilakukan upaya untuk mengoptimalkan kekuatan sehingga kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi dapat dicarikan alternatif peningkatannya. Alternatif yang penulis terapkan yakni dengan mendesain konsep manajemen holopis kuntul baris yang bermuara pada pencapaian visi, misi, dan penjenamaan sekolah (branding) sekolah sekolah secara holistik dengan melibatkan stakeholders (peserta  didik,  guru,  orang tua,  dan  komite  sekolah).
Manajemen Holopis Kuntul Baris
Konsep manajemen holopis  kuntul baris tersebut sesuai dengan ungkapan yang pernah dilontarkan Bung Karno untuk menyemangati bangsa Indonesia agar bergotong royong.Â
Maksud ungkapan holopis  kuntul baris adalah  bekerjasama untuk menangani hal besar, karena dengan cara begitu, masalah seberat apapun pasti bisa terselesaikan kalau dikerjakan bersama-sama.
Konsep manajemen holopis  kuntul baris didukung pendapat Davis (2007) dalam bukunya "Talent Assessment, Mengukur, Menilai, dan Menyeleksi Orang-orang Terbaik dalam Perusahaan". Â
Gagasan Davis merupakan teknik untuk mengelola diri dan teamwork dengan memahami perilaku dan karakter diri dan tim untuk fokus pada tujuan suatu kelembagaan. Konsep ini bersinergi dengan konsep manajemen dari Tery (1968) dalam bukunya tentang Prinsip-prinsip Manajemen, yang mencakupi kegiatan planning, organizing, actuating, dan controlling.Â
Terinspirasi Davis dan Tery, serta memadukan kearifan lokal maka manajemen holopis  kuntul baris akan menjadi kekuatan untuk mengembangkan sekolah dengan  penjenamaan Setos yang merupakan kepanjangan dari Sehat, Terampil dengan Olahraga dan Seni.
Dari segi arti, holopis kuntul baris merupakan paribasan jawa, yang artinya saiyeg saeka praya, bebarengan mrantasi gawe, maksudnya kurang lebih bekerja dengan gotong royong. (https://clupin.wordpress.com).Â
Ditambahkan Mutia (2007: 195) bahwa holopis kuntul baris merupakan semboyan yang biasa diucapkan oleh segolongan orang, ketika menyatukan tenaga untuk mengangkat barang yang berat secara bersama-sama.
Pengembangan potensi sekolah melalui manajemen holopis kuntul baris merupakan refleksi dari pemikiran bahwa program kegiatan yang dilaksanakan dengan bekerjasama dalam tim akan lebih efektif dan hasil optimal. Tim ini di bawah tanggung jawab kepala sekolah dengan melibatkan siswa, guru, orang tua, dan komite. Semuanya bekerja sesuai dengan pemerian tugas yang telah disepakati bersama.
Strategi Pelaksanaan
Dalam menerapkan manajemen holopis kuntul baris sudah barang tentu terdapat serangkaian kegiatan yang bermuara pada pencapaian visi dan misi sekolah selaras dengan penjenamaan sekolah. Terdapat 4 (empat) langkah penerapan manajemen holopis kuntul baris, yakni: Pertama, melakukan koordinasi secara intensif dengan guru dan karyawan sekolah.Â
Kegiatan ini dilakukan melalui pengarahan singkat (briefing) tiap minggu maupun rapat rutin tiap akhir bulan. Dalam pengarahan singkat dan rapat akhir bulan selalu mengevaluasi kegiatan yang sudah terlaksana dan menyampaikan program yang akan dilaksanakan. Khusus untuk rapat akhir bulan selalu ada pembinaan umum dari kepala sekolah untuk seluruh guru dan karyawan.
Kedua, berkoordinasi dengan komite sekolah. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah rapat rutin tiga bulan sekali dan rapat secara intensif ketika ada program sekolah yang harus melibatkan komite sekolah.Â
Di samping itu melakukkan reorganisasi kepengurusan ketika masa kepengurusan habis, dan selalu melibatkan komite dalam berbagai kegiatan dengan lembaga lain, seperti rapat dengan dewan pendidikan kota, kegiatan penandatanganan kesepakatan bersama dengan Nasmoco, dan musyawarah perencaaan pembangunan dinas pendidikan (Musrenbangdik).
Ketiga, berkolaborasi dengan paguyuban orang tua siswa. Kegiatan yang dilaksanakan rapat dengan orang tua siswa kelas I pada saat Hari Pertama Masuk Sekolah (HPMS), mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa ketika ada program sekolah yang harus melibatkan orang tua siswa, seperti pentas seni di berbagai acara, siaran langsung di televisi bidang seni dan budaya.Â
Di samping itu melibatkan orang tua dengan kegiatan yang mendekatkan sekolah dengan orang tua dan mendekatkan orang tua dengan siswa seperti: sosialisasi anti perundungan (bullying), sosialisasi litersi, lomba mengirim video orang tua ikut membaca, dan lomba swafoto orang tua beserta anaknya.
Keempat,  menganalisis kegiatan yang disertai  dengan kegiatan evaluasi dan tindak lanjut. Langkah tersebut merupakan potret diri sekaligus intropeksi dan retropeksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Hal-hal positif tentu akan menjadi kekuatan untuk meningkatkan dinamika kegiatan berikutnya.Â
Terhadap hal-hal negatif atau kekurangan akan menjadi fokus antisipasi untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Selaras dengan pendapat Rogers yang mengusung teori divusi dan inovasi yang menjelaskan bahwa sebuah gagasan dan ide baru perlu dikomunikasikan pada sebuah kultur. Dalam konteks ini manajemen holopis kuntul baris akan menjadi gagasan baru dalam mengembangkan potensi dan menyemaikan budaya sekolah.
Dampak Manajemen
Dalam kurun waktu setahun, penerapan manajemen holopis kuntul baris telah membawa perubahan-perubahan sederhana. Setidaknya perubahan tersebut tampak pada: (1) budaya sekolah, (2) keterlibatan orang tua/komite sekolah, dan (3) prestasi siswa, guru, kepala sekolah.
Budaya sekolah yang sangat dirasakan adalah meningkatnya kedisiplinan siswa dan guru lantaran instensitas pembudayaan rutin tiap pagi menyambut kedatangan siswa dengan suasana ramah sambil diperdengarkan lagu-lagu daerah dan lagu wajib. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan apel pagi bersama dan pengarahan singkat dari kepala sekolah untuk memantapkan kegiatan pembelajaran dan aktivitas lain disertai curah pendapat guru.
Budaya sekolah lain yang  terkonstruksi dari manajemen holopis kuntul baris adalah keinginan mempublikasikan serangkaian kegiatan yang dilakukan sekolah melalui koran dan televisi, seperti: (1) Pertunjukan angklungsari dalam jumbara PMI Kota Semarang dan Jambore Kwarcab; (2) Pembiasaan membaca di pojok baca dan kompetisi menulis hingga menerbitkan buku; (3) Gelar seni siswa akhir tahun pelajaran, pentas seni di HUT sekolah, pameran hasil karya siswa di akhir semester.
Keterlibatan orang tua dan komite sekolah sangat luar biasa dalam mendukung aktivitas sekolah. Hal tersebut lantaran sekolah senantiasa menjalin komunikasi dengan orang tua dan komite melalui WhatsApp dan rapat-rapat komite. Pelibatan orang tua dan komite sekolah berupa material dan nonmaterial dalam kegiatan lomba-lomba, dokter kecil, pagelaran seni, HUT sekolah, dan pameran hasil karya siswa merupakan bentuk nyata ikut handarbeni sekolah.
Dampak yang dirasakan adalah meningkatkan prestasi siswa dan guru. Jika sebelumnya miskin prestasi maka semangat kebersamaan yang teraktualisasika dalam manajemen holopis kuntul baris membawa peningkatan. Bidang akademik siswa tercatat memperoleh predikat juara II LCC MAPSI tingkat kecamatan, juara II dan juara III lomba tenis meja tingkat kota. Guru pun juga berprestasi menjadi juara I tenis meja tingkat provinsi dan seorang guru meniti jenjang karier setingat lebih tinggi. Bahkan, kepala sekolah pun juga meraih predikat juara I lomba keluarga teladan tingkat nasional serta  menerima penghargaan Lencana Panca Warsa III dri Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Faktor Pendukung
Raihan tersebut tentu tidak seperti membalikan telapak tangan, butuh komitmen, dedikasi, kebersamaan, koordinasi, dan analisis, yang semuanya ada dalam manajemen holopis kuntul baris.Â
Tentu, untuk sampai pada tahap ideal pasti ada kendala-kendala. Kendala yang dihadapi dalam menerapkan manajemen holopis kuntul baris untuk mengembangkan potensi di sekolah, di antaranya: (1) perubahan pola pikir maju dan dinamis membutuhkan proses dan pentahapan waktu yang panjang, (2) tingkat pendidikan orang tua yang rendah sehinggga agak susah untuk menjalin komunikasi yang efektif, (3) Pola pikir orang tua yang salah bahwa pendidikan adalah tanggung jawab sekolah.
Beberapa faktor pendukung sebagai penguat dalam  membagun budaya holopis kuntul baris dalam mengembangkan potensi sekolah, di antaranya: (1) Kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan memiliki dedikasi yang sangat tinggi untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas; (2) Komite sekolah dan orang tua sangat mendukung setiap program yang dibuat sekolah jika diajak koordinasi dengan baik, sehingga memudahkan sekolah dalam mengembangkan sumber daya secara optimal; (3) Kepala UPTD (Koordinator Satuan Pendidikan) dan Pengawas memiliki kepedulian dalam membina sekolah binaannya khususnya memberikan motivasi untuk kemajuan sekolah; (4) Pemerintah daerah memberikan bantuan operasional (Pendamping BOS) serta BOS dari pemerintah pusat; dan (5) Terjalinnya kerjasama yang erat dengan berbagai dunia usaha, dunia industri (Nasmoco), media massa, dan lembaga lain dalam mengembangkan sekolah dalam kerangka pengembangan potensi di SDN Kembangsari 01 Semarang.
Dalam teori manajemen, perencanaan yang mangkus dan sangkil akan memberikan jalan yang lebih baik dan mudah untuk mencapai tujuan. Membangun budaya  manajemen holopis kuntul baris yang baik akan menjadi alternatif yang dapat diterapkan di sekolah khususnya, dan dunia pendidikan pada umumnya.
Yang terpenting, sekolah tidak boleh menyerah dengan berbagai  kekurangan/kelemahan akan tetapi senantiasa sintas menghadapi fenomena dan perkembangan aktual dalam bidang inovasi pendidikan.
Terinspirasi dari Jimmy Dean: "I can't change the direction of the wind, bu I can adjust my sails to always reach my destination" (Aku tidak bisa mengubah arah kemana angin bertiup, tetapi aku bisa mengatur layarku untuk selalu mencapai tujuan).
Â
Â
Rustantiningsih
Kepala SDN Kembangsari 01
Kota Semarang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H