Mohon tunggu...
Selendang Sulaiman
Selendang Sulaiman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pada akhirnya setiap jalan hidup tak lain kematian indah ujungnya pun cinta dan keyakinan hanya titipan Sang Maha Asmara menjadi wahyu di jalan-jalan malam sang penyair bersuka ria atas lapar dan dahaga dalam senyuman liar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Pun) Narasi Bersumpah

18 Januari 2011   10:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:26 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lidah bercelat. Tajam dan sengatnya melebihi bencana

Laiknya firman pada sang takdir tentang suara kata pada bahasa

Sebatas isyarat petir pada hujan atau getir pikiran pertanda

Gempa dalam dada

Kekacauan di mataku adalah risau terpatri gemuruh dendam

Dan amarah gairah geram berumpat kalimat mesra

Terpoles beragam alas an-alasan gombal para pembual

Nikmatilah hai hati, resah risau yang berdesau

Biarlah berkelana sejauh pisau mengerat uraturat lehermu

Bersiaplah, takdir segera memasung celat lidah yang tercuat

Dan kau akan tahu bahwa yang dating adalah “kutukan”

Keboen Laras, 04 0ktober 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun