Mohon tunggu...
Teguh Perdana
Teguh Perdana Mohon Tunggu... Editor - Menulis dan Berbagi Cerita

Berbagi Kata Berbagi Cerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jendela

7 Januari 2022   07:20 Diperbarui: 7 Januari 2022   07:22 3758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sejak kecil saya selalu berangan-angan, kelak saat saya dewasa nanti, memiliki jendela kamar yang dapat dibuka dan berukuran besar layaknya di rumah masa Kolonial dulu. Atau, bisa juga seperti jendela kamar Hans dalam film Si Doel. Lalu pada bagian altarnya yang sempit, saya akan taruh beragam bunga warna warni yang indah agar bisa saya siram dan ajak bicara setiap harinya".

**

Pertalian saya dan jendela tidak pernah benar-benar terwujud. Bak langit dan bumi, benda berukuran sekitar 1 meter lebih ini merupakan hal yang sangat mewah dan sangat sulit saya dapat. Bukan, jika kamu mengira rumah saya sama sekali tidak ada jendelanya itu salah. Karena, rujukan jendela yang saya maksud adalah kusen-nya. Dan kusen itulah benda yang sangat saya ingin dapatkan sejak dahulu.

Sebagai anak yang berasal dari keluarga pas butuh pas ada, keinginan itu sudah saya ajukan sejak dahulu. Namun karena ragam alasan, barulah terwujud bulan lalu ketika saya telah mampu membelinya sendiri.

Sedikit sombong. Namun percayalah, itu adalah kebanggaan tersendiri yang bisa saya rayakan. Demi merayakanya, maka saban hari juga saya selalu membukanya. Duduk di altarnya yang sempit di atas kayu keropok yang tidak kunjung lapuk sembari merokok atau memikirkan hal lain yang membuat saya merinding.

"Ternyata begitu nikmat memiliki jendela seperti ini", ucap saya sembari menekan-nekan tembakau padat pada rokok Dji Sam Soe yang terlanjur saya hisap.

Perayaan lain dilakukan ibu saya. Setiap kumandang magrib, dia selalu masuk ke kamar tempat saya bekerja, tertawa, menangis, dan hal-hal baik serta buruk lainya hanya untuk menutup jendela ini. Dia lepaskan penahanya secara pelan agar kacanya tidak goyah, lalu mendorongnya dengan hati-hati untuk kemudian dia kunci.

Pemandangan itu selalu menarik. Entah kenapa. Saya tidak memiliki cukup kata yang dapat mewakilinya. Saya juga tidak tahu alasan pastinya. Tapi terkait hal itu, mungkin dua alasan ini cukup bisa mewakilinya.

Pertama. Rumah kami berada di salah satu kampung yang berada di Banjar, Jawa Barat. Jarak antar rumah pun tidak berdempetan layaknya di kota besar. Di sini, jarak antar rumah tersebut bahkan bisa dijadikan oleh anak-anak sebagai tempat bermain bola atau bermain petak umpat.

Dengan kondisi demikian juga, akhirnya banyak lahan kosong yang hanya ditumbuhi ilalang atau pohon pisang serta singkong. Imbasnya, nyamuk begitu banyak. Bahkan beberapa diantaranya, nyamuk itu lebih mirip seperti nyamuk piaraan karena ukuranya yang besar dan gemuk.

Kedua. Mitos sandekala atau roh-roh halus lainya yang lebih senang bergentayangan saat magrib tiba. Tidak saja karena perubahan waktu dari siang ke malam, dari terang ke gelap, namun dari cerita yang terus berkembang.

Sebagai gambaran, mitos sandekala ini begitu populer diceritakan dari sejak saya kecil. Konon, dia akan menangkap anak kecil yang masih berkeliaran di luar saat magrib lalu di bawa ke atas pohon kelapa. Tidak hanya dibawa dan disimpan di pohon kelapa, anak itu juga akan disunat.

Dan khusus untuk mitos kedua, jelas saya tolak mentah-mentah. Saya sudah dewasa, beban sandekala saat membawa saya ke pohon kelapa akan sangat berat. Karena, bukan hanya beban berat badan yang dia tanggung, namun juga beban hidup.

Lalu untuk disunat, hal itu tidak boleh terjadi. Saya sudah disunat, dan tidak mau untuk kedua kalinya meski diberi uang ceumpal (jajan-red) yang sangat banyak. Ini prinsip, urusanya dengan masa depan.

**

Lagu nasional Rusia yang saya atur menjadi nada alarm berbunyi begitu keras. Nadanya yang khas, membangunkan saya dari mimpi indah tengah mempersunting Pevita Pearce.

Padahal di mimpi itu, Pevita tengah tersenyum dengan gigi yang indah, bibir yang basah berwarna pink merona, dan rambut yang tengah dikuncir. Begitu menawan.

Namun karena terbangun, mau tidak mau saya harus beranjak dari tempat tidur. Menuju kamar mandi, lalu kembali ke kamar untuk beribadah. Setelahnya, saya bersemangat membuka kembali jendela kesayangan. Memperhatikanya dalam-dalam dan mengelusnya pelan-pelan.

Pada kacanya yang jernih, embun-embun pagi menempel, mencair hingga ke sudut jendela. Bersamaan dengan itu, lebah-lebah penghisap nektar berdatangan mendekati bunga yang saya tanam di bawah jendela. Indah sekali, bukan main indahnya.

Banjar, 05 September 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun