Alhamdulillah si ibu itu tidak berkeberatan untuk memberikan resepnya dan bersedia pula untuk membimbing dan mengajari mereka membuat risol itu sampai bisa.
Setelah beberapa kali praktik membuat risol, merekapun pede (percaya diri)untuk memulai berjualan risol.
Setelah dihitung-hitung modal yang harus mereka kumpulkan untuk membuat satu kilogram bahan risol adalah sebesar seratus lima puluh ribu rupiah (Rp. 150.000,-). Satu kilo itu nantinya cukup untuk membuat risol sebanyak 80 buah.
Merekapun patungan seorang lima puluh ribu dan mulai berjualan. Jadwal pembuatan/produksi risol itu seminggu dua kali, setiap hari Senin dan Rabu. Dan harga jual yang mereka tetapkan adalah sebesar tiga ribu rupiah (Rp. 3.000,-) untuk sebuah risolnya.
Teknik penjualanannya yaitu risol mateng dibawa ke sekolah dan mereka tawarkan diwaktu jam istirahat. Kadang-kadang ditawarkan pula ke tetangga-tetangganya dan tetanggapun ikut membeli risol itu.
Menurut Gigin, sejauh ini penjualan lancar, tidak bersisa. Situasi dan kondisi seperti ini menambah semangat mereka untuk terus berjualan.
Usaha mereka tidak selamanya berjalan mulus. Pernah ada kesulitan juga diawal mereka berjualan risol. Kata Gigin di awal mereka berjualan pernah adonan kulitnya tidak jadi, alias gagal, tanpa tahu apa sebabnya, sehingga waktu digoreng, risolnya pecah-pecah, tidak bagus untuk 'penampilan' si risol jika ingin dijual. Akhirnya adonannya dibuang dan mereka membuat lagi adonan baru. Cukup melelahkan, tapi itulah 'harga' yang harus dibayar. Menjadi ajang belajar bagi mereka untuk membuat risol yang lebih baik lagi. Menurut mereka sih, kegagalan seperti itu, dibawa enjoy aja dan dicoba lagi dan dicoba lagi.
Dan dari testimoni mereka yang sudah membeli risol, katanya risolnya enak, isi daleman risolnya banyak seperti: sosisnya banyak, daging asapnya banyak, mayonaisnya banyak, pokoknya pembeli suka rasanya dan merekapun makin mantab untuk berjualan risol ini.
Orang-tua mereka juga mendukung kegiatan anak-anaknya ini. Dengan syarat yang hampir mirip dengan kisah di contoh pertama di atas, yaitu pelajaran di sekolahnya harus tidak boleh tertinggal.
Tetap semangat berwirausaha ya Gigin dan teman-temannya
Dua contoh kisah pengalaman adik-adik kita di atas, dalam mencoba berwirausaha sangatlah perlu dihargai, diapresiasi dan didukung sepenuhnya, seperti dukungan yang mereka peroleh dari para orangtuanya.