Mohon tunggu...
Khoirul Muttaqin
Khoirul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - IG: @bukutaqin

Halo 🙌 Semoga tulisan-tulisan di sini cukup bagus untuk kamu, yaa 😘🤗

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merayakan Hari Tani 2021, Belajar Bercocok Tanam

27 September 2021   16:22 Diperbarui: 27 September 2021   17:23 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok Tani/Dokumen pribadi

Waktu itu tanggal 24 September 2021. Selepas salat Jumat, Saya dan Rusdiana Aziz meluncur ke Tambaksari meski cuaca sedikit gerimis. Perjalanan memakan waktu cukup lama mengingat lokasinya yang jauh dari desa kami (Ringinrejo). Yaitu kami berada di Dusun. Tambaksari, Desa. Kebonrejo, Kec. Kepung, Kab. Kediri.

Setelah tiba di lokasi, ternyata sudah ada Ibnu Sifa bersama Tanti, istrinya, yang sudah memulai acara. Hadir juga seorang teman bernama Rizal yang meramaikan acara Hari Tani tersebut.

Hari ini kami berkegiatan dan berkumpul bersama dalam rangka memperingati Hari Tani. Ada dua macam kegiatan yang dilakukan. Pertama, praktik pembuatan pupuk organik. Kedua adalah brainstorming dan diskusi mengenai permasalahan yang dialami Kelompok Tani Tambak Sari.

Pembuatan Pupuk Cair Organik

Sekitar delapan orang dari kelompok tani Tambak Sari terlihat antusias. Ada yang terlihat mengaduk-aduk tetes dan katul (beberapa bahan yang diolah menjadi pupuk). Ada yang terlihat mencuci kulit kambing. Ada juga yang mencatat tahap-tahap pembuatan pupuk cair.

Kenapa membuat pupuk organik cair juga dibarengi membersihkan kulit kambing?

Ehem. Jadi, kesepakatan pembuatan pupuk organik cair ini melalui diskusi yang cukup panjang. Karena salah satu bahan yang dibutuhkan adalah isi dari rumen kambing (Katakanlah, isi dari perut pertama kambing atau lambung beserta isi dari usus-ususnya.) Sedangkan batas maksimal rumen bisa digunakan sebagai pupuk adalah dua jam saja.

Akhirnya, kesepakatan orang-orang adalah iuran untuk membeli kambing. Lalu rumennya digunakan sebagai praktik pembuatan pupuk. Sedangkan dagingnya diolah untuk menjadi santapan acara di malam harinya (sesi brainstorming dan diskusi).

Mencampur bahan/Dokumen pribadi
Mencampur bahan/Dokumen pribadi

Ada banyak bahan yang dicampurkan dalam pembuatan pupuk tersebut. Orang-orang mencampurkan semua bahannya sesuai tahap-tahap yang diarahkan oleh Tanti dan Rusdiana aziz.

Ada bapak-bapak yang mengambil air untuk dimasukkan ke wadah. Ada yang memasukkan isi rumen (telek-telekan) ke wadah. Ada yang memasukkan air kelapa dan lain sebagainya.

Pembuatan pupuk cair organik ini diakhiri dengan menutup semua bahan yang telah dicampur dengan plastik.

"Pak, ini kalau pupuknya berhasil jadi, baunya akan enak. Tapi kalau gak jadi, baunya akan gak enak. Lalu tutupnya baru bisa dibuka setelah tujuh hari," ucap Tanti. Karena memang prosesnya memperlukan waktu 7 hari.

"Niki resep pupuknya tak bawa, tak foto copy, ya," kata Pak Prayit. Setelah dikasih tahu kalau pelatihan pembuatan pupuk, mereka akan mendapat modul berisi resep dan tahap-tahap pembuatan.

Tanti mengiyakan, sehingga yang awalnya Pak Prayit menulis tangan semua bahan dan tahapnya. Ia merasa tidak perlu melanjutkan lagi. Tinggal memfoto copy saja. Ia mengaku kalau beberapa kali ikut pelatihan yang mirip. Namun tidak pernah disediakan modul secara rinci. Sehingga kali ini terlihat senang.

Setelah kegiatan selesai. Kami ngobrol bersama orang-orang. Tentu, ditemani kopi hitam, rokok, dan beberapa camilan. 

Brainstorming dan Diskusi 

Malam tiba, dan sudah mulai banyak orang yang juga sampai di lokasi. Seperti kegiatan di siang hari, tempat yang digunakan berada di kediaman Lujeng. Jika praktik pembuatan pupuk di luar rumah atau di pelataran. Kali ini sesi brainstorming dan diskusi berada di dalam rumah. 

Brainstorming dan diskusi/Dokumen pribadi
Brainstorming dan diskusi/Dokumen pribadi

Sekitar 30 hingga 40 orang dari kelompok tani berkumpul. Mereka mengenakan seragam kelompok tani yang mereka miliki. Sedangkan rata-rata usia di antara mereka adalah bapak-bapak. Meski juga ada beberapa di antaranya terlihat masih muda.

Acara dibuka. Brainstorming dan diskusi pun dimulai. Namun, jangan berharap jika pembicaraan yang dilakukan orang-orang terkesan kaku dan satu arah. Tidak sama sekali.

Perbincangan cukup lama mereka lakukan. Agaknya cukup panjang jika semuanya ditulis di sini. Apalagi setelah sesi brainstorming dan diskusi berakhir, obrolan masih berlanjut hingga larut malam. Namun, beberapa hal yang penulis anggap menarik saja yang akan diinfokan di sini. 

"Silahkan kami diberitahu permasalahan yang dihadapi. Agar obrolannya bisa sesuai," kata Sifa pada kelompok tani.

Seorang bapak yang terlihat cukup tua berpendapat. Dia mengenakan jaket hitam dengan songkok kain di kepalanya.

"Kenapa menanam semakin sulit? Tidak seperti tahun tujuh puluhan? Padahal saya sudah merawat tanaman dengan baik. Sudah menyiraminya, memberi pupuk, obat, semua sudah saya lakukan. Tetapi kenapa hasilnya tidak maksimal dan terkadang juga buruk. Jika dibandingkan tahun 70-an sangat berbeda," ucapnya.

Kali itu, Rizal ikut bertukar pikiran. Pengalamannya yang pernah ikut program NASA di luar negeri sangat membantu diskusi berjalan lancar. 

Saling lempar pendapat dan saling menanggapi mereka lakukan. Obrolan yang terjadi mengungkap jika cara bercocok tanam yang dilakukan selama ini salah kaprah. Selama ini orang-orang menggunakan pupuk kimia. Sedangkan pupuk kimia sebenarnya membunuh mikroorganisme-mikroorganisme di tanah. Sehingga tanah menjadi tidak subur dan tumbuhan tidak tumbuh seperti diharapkan.

"Kalau dilihat keadaan tanah di sini bagaimana?" ucap salah seorang anggota kelompok tani.

"Rusak parah! Sampean nemu cacing apa enggak di sawah?" kata Rizal.

"Embuk yang banyak."

Rizal juga menjelaskan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti N-P-K dan lain sebagainya. Komplit, beserta nama-nama ilmiah dan bahan-bahan lokal yang bisa digunakan untuk mendapatkannya.

Lalu setelah menemukan masalah yang dihadapi. Mereka sama-sama bertukar pikiran mengatasi masalahnya.

Obrolan bergulir dan bergulir terus. Lalu salah satu solusi yang bisa digunakan adalah merubah cara bercocok tanam. Yaitu dengan memedulikan keseimbangan mikroorganisme (full organik). 

Caranya dengan mengalokasikan, 

1. Sepertiga lahan pertanian menjadi kolam atau tempat penyimpanan air. Namun meskipun lahan yang bisa digunakan bercocok tanam menyempit. Jarak antara tumbuhan bisa diperpendek karena jaminan kebutuhannya tersedia (air beserta mikroorganisme). 

2. Selain itu, kolam yang ada di lahan tersebut juga bisa diisi ikan, dengan diberi lampu ultraviolet yang dekat dengan air (di atas air pas. Agar bias cahaya turun tepat di air).

3. Lampu ultraviolet digunakan sebagai pemancing hama. Karena hama yang berjenis serangga dapat melihat dan tertarik dengan lampu ultraviolet.

4. Keberadaan lampu yang dekat dengan kolam akan membuat serangga/hama jatuh ke air. Sehingga menjadi protein tambahan/makanan bagi ikan. Selain itu juga mengontrol populasi hama agar tidak merusak tanaman.

5. Air yang ada di kolam tersebut secara hitung-hitungan mikroorganisme (menurut Rizal) sudah menjadi pupuk organik yang unsur-unsurnya sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman di sebelahnya.

6. Sehingga selain tanah menjadi subur, ekosistem terjaga. Selain itu tugas manusia menjadi Khalifah di dunia sedikit tercapai. Bukan malah merusaknya.

Obrolan demi obrolan masih berlanjut. Para warga banyak bertanya dan dari kami juga banyak bertanya.

Kelompok Tani/Dokumen pribadi
Kelompok Tani/Dokumen pribadi

Penyadaran Pola Bercocok Tanam organik

Bagian penting dalam sesi brainstorming dan diskusi selain mendapatkan hasil ekonomi yang melimpah, adalah kesadaran berperilaku organik. Kesadaran ini tentunya bertentangan dengan pemikiran dan budaya warga Tambaksari sebelumnya. Namun di sisi lain, tujuan untuk mendapat hasil sawah yang maksimal masih bisa diperoleh. Selain itu, untuk mengganti lahan yang tidak bisa ditanam karena dijadikan kolam, juga bisa menjadi uang (hasil penjualan ikan).

Selain itu, keseimbangan makhluk mikroorganisme tetap bisa terjaga. Warga juga tidak perlu membeli pupuk sehingga pengeluaran bisa berkurang.

Lain-lain

1. Solusi yang ditawarkan untuk full organik rencananya akan dicoba terlebih dahulu. Tidak harus menggunakan rumus sepertiga dari lahan sawah. Melainkan sebisanya terlebih dahulu. Mengingat jika rata-rata petani telah memiliki wadah air di masing-masing sawahnya.

2. Tujuh hari setelah kegiatan ini, rencananya Rusdiana akan kembali ke lokasi. Melihat hasil pembuatan pupuk cair yang telah dilakukan. Sambil melakukan tahap lanjutannya.

3. Rizal dan yang lain rencananya juga akan mengusahakan bantuan berupa barang yang diperlukan kelompok tani di tahap selanjutnya.

4. (Tambahan) Kebanyakan petani di sana, memutarkan uang untuk bertani adalah dengan meminjam uang dari bank. Lalu menggunakannya untuk bertani dan berharap hasilnya berlimpah. Setelah itu, hasil tani tentunya untuk membayar hutang dari bank.

Secara kasar, gambaran kegiatan kali ini seperti itu. Ada banyak rincian yang luput ditulis. Suasana, detail informasi, ikatan yang terjalin, dan lain sebagainya termasuk 'rasa rawon yang lezat'. Harap menjadi maklum.

Sekian dulu, sudah tengah malam dan di luar keadaan sudah sangat gelap. Saya, Sifa, Tanti, Rusdiana, dan Rizal  pamit pada Lujeng dan istrinya. Mengendarai motor mereka masing-masing. Pendampingan hari ini telah selesai. Perjalanan pulang dimulai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun