"Apa yang terjadi, Rud?" tanya Ardi.
"Kami dihadang oleh begal."
"Maaf, aku tidak bisa membantumu," kata Ardi.
"Tidak apa-apa, bukan salahmu," ucap Rudi. "Mereka menyerang dari dua arah. Untung saja kami bisa meloloskan diri di tikungan karena tiba-tiba sebuah truk melintas dan kami tidak harus mengatasi mereka berdua."
"Truk?"
"Ya, karena truk itu aku bisa tetap melaju melarikan diri. Namun berada di tikungan dengan kecepatan tinggi memang situasi yang tidak menguntungkan."
"Apa yang terjadi?"
"Meski kami hanya berhadapan satu begal saja, dia membawa senjata parang yang panjang dan tajam. Aku harus memperlambat kecepatan dan hanya bisa menahan begal itu dengan kaki kiri. Saat begal itu berdiri dan menunggu waktu untuk mengayunkan senjatanya. Kakiku sedikit meleset, begal itu pintar. Sehingga yang awalnya parang itu mengarah pada leherku, mengarah ke lenganku. Namun ini lebih baik," kata Rudi.
"Beristirahat setelah ini. Tanganmu sudah diperban dan akan segera pulih," kata Ardi.Â
"Anu ..., bagaimana dengan kabar Aurel?" ucapku.
"Tentang Aurel, aku benci mengatakannya," jawab Ardi.