Mohon tunggu...
Muhammad Fakhri Amir
Muhammad Fakhri Amir Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Magister Keuangan dan Perbankan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Audit dalam Perspektif Islam

27 Mei 2016   00:43 Diperbarui: 27 Mei 2016   01:51 2354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan system ekonomi Islam pada saat sekarang ini masih terus mengalami perkembangan yang positif. Dimana hal tersebut dapat kita lihat dengan ditandai dengan  semakin banyaknya perbankan Islam yang muncul, bahkan beberapa lembaga keuangan yang berbasis konvensional misalnya bank BRI, bank BNI, bank Mandiri, dll, telah mulai  menerapkan system keuangan yang berbasis syariah, seperti bank BRI syariah, bank BNI syariah, dan bank Mandiri syariah. Perkembangan ekonomi Islam ini tidak hanya sebatas pada lembaga perbankan, akan tetapi telah mulai merambah pada sektor keuangan yang lain seperti pasar modal, asuransi, dll.

Dengan munculnya lembaga keuangan islam tersebut secara umum tentunya memiliki perbedaan dengan lembaga keuangan lainnya. Dimana lembaga keuangan Islam dalam pengoprasionalannya tentunya menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariah.  Penerapan prinsip-prinsip syariah ini telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat dalam surah Al-Jasiyah ayat 18:

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al Jatsiayh:18).

Makna dari kata “syariah” dalam ayat tersebut adalah perintah untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dan menjadikannya sebagai kerangka atau pedoman dalam melakukan segala aktivitas. Dalam hal ini penerapan kata syariah dalam lembaga keuangan adalah menerapkan prinsip-prinsip islam dalam segala aktivitas yang dilakukannya. Oleh karena itu untuk senantiasa memastikan kesesuaian (Compliance) lembaga keuangan Islam terhadap prinsip-prinsip Islam, diperlukan adanya audit.

Dalam AAOIFI GSIFI audit syariah adalah laporan internal syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa, instruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah. Secara umum tujuan Audit dalam Islam adalah melihat dan memeriksa operasional,  mengontrol dan melaporkan transaksi dan akad yang sesuai dengan aturan dan  hukum Islam untuk memberikan manfaat, kebenaran, kepercayaan dan laporan yang adil dalam pengambilan keputusan.

Pada dasarnya aktivitas audit terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits. Diantaranya adalah yang terdapat dalam surah Al-Infitar  ayat 10 sampai 12:

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ(10)  كِرَامًا كَاتِبِين (11)يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

Artinya: “Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

وتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ (٢٠)لأعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لأذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ

Artinya : “Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah ia termasuk yang tidak hadir? Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.”

Adapun aktivitas audit juga terdapat dalam Hadits:

قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: “Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”

Dari ayat dan hadits di atas dapat kita jadikan sebagai landasan dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan audit. Sebagaimana dalam surah An-naml: 20-21, dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman a.s melakukan pengecekan atau pemeriksaan untuk mencari burung hud-hud, dimana dalam proses pencarian ini juga merupakan suatu proses dalam aktivitas audit. Selain hadits yang menjelaskan tentang ihsan. Dimana ihsan merupakan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlaq. 

Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. adapun kaitan ihsan dengan audit adalah sebagaimana dalam proses audit, seorang auditor harus memeiliki sikap independen yaitu tidak adanya pengaruh dan ketergantungan terhadap apapun. Sikap independen inilah merupakan penjabaran dari ihsan.

Audit Syariah memiliki peranan yang sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran pada lembaga keuangan Islam bahwa setiap lembaga harus turut berkontribusi terhadap tercapainya  tujuan hukum Islam (Maqashid Syariah). Selain itu ruang lingkup audit syariah harus diperluas , tidak hanya sebatas pada proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan (Compliance) terhadap prinsip-prinsp Islam, akan tetapi juga mencakup, produk, pegawai, penggunaan IT, proses operasionalnya, dokumentasi dan akad, lingkungan (pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas), dll. Dengan demikian tujuan audit yang syariah benar-benar dapat diterapkan dalam lembaga keuangan islam secara penuh dan konsisten.

Akhir dari audit syariah yang dilakukan oleh auditor adalah  memberikan opini atas laporan keuangan yang diberikan oleh pihak perusahaan. opini yang diberikan apakah segala aspek dalam perusahaan tersebut telah sesuai dengan standar akuntansi. Dalam hal ini standar akuntansi yang digunakan adalah The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions(AAOIFI) dan International Financial Reporting Standards(IFRS), khusus di Indonesia standar yang digunakan adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Khusus untuk audit syariah, dalam melakukan audit selain kesesuaian atas standar akuntansi, juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.

Berbeda dengan audit yang dilakukan terhadap perusahaan yang tidak berbasiskan Islam, opini yang diberikan ada 5, yaitu: Unqualified Opinion, Modified Unqualified Opinion, Qualified Opinion, Adverse Opinion,danDisclaimer of opinion.Misalnya apabila terdapat pembatasan runag lingkup atau kurangnya bukti, maka bisa saja auditor memberikan opini Qualified Opinion. Namun yang menjadi masalah dalam pelaporan akhir yang dilakukan oleh auditor syariah adalah berupa opini apakah perusahaan tersebut dalam aktivitasnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (compliance) atau belum sesuai (noncompliance).Mislanya apabila ada kekurangan atau ketidak sesuaian yang ditemukan oleh auditor, maka opini yang diberikan adalah noncompliance. Hal tersebut merupakan masalah yang sangat serius, karena apabila hal tersebut terjadi tentu akan berdampak pada perusahaan. masyarakat tidak akan lagi percaya kepada lembaga keuangan syariah.

            Namun yang menjadi catatan penting  dalah audit syariah ini adalah masalah kompetensi dan indepensinya. Karena tentunya seorang auditor syariah memiliki keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi segala perbuatan manusia, maka dari itu sebagai hambanya pun tentunya akan mempertanggung jawabkan apa yang dilakukannya di kemudian hari, baik itu perbuatan kecil maupun besar. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Zalzalah ayat 7-8:

 وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ* فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”.

Oleh karena itu seorang auditor syariah memiliki tanggung jawab yang besar dibandingkan dengan auditor pada umumnya, karena selain harus bertanggung jawab kepada pihak manajemen perusahaan, atasan, public, dan pihak-pihak lainnya yang terlibat, seoarang auditor syariah juga bertanggung jawab kepada Allah SWT.

Muhammad Fakhri Amir

Mahasiswa Pascasarjana Keuangan dan Perbankan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun