[caption caption="Bambang Sumantri"][/caption]
Adikku tersayang ....
maafkanlah kakakmu yang begitu egois
duhai ....
betapa bodohnya aku ini !
betapa sombongnya aku ini !
sungguh aku tak layak menjadi kakakmu, Dik
Cinta kasihmu yang kau limpahkan tulus murni
aku balas dengan kejam tak berperasaan
perhatianmu yang begitu penuh
aku imbangi dengan sikap tak acuh
layakkah aku sebagai kakak yang seharusnya melindungimu ?
aduh Adikku ... malu sungguh aku mengakuinya
Namun demi Dewata yang Agung, Adikku
kakakmu ini benar benar mencintaimu
persetan dengan gunjingan orang tentang dirimu
persetan dengan sikap melecehkan orang terhadap dirimu
karna bagiku engkaulah sebaik baiknya titah
bagiku wajahmu laksana bulan purnama
bersinar teduh menentramkan suasana hati
bagiku kepolosanmu adalah kebahagiaan dan inspirasi hidupku
bagiku kejujuranmu tlah mampu membuka mata hati
bahwa betapa gebyar dunia hanya tipuan belaka
bahwa pangkat derajat dan harta benda sungguh menyesatkan
pabila benih kesombongan bersemi di hati
Kecuali Aku dan Rama Begawan Suwandageni
mungkin orang tidak tahu
bahwa dibalik semua kepolosanmu itu
keluguanmu yang kental dengan kata kata cadel lucu
sikap kekanakan dan kemanjaanmu yang tiada dibuat buat
namun sejatinya laksana gunung es
terpendam kejujuran dan lautan kebijakan di hatimu
Masih kuingat saat kejenuhan menghampiri dalam latihan olah warastra
nyaris putus asa lantaran konsentrasi tiada jua tercipta
engkau menghampiri dan menggenggam erat tanganku seraya berkata
"Akang Ati, elmu iku alakone anthi laku. Ing abar ya, Akang" *)
tatapan mata nan lugu serta kata kata indahmulah
yang kemudian membangkitkan semangatku
hingga akhirnya aku mampu mengalahkan malas dan putus asa
smua karena perhatianmu yang tulus, Dik ...
Oh ya ....
pasti akan aku slalu ingat
saat aku menemanimu bermain di telaga tepi hutan
ketika itu engkau penasaran kepada benda aneh yang menempel di bebatuan tengah telaga
kemudian iseng engkau pegang
ha ha ha ha ....
tiba tiba benda itu menyemburkan lendir berwarna biru yang kemudian memenuhi wajahmu
aku tertawa terpingkal dan engkau hanya tersenyum kecut seraya membersihkan wajahmu dengan air telaga
Sejuta pengalaman tlah kita lalui bersama, Dik
suka duka menjadi milik kita bersama
betapa aku slalu merindu saat seperti itu lagi
kapan Dik ... kapan kita dapat bermain bersama lagi ?
sedangkan skarang tubuhmu terbujur kaku
ah ... betapa teganya aku kepadamu, Dik
Ooo ... Dewata yang Agung
betapa nistanya titahmu Sumantri ini !
tega menyakiti adik terkasihnya hanya karena ketakutan yang tak berdasar
Ooo ... Dewata
sungguh ... aku tidak sengaja membunuhnya
mana bisa aku menyakiti adikku yang begitu aku kasihi
itu smua terjadi karena khilaf dan kesombonganku
ya kesombongan yang masih begitu mencengkeram polah sikapku
kesombongan lantaran kedigdayaan dan ketampanan
ahhh ... smuanya hanya menipu belaka
dan benar kata katamu Adikku
"Akang Ati, kelak angan ernah Akang ombongkan intarmu, ampanmu, aktimu ya. Aku maunya alu ada di amping Akang Ati telus, alu bedua emana mana. Ampingi Akang Ati alau udah idup enang. Angan Akang inggalkan aku ya. Alau nakal anti aku ubit .... hi hi hi" **)