Tuhan. Semoga mereka bisa menyelamatkan diri.
Aku sadar jika kami bertiga berpapasan dengan mobil penculik itu, musuh akan langsung mengenaliku dan langsung tidak terima. Bisa-bisa nyawa kami bertiga terancam. Reezky dan Silvi hanya mengendarai motor, tidak mungkin menyembunyikanku kecuali meninggalkanku di jalan sementara waktu.
Namun mereka berbalik arah menuju rumah kosong, dan sekarang jalur perjalanan mereka sama seperti yang dilakukan penculik itu. Eh! Tunggu! Haha. Reezky yang cerdas! Jangan-jangan dia memang berencana berputar arah menuju rumah kosong, namun berbalik arah lagi ke sini setelah penculik itu melewati mereka berdua tanpa curiga? Hahaha. Seolah olah mereka mencariku padahal Reezky dan Silvi telah menghajar satu penculik yang lain dan membawaku ke sini.
"Ayo! Ayo! Ayo! Cepat! Kita keluar dari sini sekarang juga!" Suara Reezky dan Silvi terdengar mendekat lagi. Mereka seperti sedang panik.
"Aery, kamu tidak apa-apa? Ayo aku bantu berdiri, kita segera keluar dari sini," kata Silvi sambil membantuku berdiri.
"Ayo Aery, sini, pegang bahuku, aku bantu naik motor lagi," kata Reezky.
Tidak lama kemudian setelah kami bertiga berhasil menaiki motor, Reezky mengemudi dengan cepat keluar dari hutan terkutuk ini. Sedangkan  Silvi memegangi tubuhku yang sudah mulai pulih namun masih kurang bertenaga agar tidak jatuh. Semakin lama, kami bertiga semakin jauh dengan rumah kosong tempat tubuhku diguyur air dan disiksa.
Meski rasa sakit masih terasa di seluruh tubuh, namun kini akhirnya aku bisa tersenyum bahagia. Aku sudah bisa bernapas lega. Kami akan segera pulang, dan kami akan terbebas dari hal-hal mengerikan ini dengan bantuan pihak berwajib.
Tikungan demi tikungan kami lalui secepat kilat. Tidak terlihat orang dari arah belakang. Tidak ada yang bisa mengejar perjalanan kami bertiga, sekalipun mereka menggunakan mobil ataupun motor.
"Bedebah!"
Reezky tiba-tiba terdengar berteriak. Marah! Kata-kata dari mulutnya bahkan mengalahkan deru motor yang kami naiki. Lantang dan terdengar jelas. Setelah itu, motor kami seolah terpaksa untuk berhenti. Saat mataku berusaha memahami keadaan, terlihat beberapa orang sudah menutup satu-satunya jalan keluar kami.