Sambil berlari otakku berpikir keras agar bisa meloloskan diri. Mereka pasti tidak membiarkanku kabur karena telah melihat keganasannya. Aku harus? Tuhan! Tolong!
Lari lari lari lari ....!
"Dasar perempuan sialan!"
Sebuah suara mengejutkanku. Saat aku hampir melewati pintu rumah yang terbuat dari kayu. Tinggal satu meter lagi! Namun gagal. Sebuah pisau mengarah ke tubuhku dengan cepat. Seorang lelaki lain menghadang di depanku.
"Pintar kau bisa menghindarinya." suaranya marah, saat reflek tubuhku menyelamatku dari kematian.
Tangan kiriku dengan cepat menghalau pisau lelaki itu. Sakit! Darah keluar dari lenganku. Seandainya aku menyadari keberadaannya, aku tidak akan terluka. Hanya saja dia tiba-tiba muncul dari balik pintu keluar tepat di hadapanku.
Tak ada waktu berpikir. Selanjutnya adalah gerakan penuh reflek yang aku lakukan untuk bertahan hidup. Penuh konsentrasi di saat-saat penuh resiko.
Buru-buru tangan kanan yang dari tadi memegang pisau kuarahkan ke tubuhnya. Secepat kilat dengan tenaga penuh, tanganku mengincar perutnya yang memiliki sisi lebih lebar daripada bagian tubuh lain.
"Pintar juga kamu gadis kecil," suaranya meremehkanku saat berhasil menghindar dari tebasanku.
"Aku jauh lebih siap," ucapnya setelah tubuhnya yang lincah berhasil menghindari seranganku. Posisinya yang tadi di depanku, tiba-tiba sudah berada di belakang tubuhku. "Sialan!" ucapnya lagi, sambil berusaha menusuk punggungku.
Aku menoleh ke arahnya. Hanya saja terlambat, tubuhku tak mampu banyak bergerak. Kini tangan kananku harus menahan serangannya.