Perkembangan masyarakat dan kemajuannya tidak jarang menimbulkan konflik yang berujung pada kekerasan. Konflik dan kekerasan tersebut perlu untuk dikelolah dan diselesaikan agar tidak terjadi siklus kekerasan yang tidak berujung. Bentuk penyelesaiannya yang paling umum adalah melalui lembaga pengadilan (yudisial/litigasi). Namun ternyata, penyelesaian konflik melalui pengadilan dianggap tidak lagi sesuai perkembangan zaman. Banyak perkara menumpuk, dan ketidakpuasan akibat sistemnya yang tertutup menjadi titik lemahnya. Oleh karena itu, alterative penyelesaian konflik di luar pengadilan (non yudisial/non litigasi) lalu menjadi keniscayaan pada saat ini.
Dalam bidang hukum perdata yang menyangkut hubungan orang per orang, terdapat beberapa jenis penyelesaian konflik, yaitu dengan cara konsultasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli atau melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral. Jenis-jenis penyelesaian konflik konflik tersebut cocok dan serupa dengan budaya dan suasana kebatinan masyarakat dan bangsa Indonesia, yang telah memiliki asas musyawarah dan mufakat dalam penyelesaian konflik. Sedangkan, dalam bidang hukum pidana, dimana negara hadir mewakili korban, dikenal pula jenis penyelesaian konflik berupa negosiasi dan mediasi, yaiu melalui sistem keadilan restorative. Tentu saja tidak semua tindak pidana sumber konfliknya, dapat diselesaikan, namun dengan mempertemukan korban dan pelaku, maka suara dan hak-hak korban dapat diperjuangkan dan dipertahankan, sehingga melahirkan rekonsiliasi dan perdamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H