Mohon tunggu...
Intan Parinduri
Intan Parinduri Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Politik

Rakyat Biasa yang mencoba mengamati politik dan kehidupan sosial di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inikah Tahun Sandyakala Amien Rais?

11 Oktober 2018   16:47 Diperbarui: 11 Oktober 2018   17:45 4080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kelebihan Amien Rais, ia sadar kelebihan dan kekurangan dirinya, sehingga ia bisa mengukur akrobat politik yang ia mainkan,  ia paham memiliki kekurangan yaitu : Solidarity Maker, ia bukanlah penggerak massa, namun ia mampu mengatur bagaimana elite-elite politik dijebak, dalam suatu permainan hitung-hitungan politik, semua diarahkan sesuai dengan permainan Amien Rais.  

Di masa pergolakan 1997-1998, Amien Rais dengan cerdik menunggangi gerakan mahasiswa 1998, sebagai gerakan dirinya dalam menantang Suharto. Ketika Megawati dan Gus Dur menolak ikut masuk gelanggang 1998, karena biarlah mahasiswa berjuang atas nama moralitasnya bukan atas nama politik praktis, Amien Rais malah masuk gelanggang dan tanpa malu membranding dirinya sebagai penggerak mahasiswa. Ia menciptakan gerakan 2 Mei 1998 dengan rencana mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa di Monas, namun ia menghentikan gerakan ketika tentara tegas akan melawan gerakan monas 2 Mei 1998 dan gerakan itu mengalami kegagalan, ia menghilang sejenak karena ancaman tentara sebelum kemudian muncul lagi setelah Mahasiswa menduduki MPR/DPR, ia pidato di depan ribuan mahasiswa di lapangan MPR/DPR dan pers mengelu-elukan ia sebagai "Bapak Reformasi", kelak di Gedung MPR/DPR adalah takdirnya, ia tak pernah sampai ke Istana Negara, dari sinilah ia mulai sadar bahwa rejekinya  di Gedung MPR/DPR bukan di wilayah eksekutif, seperti pesan ibunya Sudalmiyah "Kavling kamu itu di MPR" bukan yang lain.

Singkat cerita Amien Rais mampu menduduki ketua MPR/DPR, setelah berhasil ngerjain Megawati, kemudian ia malah berbalik ngerjain Gus Dur. Kemudian Megawati naik, giliran Amien Rais menyeberang ke SBY, bintang baru yang muncul di tahun 2004.

Amien Rais mendukung SBY serta menempatkan Hatta Radjasa sebagai counterpart terpenting SBY dan malah jadi besan SBY, namun belakangan Hatta Radjasa enggan menuruti todongan Amien Rais yang mulai neko-neko dan tidak membuat nyaman Hatta, Amien Rais kesal dengan Hatta Rajasa, ia kemudian mem-plot besannya Zulkifli Hasan untuk menggantikan posisi Amien Rais, sebelum itu Amien juga mempermalukan Sutrisno Bachir.  PAN yang awalnya didirikan dengan cara cara intelektual, kini malah menjadi sebuah Partai berwajah Amien Rais, nafas PAN sebagai Partai Pembaharu menjadi sebuah Partai yang hanya menuruti kemauan Amien Rais saja.

Watak "nakal" Amien Rais sepertinya tak hilang, di masa SBY ia mencoba ngerjain SBY juga, namun SBY dengan cepat mengancam Amien Rais, dan Amien Rais sadar ia masih cari makan di kubu SBY, bila melawan SBY keluarganya akan hancur, sementara ia mulai menua. Akhirnya Amien Rais tergopoh-gopoh mengejar SBY ke bandara dan minta maaf.

Amien Rais terus menjadi "King Maker", bahkan ia terobsesi menjadi king maker. Naluri liar Amien Rais semakin kencang, saat Jokowi muncul menjadi RI-1. Sejak awal kemunculan Jokowi sebagai tokoh politik, Amien Rais tidak pernah diikutsertakan. Bahkan Amien Rais terkesan selalu menganggap remeh Jokowi tetangganya di Kota Solo.

Amien Rais tak pernah melirik Jokowi, selama menjadi Walikota Solo. Bagi Amien, Jokowi hanya mainan politisi-politisi daerah, tak lebih. Sementara ia adalah "pusat perhatian nasional". Namun justru ketika Jokowi melesat, Amien Rais jauh ketinggalan di belakang, namanya tak disebut dalam sejarah kemunculan Jokowi.

Mengamankan "Politik Dinasti Condongcatur"

Amien Rais ia tak akan bisa lagi menduduki jabatan impian Presiden RI, nasibnya terhenti di posisi ketua MPR/DPR. Namun dari situlah ia sadar, ternyata jabatan di Parlemen lebih menggiurkan ketimbang jabatan politik.

Amien Rais  menjadikan semua anak anaknya sebagai calon anggota DPR atau DPRD,  Amien Rais adalah penantang Suharto, tapi ia juga menjadikan cara-cara Suharto untuk membangun dinasti politiknya. Berbeda dengan Jokowi yang mendidik anak anaknya tidak boleh bermain politik dan menggunakan uang anggaran negara untuk cari penghidupan. 

Maka Amien Rais menggunakan anak-anaknya untuk menjamin hari tua, dan menjaga kekuasaan politiknya. Hanafi Rais, puteranya maju dari Dapil Yogyakarta untuk jadi anggota DPR RI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun