3. Tekanan Biaya Produksi
Industri manufaktur, seperti yang dialami oleh Sritex, menghadapi tekanan besar dari kenaikan biaya produksi. Kenaikan harga bahan baku, listrik, dan upah buruh menjadi tantangan besar bagi perusahaan, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk merampingkan tenaga kerja. Dalam wawancara khusus dengan DetikFinance, disebutkan bahwa Sritex sedang mencari solusi untuk mengatasi krisis ini, meskipun langkah-langkah efisiensi melalui PHK tampaknya tak terhindarkan.
Apa yang Salah dengan Kebijakan Pemerintah?
1. Kenaikan PPN yang Tidak Tepat Waktu
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan yang menuai kritik tajam. Kebijakan ini diterapkan di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh pasca-pandemi. Ketika daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya, kebijakan ini justru memperparah situasi. Beban pajak yang lebih tinggi membuat konsumen mengurangi belanja, yang pada akhirnya berdampak langsung pada pendapatan perusahaan.
2. Kurangnya Stimulus bagi Dunia Usaha
Selama pandemi Covid-19, pemerintah memberikan berbagai stimulus ekonomi untuk membantu dunia usaha bertahan. Namun, pada tahun 2024, kebijakan semacam itu tampak berkurang. Tidak adanya stimulus yang memadai membuat perusahaan-perusahaan yang kesulitan likuiditas tidak memiliki banyak pilihan selain melakukan PHK.
3. Minimnya Perlindungan bagi Pekerja
Perlindungan sosial bagi pekerja terdampak PHK di Indonesia masih jauh dari memadai. Bantuan seperti pelatihan ulang, subsidi pengangguran, atau program kerja sementara belum diimplementasikan secara luas. Akibatnya, para pekerja yang kehilangan pekerjaan tidak memiliki jaring pengaman yang cukup.
4. Kurangnya Dialog dengan Serikat Buruh
Krisis ini juga menunjukkan lemahnya dialog antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh. Tuntutan kenaikan upah buruh, misalnya, tidak diimbangi dengan upaya mencari solusi bersama untuk mencegah PHK. Akibatnya, hubungan industrial di banyak perusahaan justru memburuk, mempercepat keputusan PHK.