Seorang ibu muda bercerita dengan bangga, balita nya yang baru berusia 3 tahun sudah mahir memainkan gadget atau handphone tanpa perlu diajari. Beragam game terbaru pun mahir dimainkan dalam sekejap. Ibu muda yang lain berkomentar anak nya pun seperti itu. Cerdas banget ya anak-anak sekarang..komentar Ibu lainnya bangga. Tiba-tiba anaknya menangis kencang. Sang ibu lalu mengambil hp, membuka aplikasi game dan memberikan pada anaknya. Sang anak pun terdiam, asyik memainkan game dan sang ibu asyik bercerita lagi.
Sebuah keluarga, ayah ibu dan anak tampak duduk di restoran atau cafe dengan sajian menu yang menggiurkan selera di meja makan. Ketiga nya juga menyantap hidangan tersebut sambil tak henti tangannya memainkan hape. Ada yang foto selfie, chatting atau main game. Sunyi sekali suasananya, hanya terdengar suara denting sendok dan piring yang beradu. Pemandangan ini lazim dan marak terlihat di banyak tempat saat ini.
Suatu malam di sebuah rumah, seorang anak kecil merajuk mengajak main ayahnya yang sibuk mengerjakan tugas kantor di laptop. Tak digubris ajakannya untuk main, Ia beralih mendekati ibunya yang sibuk chatting via BBM. Ternyata ibunya pun menolak ajakannya. Akhirnya ia masuk kamarnya dan main sendiri, berbicara dengan puluhan bonekanya.Â
-O-
Bagi banyak orang, fenomena-fenomena di atas mungkin merupakan hal yang lumrah saat ini. Mungkin banyak yang melakukan dan merasa bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang wajar. Gadget telah menjadi piranti wajib yang dimiliki setiap orang, tidak hanya orang dewasa tapi juga anak-anak.Â
Namun, ada juga yang merasakan keresahan ketika menyadari bahwa gadget sebenarnya membawa dampak yang negatif juga. Atas dasar itu lah maka, KB dan TK Anak Cerdas Ungaran Semarang yang merupakan Labshcool PPPAUDNI Regional Jawa Tengah, mengadakan seminar dengan tema "Pengaruh dan Cara Penanggulangan Gadget" sebagai tema parenting yang rutin diadakan setiap semester. Acara dilaksanakan di Watu Gunung Resort pada hari Sabtu tanggal 14 November 2015, dengan pembicara utama Dedy Andrianto atau yang lebih dikenal sebagai AYAH DEDY. Beliau merupakan Ketua HIMPAUDI Jawa Tengah yang juga merupakan konsultan PAUD Nasional.
Efek Negatif Gadget
Menurut Ayah Dedy, gadget, baik itu komputer/laptop, hp, televisi, game atau video game jika digunakan oleh anak-anak secara terus menerus dan pada akhirnya anak menjadi kecanduan, akan memberikan dampak negatif, diantaranya :Â
- Menghambat perkembangan bicara / kemampuan bahasa verbal. Hal ini karena anak terbiasa berada di dunia sunyi ketika asyik dengan gadgetnya. Apalagi jika orang tua dan orang dewasa di sekitarnya juga sibuk sendiri dengan gadget masing-masing. Anak kurang mendapat stimulasi untuk mengembangkan kemampuan bicara, misalnya bercerita atau menambah kosakata baru yang didengar langsung dari orang-orang di sekitarnya.
- Menghambat perkembangan kecerdasan otak, karena anak hanya terpaku pada satu media.
- Menghambat kemampuan menulis, karena anak terbiasa mengenal huruf dan mengetik dengan tombol keypad atau keyboard
- Meningkatkan agresivitas dan berperilaku tidak sabar. Beberapa game atau tayangan televisi banyak yang mengandung unsure VHS (Violance, Horor and Sex) yang secara tidak sadar terserap dalam otak anak dan pada akhirnya akan mempengaruhi perilakunya.
- Sulit membedakan pola atau perbedaan antara fiksi dan nyata. Misalnya pernah ada kejadian, anak yang meninggal akibat loncat dari ketinggian apartemen karena hanya ingin meniru aksi tokoh idolanya, Spiderman.
- Otak kanan-kiri tidak seimbang, karena kurangnya aktivitas fisik
- Anak menjadi pasif dan malas bergerak. Bisa juga berdampak pada rusaknya penglihatan/mata pada usia dini.
- Anak matang sebelum waktunya, karena melihat tayangan yang tidak sesuai dengan umurnya.
Steve Jobs yang merupakan pencipta Ipad, melarang anak-anaknya menggunakan Ipad atau gadget di rumahnya. Jangan bayangkan bahwa rumah steve jobs akan dipenuhi dengan piranti2 canggih buatan apple. TapI sebaliknya bahkan di kamar anak steve jobs sendiri tak ditemukan perangkat elektronik canggih yang bisa digunakan oleh anak mereka. Alasan steve jobs cukup sederhana, karena dia tidak ingin kehilangan waktu bermain bersama anak mereka. ketika anak sudah asyik bermain gadget dia khawatir anak mereka tidak lagi peduli dengan lingkungan dan sesama. Dia juga khawatir anak-anaknya kehilangan masa kecil mereka. Tak hanya Jobs yang membatasi penggunaan gadget pada anak-anak mereka. Beberapa insinyur dan eksekutif dari Apple, eBay, Google, Hewlett-Packard dan Yahoo pun mengikuti jobs dengan mengirim anak-anak mereka ke sekolah dasar Waldorf di Los Altos, California., Di mana di sekolahan tersebut anda tidak akan menemukan satu komputer atau layar apapun disana. (Baca selengkapnya).
Namun, jika kita belum mampu melakukan seperti Steve Jobs dan tetap mau mengikuti perkembangan jaman dengan kepungan berbagai gadget yang canggih dan fitur yang selalu baru dan menarik, Maka, tidak perlu anti pati dan melarang anak menggunakan gadget. Selain itu, semakin dilarang anak akan semakin penasaran dan mungkin mencari informasi di luar tanpa sepengetahuan kita. So, apa dong solusinya ?
Solusi Penggunaan Gadget Pada Anak
Ayah Dedy memberikan beberapa tips yang dapat diterapkan agar anak tidak kecanduan gadget atau terkena dampak buruknya :
- Atur waktunya dan beri jeda waktu. Berikan selingan kegiatan fisik atau mainan riil dalam jeda waktu tersebut.
- Dampingi anak dan beri pengertian jika ada tayangan atau game yang kurang sesuai. Ketika anak memegang gadget jangan sibuk sendiri dengan gadget masing-masing.
- Selektif memilih aplikasi atau game. Orang tua yang harus memilih game mana yang bisa diinstal di dalam gadget atau awasi anak ketika mendownload sendiri.
- Berikan hp sesuai kebutuhan anak. Jika fungsi hp untuk memudahkan komunikasi maka jangan berikan hp dengan fitur canggih di luar kebutuhan.
- Matikan data atau wifi saat anak bermain game di hp untuk mencegah masuknya iklan-iklan game atau tayangan lain yang tidak layak dilihat anak.
- Buat aturan bersama anak tentang penggunaan gadget.
Albert Bandura (1977 dan 1994) melahirkan sebuah teori yang disebut Social Cognitive Theory dari eksperimen menggunakan media boneka Bobodoll atau boneka yang jika dipukul akan berayun ke kanan atau kiri. Beberapa anak diperlihatkan orang dewasa yang memukul bobo doll sambil mengumpat dan marah. Masing-masing anak tersebut kemudian ditempatkan pada satu ruangan dengan bobo doll. Tak perlu menunggu lama, anak tersebut langsung meniru apa yang dilihatnya tadi, memukuli bobo doll dengan marah dan mengumpat. Namun, ternyata perilaku dan kata-kata anak tersebut lebih kasar dari apa yang dilihatnya. Hal ini membuktikan bahwa anak adalah peniru yang ulung dan pembelajar cepat. Jadi jangan sampai anak meniru dan belajar hal yang negatif tanpa kita sadari.
Jadi..bunda, mama, ibu, ayah, papa, umi dan abah, mari kita awasi buah hati kita. Letakkan gadget sejenak dan bermainlah dengan gembira bersama anak-anak kita. Mari nikmati setiap detik kebersamaan dan jangan sampai menjadi orang tua yang ada namun tiada. Secara fisik kita ada, namun secara psikis tidak ada ikatan yang kuat antara anak dengan orang tua. Mari fungsikan gadget atau hp sesuai kodratnya, untuk mendekatkan yang jauh, bukan menjauhkan yang dekat.Â
Jangan sampai apa yang dikatakan Albert Einstein, bahwa 'perkembangan tekhnologi suatu saat akan membuat manusia menjadi idiot'.. menjadi kenyataan.
-XOXO-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H