Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Saba Budaya Baduy, Saba Budaya Karuhun, Saba Budaya Kita Semua

28 Juli 2023   23:27 Diperbarui: 29 Juli 2023   19:55 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Target selanjutnya adalah makan siang di rumah guide kita, kang Ojan, lalu berlanjut ke Gazebo. Tapi nampaknya perjalanan ke Gazebo mengalami perubahan, sepertinya ke jembatan akar lebih banyak peminatnya. Akhirnya setelah dilakukan voting kecil-kecilan, disepakatilah mengganti tujuan setelah makan dari ke Gazebo menjadi ke jembatan akar … yeayyy…

Setelah 'lunch ala Baduy' (akan diulas di sub bahasan tersendiri), kamipun cus ke jembatan akar. Karena ke jembatan akar mengambil jalur yang berbeda, akhirnya kami, dari rumah Ojan, kembali ke arah kita awal datang, yaitu ke alun-alun Ciboleger, naik angkot lagi menuju kampung Cikuem yang ternyata 'lebih parah' kerusakan jalannya dibandingkan menuju Ciboleger.

Angkot ditinggal di Cikuem, kita semua berjalan kaki menuju jembatan akar. Lumayan, sampai ke jembatan akar diperlukan waktu sekitar 1 jam lebih. Dengan kondisi yang kurang lebih sama yaitu jalan yang naik turun bukit, kadang jalan tanah kadang jalan tanah berbatu. Tapi memang sih, kelelahan itu terbayarkan ketika kita tiba di jembatan akar. Luar biasa, bagaimana pohon-pohon di seberang sungai yang berbeda 'memautkan' akarnya hingga menjadi sebuah jembatan yang dapat dilalui warga Baduy. Jembatan ini melintasi sungai Cisimeut dan menghubungkan dua kampung Baduy Luar, yaitu Kampung Panyelarangan dan Kampung Nungkulan. 

Saat menunggu antrian foto-foto di jembatan akar, kami bertemu dengan rombongan yang akan menginap di Baduy Dalam yang dipandu oleh beberapa orang Baduy Dalam.

Ketika kami menanyakan jarak, ternyata dari jembatan akar, perlu menempuh waktu sebanyak sekitar 3 (tiga) jam lagi untuk menyampai Baduy Dalam. Kita saja yang berjalan sekitar satu jam untuk sampai di jembatan akar, cukup merasakan lelah, apatah lagi perlu waktu 3 jam-an lagi untuk mencapainya.

Tapi rupanya kami 'tobat sambel' karena begitu mendengar kata 'Baduy Dalam,' sebagian dari kita justru ingin kapan-kapan dikemudian hari untuk sama-sama ke Baduy Dalam yang walau jauh dan memakan waktu yang cukup banyak (makanya harus menginap kalau ke Baduy Dalam, tidak bisa tidak), dengan menginap tentunya. Ayo gaskeun, kapan ya???

Lunch ala Baduy

Saat makan siang di rumah kang Ojan, saya sedikit terharu, karena teringat almarhumah nenek saya, yaitu saat meminum kopi Baduy. Yang mengingatkan adalah cara meminumnya. Persis cara minum kopi almarhumah. Jadi kopi diseduh - tanpa gula, lalu diminum dengan memasukkan irisan gula merah/gula aren ke dalam mulut. Si gula aren akan lumer secara perlahan saat kopi yang masih terasa panas/hangat, memasuki rongga mulut untuk melumerkan gula. Satu irisan gula aren untuk seteguk kopi. Demikian seterusnya hingga irisan gula habis, begitupun kopipnya.

Dengan cara demikian, lidah kita dinikmati dengan aliran hangatnya kopi panas yang kemudian berpadu serasi dengan irisan gula merah tersebut. Maknyus deh pokoke.

Suguhan istri kang Ojan untuk makan siang kami berasa di kampung halaman juga. Coba lihat menunya: nasi hasil panen Baduy, tempe dan tahu goreng, ikan asin, telur dadar bawang dan peteuy (sebutan untuk pete dalam bahasa Sunda) yang disajikan dalam tiga olahan yaitu mentah, digoreng dan digarang/dipanggang dan nggak lupa sambal. Asyik dan nikmat bener deh lunch kali itu di rumah Ojan apalagi sambil ngariung (ngumpul bareng) lesehan di teras rumah Ojan - yang lalu air minumnya disuguhkan dengan ceret-ceretnya… bener-bener nikmat yang luar biasa.

@kangbugi1 Dapur orang Baduy di #baduy ♬ Be Happy - Syafeea library 

Sempat setelah makan, dengan permisi, mau lihat isi rumah Ojan yang tipikal rumah Baduy. Jadi dalamnya ada sekat tanpa pintu, cukup dengan gorden dan dapurnya. Mereka masak dengan kayu bakar dan menggunakan 'hawu' yaitu perapian atau kompor untuk masak dengan kayu bakar dalam bahasa Sunda yang terbuat dari tanah liat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun