Banyak jalan untuk merayakan kembali kesedihan. Tidak harus selalu mengintip foto berdua yang telah lama disimpan rapat dalam lemari ataupun juga melewati kembali jalan yang pernah dilewati bersamanya dikala hujan mendera. Banyak sekali sekarang media lain yang kini dapat mewakilinya. Misalnya saja untuk kembali merayakan hal tersebut adalah dengan mendengarkan lagu-lagu bernuansa sedih.
Lagu-lagu bernuansa sedih, patah hati serta galau tersebut memang sangat digandrungi dua tahun belakangan ini. Bukan saja karena sang maestro Alm. Didi Kempot yang membawakanya, namun juga karena saya rasa tingkat patah hati yang kian meninggi dari tahun ke tahun. Lagu-lagu galau tersebut, bukan saja mewakili perasaan yang luluh lantah, namun juga mewakili keadaan sang pendengar yang mungkin sedang tidak baik-baik saja dan merasa seolah telah sisihkan oleh dunianya.
Bicara soal lagu-lagu bernuansa sedih, banyak kalangan --yang mungkin saya pribadi juga-- kerap berlangganan dengan Guyon Waton. Band asal Yogyakarta yang telah berdiri sejak tahun 2015 ini bukan saja tepat dalam pemilihan kata dan penyatuan nada, namun juga mampu menjadi wali atas perasaan yang diluluhlantakan. Ditambah lagi suara mas Faisal sang vokalis yang lembut dan mendayu, membuat rasa untuk menangis akibat mengingat kenangan yang telah lalu kembali membuncah.
Misalnya saja dalam lagu "Takkan Kembali" yang dirilis pada tahun 2018. Meskipun kata-katanya sederhana, namun pesan yang ingin disampaikan amat mendalam dan dapat dipahami dengan mudah oleh masyarakat semua golongan, baik itu mahasiswa atau kelas pekerja dari Sabang hingga Marauke.
"Setelah kau pergi tinggalkan diriku
Kuberteman dalam sepi
Setelah kau pergi tinggalkan diriku
Di sini kumenunggumu
Kurindukan senyumanmu
Kurindukan canda tawamu"
Selain sederhana dan sarat pesan yang tersirat, hal lain yang amat saya sukai dari lagu Guyon Waton adalah lagu-lagunya yang menggambarkan secara tepat realitas percintaan. Misalnya saja lagu "Ajur Mumur" yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti hancur lebur.
"Nangis pilu garing banyu motoku
Kelingan esemu gawe ku bertahan
Nanging perih merelakan cinta ini
Ajur mumur uripku nyanding karo sliramu
Terus ngulayani atiku sing suci
Ku bertahan tetep tak lakoni
Kowe milih kae ngingkari janjimu
Aku ngerti cintamu palsu"
Lagu yang baru dirilis pada Mei 2020 itu juga buka saja menjadi pengantar menangis yang paripurna, tapi juga menjadi tamparan keras terhadap diri seseorang "Apakah benar cinta ini tepat untuknya?"
Begitu pula dengan lagu "Korban Janji". Nada, lirik, serta video clip seolah memberikan pesan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang amat dinamis. Mahluk yang mungkin pada hari ini bisa memberi satu janji yang amat memukau, namun pada hari berikutnya, janji tersebut hanyalah sebuah ucapan yang tidak berarti sedikitpun.
"Abot tak trimo ikhlas legawa
Sing tak arep kowe ra disio-sio
Ben cukup meng aku korban janji manismu
Udan bledek kang dadi saksiku"
Masih pada lagu yang sama, pesan lain yang saya terima bahwa keegoisan adalah hal menetap pada jiwa manusia. Sifat yang mendasari kesewang-wenangan terhadap perasaan orang lain.
"Tanpo welas koe lungo biyen kae
Ra ono mesakne aku sitik wae
Ngaboti tresno anyarmu lalu kau tinggalkan aku
Tersakiti sendiri di malan itu"
Lebih lanjut, lagu-lagu Guyon Waton yang lain juga adalah media tempat bertemu masa lalu dan media pelepas rindu paling tepat. Misalnya saja seperti lagu Ninggal Cerita yang berlatar di Purwokerto ataupun Lungaku yang berlatar di Pantai Ngrumput.
Selain itu, lagu-lagunya pun mengajarkan pada banyak kalangan untuk selalu tegar dalam menghadapi perpisahan dengan orang yang paling kita kasihi. Karena pada dasarnya, seperti apa yang diungkapkan oleh Sudjiwo Tedjo bahwa "Sekuat apapun kau menjaga, yang pergi akan tetap pergi. Sekuat apapun kau menolak, yang datang akan tetap datang".
Hingga pada ahirnya, Guyon Waton bukan saja sebagai band galau yang terus meningkat pamornya, lebih dari itu, dia kini telah menjelma menjadi wali perasaan bagi orang-orang yang ditinggalkan dan dipatahkan hatinya oleh dunia yang selama ini ditinggali dan dirawatnya dengan penuh kasih dan cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H