Bahkan tangisku sudah tak ada lagi artinya selain hanya air yang berjatuhan di kandang lawan. Wajahku panas dan perih akibat hantaman bertubi-tubi mereka. Bahkan aku ragu jika Silvi dan pacarku melihat, apakah mereka masih ingat denganku.
Aah. Sial!
Sudah tidak mampu bertahan lagi. Namun aku juga tidak mampu menghindar dari neraka ini.
Darah .... Perih .... Luka yang semakin lebar.
Darah mulai berceceran di mana-mana dari mulutku dan mereka tetap menghajarku, bergiliran. Nahkan aku tak bisa memohon untuk diberi ampun.
"Hentikan dulu. Alex sudah mulai terhubung." Kata si Kumis terdengar semangat.
Alex? Siapa Alex? .... Ayahku? Apa yang dimaksud adalah ayahku? Tolong ....
Si kumis terdengar sedang bicara dengan ayah. Ya! Ayah. Aku masih ingat nada suara dan gaya bicara ayah.
Meski tidak lama kemudian semuanya terlihat hitam. Kesadaranku melayang. Tidak tahu lagi menganai apa yang telah mereka bicarakan dengan ayahku. Kenapa mereka menghubungi ayah? Apakah ayah di pihak mereka? Apa hubungan ayah ayah dengan mereka yang menculikku?
Entah pukul berapa aku tersadar untuk kedua kalinya di tempat ini. Sudah tidak ada lagi cahaya matahari.
"Aery, bangun!"