Adapun aktivitas audit juga terdapat dalam Hadits:
قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Artinya: “Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Dari ayat dan hadits di atas dapat kita jadikan sebagai landasan dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan audit. Sebagaimana dalam surah An-naml: 20-21, dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman a.s melakukan pengecekan atau pemeriksaan untuk mencari burung hud-hud, dimana dalam proses pencarian ini juga merupakan suatu proses dalam aktivitas audit. Selain hadits yang menjelaskan tentang ihsan. Dimana ihsan merupakan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlaq.
Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. adapun kaitan ihsan dengan audit adalah sebagaimana dalam proses audit, seorang auditor harus memeiliki sikap independen yaitu tidak adanya pengaruh dan ketergantungan terhadap apapun. Sikap independen inilah merupakan penjabaran dari ihsan.
Audit Syariah memiliki peranan yang sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran pada lembaga keuangan Islam bahwa setiap lembaga harus turut berkontribusi terhadap tercapainya tujuan hukum Islam (Maqashid Syariah). Selain itu ruang lingkup audit syariah harus diperluas , tidak hanya sebatas pada proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan (Compliance) terhadap prinsip-prinsp Islam, akan tetapi juga mencakup, produk, pegawai, penggunaan IT, proses operasionalnya, dokumentasi dan akad, lingkungan (pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas), dll. Dengan demikian tujuan audit yang syariah benar-benar dapat diterapkan dalam lembaga keuangan islam secara penuh dan konsisten.
Akhir dari audit syariah yang dilakukan oleh auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan yang diberikan oleh pihak perusahaan. opini yang diberikan apakah segala aspek dalam perusahaan tersebut telah sesuai dengan standar akuntansi. Dalam hal ini standar akuntansi yang digunakan adalah The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions(AAOIFI) dan International Financial Reporting Standards(IFRS), khusus di Indonesia standar yang digunakan adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Khusus untuk audit syariah, dalam melakukan audit selain kesesuaian atas standar akuntansi, juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.
Berbeda dengan audit yang dilakukan terhadap perusahaan yang tidak berbasiskan Islam, opini yang diberikan ada 5, yaitu: Unqualified Opinion, Modified Unqualified Opinion, Qualified Opinion, Adverse Opinion,danDisclaimer of opinion.Misalnya apabila terdapat pembatasan runag lingkup atau kurangnya bukti, maka bisa saja auditor memberikan opini Qualified Opinion. Namun yang menjadi masalah dalam pelaporan akhir yang dilakukan oleh auditor syariah adalah berupa opini apakah perusahaan tersebut dalam aktivitasnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (compliance) atau belum sesuai (noncompliance).Mislanya apabila ada kekurangan atau ketidak sesuaian yang ditemukan oleh auditor, maka opini yang diberikan adalah noncompliance. Hal tersebut merupakan masalah yang sangat serius, karena apabila hal tersebut terjadi tentu akan berdampak pada perusahaan. masyarakat tidak akan lagi percaya kepada lembaga keuangan syariah.
Namun yang menjadi catatan penting dalah audit syariah ini adalah masalah kompetensi dan indepensinya. Karena tentunya seorang auditor syariah memiliki keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi segala perbuatan manusia, maka dari itu sebagai hambanya pun tentunya akan mempertanggung jawabkan apa yang dilakukannya di kemudian hari, baik itu perbuatan kecil maupun besar. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Zalzalah ayat 7-8:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ* فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”.