Perjalanan panjang dari Bogor hingga Baduy yang cukup melelahkan tapi sekaligus menggairahkan karena didorong oleh keinginan untuk segera tiba di Baduy, akhirnya tertunaikan sudah. Inilah hari yang memang sudah diniatkan akan dihabiskan dengan tujuan keseruan perjalanan di Baduy - perjalanan sehari pergi pulang - Bogor Baduy.
Dari mula tiba di stasiun Tanah Abang, tempat mepo (meeting point) rombongan, lalu naik kereta bareng-bareng tujuan Tanah Abang - Rangkasbitung (Penulisan yang benar adalah Rangkasbitung ya, bukan Rangkas Bitung, dan orang-orang setempat lebih sering menyebutnya dengan Rangkas saja, tanpa kata bitungnya. "Mau kemana? Mau ke Rangkas"). Dari stasiun Rangkasbitung hingga Ciboleger/Baduy, perjalanan seru-seruan aja deh, ditambah perjalanan di dalam areal Baduy itu sendiri, seru abizzz deh.
Di stasiun Rangkasbitung, dijemput oleh Ojan Soekarno sang pemandu kita - suku Baduy Luar, bareng mang Cecep, driver sekaligus pemilik angkot yang disewa untuk perjalanan ini, stasiun Rangkasbitung - Ciboleger/Baduy. Memang naik kendaraannya hanya bisa sampai Ciboleger ataupun desa terdekat dengan areal Baduy di bagian luarnya. Memasuki kawasan Baduy luar hingga Baduy dalam, kita mutlak harus berjalan kaki. Seru kaaannn.
Yang disayangkan dari perjalanan ini hanya sarpras (sarana-prasarana) jalan dari dan menuju desa terdekat tersebut, seperti ke Ciboleger dan Cikuem. Jalanan masih banyak yang rusak, berbatu-batu besar. Kalau kendaraannya pendek, pasti 'nyangkut' deh. Kita saja kemarin ini di sebagian tempat, harus turun dari mobil - biar mobilnya bisa 'agak tinggi' sedikit karena tanpa beban, jadi si mobil bisa melewati jalan berbatu-batu tersebut dengan lebih mudah, walau tetap dengan usaha 'menyupir' yang tinggi.
Perjalanan ke dan di Baduy
Stasiun Bogor - Stasiun Tanah Abang sekitar satu setengah jam. Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Rangkasbitung dua jam. Stasiun Rangkasbitung sampai ke Ciboleger - pintu masuk ke Baduy luar sekitar dua jam… perjalanan yang lumayan panjang kan, tetapi seru dan asyik. Sesampainya di Ciboleger, seperti biasa, isi kampung tengah dulu - kebetulan ada siomay mang Wawan yang murmer dan luezatos, yowis, kita sikat rame-rame deh, lumayan untuk 'ngganjel' sebelum perjalanan yang bakalan menguras energi itu. Dan nggak lupa untuk selfie-selfie di tengah-tengah pintu masuk ke Baduy luar.
Perjalanan berlanjut memasuki gerbang masuk dengan mengisi buku tamu. Begitu masuk 'pintu gerbang' Baduy (luar) sudah terasa kita seperti masuk ke dunia lain, bangunan yang berbeda - bangunan khas Baduy, terbuat dari kayu, banyak wanita yang terlihat sedang menenun, jualan-jualan kain tenun Baduy, pernak-pernik Baduy, Kopi Baduy, Madu Baduy, Tas kerajinan Baduy, Batik Baduy dan lain sebagainya.
Termasuk tawaran untuk membeli batang kayu - lima ribu rupiah - yang berfungsi sebagai tongkat, yang menandakan bahwa kondisi jalan selanjutnya di Baduy (luar dan dalam) 'tidak baik-baik' saja lho, akan penuh 'perjuangan' makanya memerlukan dibantu tongkat tersebut. Apalagi memang perjalanan di Baduy tidak ada yang menggunakan kendaraan bermotor, hanya dengan berjalan kaki saja. Asyik kan hehehe…..
Target selanjutnya adalah makan siang di rumah guide kita, kang Ojan, lalu berlanjut ke Gazebo. Tapi nampaknya perjalanan ke Gazebo mengalami perubahan, sepertinya ke jembatan akar lebih banyak peminatnya. Akhirnya setelah dilakukan voting kecil-kecilan, disepakatilah mengganti tujuan setelah makan dari ke Gazebo menjadi ke jembatan akar … yeayyy…
Setelah 'lunch ala Baduy' (akan diulas di sub bahasan tersendiri), kamipun cus ke jembatan akar. Karena ke jembatan akar mengambil jalur yang berbeda, akhirnya kami, dari rumah Ojan, kembali ke arah kita awal datang, yaitu ke alun-alun Ciboleger, naik angkot lagi menuju kampung Cikuem yang ternyata 'lebih parah' kerusakan jalannya dibandingkan menuju Ciboleger.
Angkot ditinggal di Cikuem, kita semua berjalan kaki menuju jembatan akar. Lumayan, sampai ke jembatan akar diperlukan waktu sekitar 1 jam lebih. Dengan kondisi yang kurang lebih sama yaitu jalan yang naik turun bukit, kadang jalan tanah kadang jalan tanah berbatu. Tapi memang sih, kelelahan itu terbayarkan ketika kita tiba di jembatan akar. Luar biasa, bagaimana pohon-pohon di seberang sungai yang berbeda 'memautkan' akarnya hingga menjadi sebuah jembatan yang dapat dilalui warga Baduy. Jembatan ini melintasi sungai Cisimeut dan menghubungkan dua kampung Baduy Luar, yaitu Kampung Panyelarangan dan Kampung Nungkulan.
Saat menunggu antrian foto-foto di jembatan akar, kami bertemu dengan rombongan yang akan menginap di Baduy Dalam yang dipandu oleh beberapa orang Baduy Dalam.
Ketika kami menanyakan jarak, ternyata dari jembatan akar, perlu menempuh waktu sebanyak sekitar 3 (tiga) jam lagi untuk menyampai Baduy Dalam. Kita saja yang berjalan sekitar satu jam untuk sampai di jembatan akar, cukup merasakan lelah, apatah lagi perlu waktu 3 jam-an lagi untuk mencapainya.
Tapi rupanya kami 'tobat sambel' karena begitu mendengar kata 'Baduy Dalam,' sebagian dari kita justru ingin kapan-kapan dikemudian hari untuk sama-sama ke Baduy Dalam yang walau jauh dan memakan waktu yang cukup banyak (makanya harus menginap kalau ke Baduy Dalam, tidak bisa tidak), dengan menginap tentunya. Ayo gaskeun, kapan ya???
Lunch ala Baduy
Saat makan siang di rumah kang Ojan, saya sedikit terharu, karena teringat almarhumah nenek saya, yaitu saat meminum kopi Baduy. Yang mengingatkan adalah cara meminumnya. Persis cara minum kopi almarhumah. Jadi kopi diseduh - tanpa gula, lalu diminum dengan memasukkan irisan gula merah/gula aren ke dalam mulut. Si gula aren akan lumer secara perlahan saat kopi yang masih terasa panas/hangat, memasuki rongga mulut untuk melumerkan gula. Satu irisan gula aren untuk seteguk kopi. Demikian seterusnya hingga irisan gula habis, begitupun kopipnya.
Dengan cara demikian, lidah kita dinikmati dengan aliran hangatnya kopi panas yang kemudian berpadu serasi dengan irisan gula merah tersebut. Maknyus deh pokoke.
Suguhan istri kang Ojan untuk makan siang kami berasa di kampung halaman juga. Coba lihat menunya: nasi hasil panen Baduy, tempe dan tahu goreng, ikan asin, telur dadar bawang dan peteuy (sebutan untuk pete dalam bahasa Sunda) yang disajikan dalam tiga olahan yaitu mentah, digoreng dan digarang/dipanggang dan nggak lupa sambal. Asyik dan nikmat bener deh lunch kali itu di rumah Ojan apalagi sambil ngariung (ngumpul bareng) lesehan di teras rumah Ojan - yang lalu air minumnya disuguhkan dengan ceret-ceretnya… bener-bener nikmat yang luar biasa.
@kangbugi1 Dapur orang Baduy di #baduy ♬ Be Happy - Syafeea library
Sempat setelah makan, dengan permisi, mau lihat isi rumah Ojan yang tipikal rumah Baduy. Jadi dalamnya ada sekat tanpa pintu, cukup dengan gorden dan dapurnya. Mereka masak dengan kayu bakar dan menggunakan 'hawu' yaitu perapian atau kompor untuk masak dengan kayu bakar dalam bahasa Sunda yang terbuat dari tanah liat.
Kultur Baduy adalah kita
Melihat Baduy sebetulnya merupakan cerminan kita di 'masa lalu' yang kita lihat di kehidupan di zaman moderen ini. Hanya kita 'latah' cepat mengikuti perubahan, sementara mereka tidak.
Baduy Luar masih agak mengikuti perubahan zaman, seperti menggunakan alas kaki/sandal, menggunakan HP, naik kendaraan, tidak keberatan bila ada listrik, menggunakan sabun dan shampo, dimana di Baduy Dalam, hal-hal tersebut merupakan hal yang dilarang atau tabu.
Tetapi secara kultur dan sosial budaya, mereka tidak berbeda dengan kita seperti sangat menjaga sopan santun, berbahasa halus, jujur dan sederhana yang sepertinya kita banyak yang sudah tidak menerapkan hal-hal mendasar tersebut.
Hanya memang permasalahan pendidikan masih merupakan problema. Mereka tidak masalah untuk tidak sekolah, yang penting tetap mengikuti perintah ketua adatnya, ditengah masyarakat yang 'mengagung-agungkan pendidikan.'
Sampah
Kunjungan saya ke Baduy kali ini merupakan kesempatan kedua saya datang ke Baduy. Saya melihat ada yang harus sangat diperhatikan bagi masyarakat Baduy, terutama mereka yang datang ke Baduy, yaitu sampah. Mbok ya kalian yang datang ke Baduy ikut menjaga lingkungan gitu dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Saya masih melihat di sepanjang perjalanan, sampah plastik satu dua dibuang di jalan. Kalian, untuk yang 'hobi' membuang sampah plastik sembarangan, tahukah bahwa plastik itu perlu ratusan tahun untuk terurai (kalau terurai, bila tidak?!) dan kalian menodai Baduy dengan sampah kalian. Mbok ya sampah plastikmu kamu bawa pulang kembali.
Tapi di beberapa rumah saya lihat ada karung plastik yang fungsinya untuk mengumpulkan sampah plastik (seperti botol minum) yang menurut informasi nanti ada yang mengumpulkan untuk dijual. That's better.
Tapi masalahnya kan bahwa tidak semua sampah plastik dapat atau laku dijual - tidak semudah menjual botol minum plastik kemasan misalnya.
Nah kalau seperti ini bagaimana? Yuk kita turut berkontribusi menjaga Baduy dengan tidak menjadi penyumbah sampah plastik di Baduy.
Semoga bermanfaat.
***
Note:
Merupakan hasil catatan dan pengamatan saat mengikuti kegiatan bareng antara komunitas KPK dan Koteka yang mengadakan kegiatan trip sehari ke Baduy di hari Sabtu tanggal 22 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H