Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjelajah Perawatan Kereta Api di Depo Depok sambil Menguak Sejarah yang Menyelimuti Kota Depok

4 November 2024   08:11 Diperbarui: 5 November 2024   06:58 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roda-roda kereta (sumber: dok pribadi)

Foto bersama di depan Tugu Depok (sumber: Click Kompasiana)
Foto bersama di depan Tugu Depok (sumber: Click Kompasiana)

Pengalaman saya ber-Commuter Line, sudah sejak saat istilah Commuter Line (CL) itu belum digunakan, masih cukup dengan sebutan KRL saja (Kereta Rel Listrik), saat relnya masih berupa rel tunggal dan belum rel ganda seperti sekarang ini, saat penumpang masih suka naik ke atas atap gerbong kereta dibandingkan masuk ke dalam gerbong kereta karena di dalam gerbong kereta suasanya sangat padat dan panas, saat masih orang boleh berjualan bebas di dalam KRL, saat perkeretaapian belum mengalami kemajuan dan perubahan seperti sekarang-sekarang ini seperti misalnya, gerbong CL sudah dilengkapi semuanya dengan AC, tidak memerlukan karcis lagi, cukup dengan menggunakan kartu CL ataupun e-money, tidak ada ada lagi pedagang berjualan di atas CL, termasuk penertiban lingkungan stasiun kereta apinya. Sekarang sih stasiun-stasiun yang dilewati CL sudah cantik-cantik semua, berbeda sekali dibandingkan masa lalu. Yang pasti, sekarang CL nyaman (terutama kalau tidak di jam-jam orang berangkat dan pulang kerja) dan Commuter Line ini sudah cukup tepat waktu.

Maka ketika ada kegiatan Walking Tour: Depo KRL Depok & Heritage Depok, yang diadakan oleh Click Kompasiana dan Kreatoria, langsunglah awak mau ikutan bergabung, dimana bertepatan pula dengan hari Sumpah Pemuda.

Depo KRL Depok

Langsung dipandu oleh pimpinan Depo KRL Depok, bp. Asep Saeful Permana, kami, para Kompasianer rombongan walking tour diberi informasi yang buanyak sekali terkait tentang Depo KRL Depok, riwayat, tupoksi (tugas pokok dan fungsi) mereka, serta banyak hal lainnya yang membuat rombongan kami berdecak kagum dalam banyak hal. Pak Asep pun mengajak kami berkeliling Depo termasuk area dimana dilakukan overhaul pada commuter line.

Depo terbesar kedua se Asia Tenggara ini terletak di Desa Ratu Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat -- 16439. Memiliki luas 26 Hektare. Mengingat 'tubuh kereta' yang panjang itu, tidak heran bila Depo ini memiliki panjang 1,3 Kilometer dengan lebar 200 meter. Depo yang memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya berupa Stabling, Los Perawatan, Kantor, Gudang, LAA dan Griya Karya ini mulai beroperasi sejak tahun 2008 dengan masa pembangunan Depo dilakukan selama sekitar 4 (empat) tahun.    

Kegiatan terbesar Depo KRL Depok ini adalah melakukan overhaul kereta. Overhaul merupakan kata yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti: Pemeriksaan. Namun secara luas, istilah overhaul ini mengacu kepada proses pembongkaran mesin untuk diperiksa dan diperbaiki bila terdapat komponen yang mengalami kerusakan, dan secara singkat kata, proses ini dikenal dengan sebutan turun mesin.

Setelah berkeliling Depo, kami disuguhi pengetahuan tentang kerja keras Depo yang tujuan utamanya adalah untuk kepentingan dan kenyamanan para penumpang Commuter Line, ya kita semua ini. Maka sudah seharusnya, para pengguna Commuter Line ini turut merasakan kerja berat para perawat kereta ini, yang bekerja di Depo KRL. Cara merasakan kerja berat mereka mudah kok, yaitu dengan turut menjaga kebersihan dan ketertiban yang telah diatur dalam peraturan bagi penumpang kereta api, termasuk tidak mencorat-coret ataupun merusak properti kereta.

Pernah dengar kan kejadian penimpukan batu ke arah kereta yang sedang berjalan, perusakan properti kereta, dan lain sebagainya.

Nah, PT. Kereta Commuter Indonesia, yang bertanggung jawab terhadap operasional dan perawatan Commuter Line ini mengajak kita semua, bahwa tidak sulit kok, ikut menjaga dan merawat kereta, caranya mudah kok, yaitu dengan turut menyayanginya, diantaranya adalah dengan menjaga kereta api kita dari perbuatan-perbuatan vandalisme.

Kalau keretanya bersih, aman dan nyaman, kan penumpang juga yang diuntungkan. Bukan begitu saudaraku?

Kepala Depo KRL Depok sedang menjelaskan tentang Depo kepada rombongan (sumber: dok pribadi)
Kepala Depo KRL Depok sedang menjelaskan tentang Depo kepada rombongan (sumber: dok pribadi)

Tempat merawat kereta (sumber: dok pribadi)
Tempat merawat kereta (sumber: dok pribadi)

Tempat overhaul kereta (sumber: dok pribadi)
Tempat overhaul kereta (sumber: dok pribadi)

Roda-roda kereta (sumber: dok pribadi)
Roda-roda kereta (sumber: dok pribadi)

Jelajah sejarah 'heritage' kota Depok 

Tidak mengira kalau Depok itu menyimpan sejarah yang panjang dan berharga yang seharusnya terpampang jelas dan dikuasai historynya itu terutama oleh warga Depok. Tapi kenyataan berkata lain. Sepertinya tertutup atau ditutupi menjadi kusam, sekusam tugu bersejarah yang terletak di depan sebuah bekas rumah sakit.

Pemaparan tokoh sejarah Depok, yaitu Bp. Boy Loen di hadapan kita semua, peserta Walking Tour, yang disampaikan dengan sangat lugas dan jelas, sangat menggugah. Dua kali pemaparan pak Boy di caf: Cornelis Koffie dan di Yayasan LCC yang keduanya terletak di Jalan Pemuda, Depok mengenalkan dan membuka sejarah Depok kepada kita semua.

Mulai dari peran Cornelis Chastelein, perintis berdirinya Kota Depok masa lalu yang kemudian berkembang hingga sekarang, sejarah Tugu Depok, Presiden-Presiden Kota Depok, sistem perbudakan di masa penjajahan Belanda yang bahkan di Depok - Cornelis membebaskan budak-budaknya, sekolah-sekolah berbahasa Belanda dan non bahasa Belanda di Depok, bangunan-bangunan bersejarah di sekitaran Depok, hingga keluhan akan minimnya perhatian Pemerintah setempat terhadap sejarah masa lalu Kota Depok.

Sewaktu berada di Yayasan LCC mendengarkan paparan pak Boy di akhir Walking Tour, saya membeli buku karya Jan Karel Kwisthout yang dengan tekunnya mengumpulkan segala kisah sejarah, cerita, bukti-bukti peninggalan sejarah dan menuangkannya menjadi sebuah buku. Judul bukunya adalah "Jejak-Jejak Masa Lalu Depok: Warisan Cornelis Chastelein (1657-1714) kepada para budaknya yang dibebaskan". Buku asli berbahasa Belanda dan telah dialih bahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Pdt. Hallie Jonathans & Corry Longdong.

Beruntung bahwa beberapa hari kemudian, tanggal 31 Oktober 2024 pak Jan Karel ini, si penulis buku tersebut memberikan presentasi ilmiahnya di Fakultas Arsitektur -- Universitas Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia juga selain untuk bersilaturahmi dengan keluarga besarnya - karena pak Jan ini adalah salah satu keturunan Presiden Depok, pak Jan mempromosikan buku keduanya, yang masih bercerita tentang Depok.

Jan banyak memberikan insight baru, menambah informasi yang telah diberikan oleh Pak Boy. Misalnya seperti bahwa Cornelis saat itu, 'pindah' ke Depok, karena sebetulnya itu merupakan salah satu bentuk protes Cornelis yang tidak sepenuhnya setuju dengan kebijakan VOC pada saat itu. Jan juga menceritakan tentang asal muasal munculnya istilah 'Belanda Depok' (yang sebetulnya sebutan ini bernuansa sindiran), dahulu disebutnya dengan Amsterdam Depok, kisah dramatis mengenai Tugu Depok -- dimana Tugu Depok yang ada sekarang ini bukanlah yang asli, beserta sebab-sebab mengapa dihancurkan, dan lain sebagainya.

Pada kesempatan bertanya dengan pak Boy saat itu, dan melihat bahwa masih banyak informasi tentang sejarah Kota Depok yang belum terkuak ke permukaan, saya menyarankan kepada beliau agar dapat memanfaatkan adanya Kementerian baru di era Prabowo ini, yaitu Kementerian Kebudayaan, dimana Menterinya adalah Dr. Fadli Zon, yaitu dengan pak Boy -- melalui Yayasan LCCnya menyurat lagi tentang perlunya mendudukkan sejarah Kota Depok pada tempatnya lagi, lebih digali lagi dan lebih dijaga lagi peninggalan-peninggalan bersejarah Kota Depok.

Sementara di acara presentasi pak Jan, saya sempat menanyakan tentang apa strategi beliau melihat sejarah Kota Depok dan peran Cornelis Chastelein yang belum terlalu jelas terungkap ke publik ini (bahkan kepada pemerintah Pusat dan Daerah sekalipun). Jawaban Jan adalah bahwa secara jujur, ia tidak punya strategi tertentu melihat situasi dan kondisi yang seperti ini. Walaupun beliau memiliki keinginan yang besar untuk dapat sejarah Kota Depok ini dapat terungkap dan tersebar luas ke masyarakat luas, terutama mereka para warga Depok. Karena ia yakin banyak sekali warga Depok saat ini, yang tinggal di Depok, yang belum mengetahui sejarah Kota Depok. Yang Jan akan lakukan (dan sudah dilakukan) adalah mengumpulkan segala informasi terkait Depok dan menuliskannya ke dalam sebuah buku -- sejauh ini sudah melahirkan dua buah buku. Ia berharap buku itu dapat berkontribusi bagi terbukanya informasi sejarah Kota Depok secara luas.

Ketika saya informasikan bahwa saya adalah bagian dari Blogger Kompasiana, dan bahkan saat bertemu pak Boy juga dalam rangka kegiatan yang diadakan oleh para Blogger Kompasiana (Komunitas Click Kompasiana) pak Jan sangat tertarik dan berharap bahwa para blogger juga yang 'concern' dengan sejarah Kota Depok dapat menyebarluaskan informasi tentang sejarah Kota Depok ini kepada masyarakat luas. Ia juga berharap bahwa sebagai salah satu 'warga Depok' yang tinggal di Belanda (begitu ia menyebut dirinya), ia berharap Yayasan LCC dapat pula terus melakukan penyebarluasan informasi-informasi tentang sejarah Kota Depok ini.

Melihat kondisi seperti di atas, menurut hemat saya, sudah pula sepantasnya di Kota Depok, di sekolah-sekolahnya, perlu diberi kurikulum khusus muatan lokal yang berisi tentang sejarah Kota Depok. Tentang materi pembelajarannya, Pemerintah Kota Depok dapat bekerja sama dengan Yayasan LCC. Hal ini dapat terwujud bila PemKot Depok memiliki itikad yang kuat untuk melihat sejarah masa lalu Kota Depok yang tentunya memiliki benang merah dengan Kota Depok di masa kini dan masa yang akan datang.  

Semoga.

Buku tentang masa lalu Depok (sumber: dok pribadi)
Buku tentang masa lalu Depok (sumber: dok pribadi)

Tanda tangan penulis buku, yg sedang berada di Indonesia (dari Belanda) dan dapat bertemu langsung  (sumber: dok pribadi)
Tanda tangan penulis buku, yg sedang berada di Indonesia (dari Belanda) dan dapat bertemu langsung  (sumber: dok pribadi)

Pak Boy Loen - ditengah-tengah - nara sumber heritage Depok (sumber: dok pribadi)
Pak Boy Loen - ditengah-tengah - nara sumber heritage Depok (sumber: dok pribadi)

Rumah alm Presiden Depok kelima di jl. Pemuda, Depok (sumber: dok pribadi)
Rumah alm Presiden Depok kelima di jl. Pemuda, Depok (sumber: dok pribadi)

Cornelis Koffie, di Jl Pemuda Kota Depok, milik salah satu keturunan Presiden Depok kelima (sumber: dok pribadi)
Cornelis Koffie, di Jl Pemuda Kota Depok, milik salah satu keturunan Presiden Depok kelima (sumber: dok pribadi)

Latar belakang: GPIB Imanuel yang bersejarah (sumber: dok pribadi)
Latar belakang: GPIB Imanuel yang bersejarah (sumber: dok pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun